Mohon tunggu...
Vivi Widya Susanti
Vivi Widya Susanti Mohon Tunggu... Guru - Khairunnas anfa'uhum linnas

Baru Belajar Nulis - Belajar Baru Nulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Merdeka Belajar: Belajar Sepanjang Hayat

24 Maret 2023   16:56 Diperbarui: 24 Maret 2023   16:59 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua tahun lalu merupakan fase dimana kebanyakan kreativitas seorang guru 'dipaksa' untuk dikalibrasi. Termasuk saya.

Bagaimana tidak, ditengah keterbatasan ruang dalam transfer ilmu kepada peserta didik, kami berupaya semaksimal mungkin agar tidak terbelenggu oleh sebuah tembok bernama tatap muka. Semua Rencana Program yang telah disusun, sebisa mungkin kami modifikasi untuk menyederhanakan proses administrasi agar waktu kami tidak terbuang disana. Saat itu, yang terpenting bagi kami adalah bagaimana menemukan pola agar peserta didik tetap tertarik untuk berproses dan bertumbuh secara positif baik dalam ranah kognitif, afektif maupun psikomotornya.

Pemerintah juga berupaya dalam merespon tantangan pendidikan kala itu, seperti mengadakan pelatihan-pelatihan pemanfaatan media komunikasi virtual termasuk pembuatan media pembelajaran berbasis digital yang bisa diikuti oleh siapapun dan dari mana saja. Sejak saat itu saya menyadari bahwa dalam belajar, ruang dan waktu adalah ilusi yang kita buat sendiri. Saya kemudian berpikir bagaimana saya bisa membawa stimulus ini ke peserta didik saya.

Pada pertemuan daring pertama di grup kelas yang kami buat untuk memudahlan komunikasi, saya melakukan sebuah riset dengan mengirimkan link angket kepada peserta didik saya. Link itu berisi pertanyaan tentang jenis gadget yang mereka miliki serta media sosial yang mereka biasa gunakan. Ini membantu saya mengidentifikasi media apa yang bisa saya manfaatkan dalam pendekatan dengan peserta didik meskipun mereka tidak berada di sekolah. Berdasarkan hasil angket yang terkumpul, jenis gadget yang biasa mereka gunakan adalah Smartphone. Sementara media sosial yang biasa mereka konsumsi adalah Youtube.

Dokpri
Dokpri

Saya kemudian memutuskan untuk memberanikan diri membuat sebuah channel Youtube pribadi yang nanti akan saya manfaatkan sebagai 'ruang kelas virtual' saya dalam mentransfer materi. Meskipun kita ketahuai diluar sana telah banyak konten kreator dalam bidang pendidikan, saya memiliki kepercayaan bahwa ketika peserta didik menyaksikan atau mendengar secara langsung suara sang guru pada sebuah media pembelajaran, chemistry itu masih terbangun.

Setelah banyak mempelajari teknik-teknik pembuatan video pembelajaran yang efektif dari berbagai sumber profesional yang terjangkau, saya sempat tidak percaya diri dan ingin mengurungkan niat saya. Menghadapi lensa kamera Smartphone rupanya tidak menyenangkan berdiri didepan peserta didik. Tidak ada yang membalas senyum dan salam saya, tidak ada gemuruh suara antusias dibarisan bangku paling belakang, hanya ada tripod dan laptop yang sesekali saya lirik sebagai prompter manual saya. Tapi ketika saya mengingat kembali bagaimana respon mereka yang merasa kesulitan karena harus belajar mandiri dari rumah, saya menyusun kembali kepercayaan diri saya satu persatu.

Berbekal dengan kain sprei warna merah muda (karena hanya itu warna polos yang saya miliki) yang kemudian saya bentangkan pada rak besi yang biasa saya gunakan untuk menjemur pakaian, jadilah background 'pink screen' saya. Video yang sudah saya rekam, saya sunting tampilan backgroundnya dari warna merah muda menjadi animasi yang menarik. Pemanfaatan aplikasi sunting ini juga saya dapatkan dari hasil belajar mandiri dan mudah ditemukan secara gratis pada Smartphone berbasis Android. Saking mudahnya, Chroma Key yang umumnya menggunakan warna hijau, dapat dengan cepat saya sesuaikan dengan warna sprei saya. Sebenarnya saya sudah mencoba dengan menggunakan warna asli dinding, yakni putih. Namun setelah saya uji coba, rupanya yang berubah tidak hanya dinding, namun mata, gigi dan separuh wajah saya ikut berubah. Hilang. Itulah pentingnya belajar. Agar kita tidak hilang ditelan ketidaktahuan, terutama dalam pemanfaatan bidang teknologi yang sudah sangat canggih sekarang ini.

Dokpri
Dokpri

Setelah berhasil membuat sebuah video dan direspon secara positif oleh peserta didik, saya mulai secara rutin membuat video berisi materi-materi layanan yang populer sesuai dengan keadaan peserta didik saat itu, seperti Cara Menghadapi Masa Sulit Bagi Remaja. Dalam hitungan minggu, saya mempunyai julukan baru seperti Konten Kreator atau bahkan Youtuber. Meskipun pada kenyataannya Youtube bukan satu-satunya media edukasi yang menarik minat peserta didik. Saya merasa ini adalah pencapaian pribadi saya sebagai pendidik yang luar biasa ditengah masa pandemi.

Pada beberapa waktu, saya juga mencoba memodifikasi jenis video yang saya buat, mulai dari video model ceramah menjadi video dengan studi kasus yang harus dipecahkan peserta didik. Saya bahkan sesekali membuat video dimana didalamnya saya sisipkan permainan edukatif agar menarik minat peserta didik.

Dokpri
Dokpri

Selain mengetahui jenis gadget dan media pembelajaran yang diminati peserta didik, pada riset yang saya buat sebelumnya juga menunjukkan kesulitan yang mereka hadapi selama masa daring. Salah satunya adalah kondisi jaringan internet yang buruk. Saya juga sempat mendata jenis provider yang mereka gunakan untuk bisa memetakan kekuatan jaringan sinyal. Bahkan saya sempat terpikir untuk mencari tahu titik lokasi dimana saja tower provider yang berdiri paling dekat dengan titik lokasi rumah mereka untuk selanjutnya agar dapat merekomendasikan jenis provider yang memudahkan mereka mengakses internet.

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri

Namun sekeras apapun saya berusaha dalam menyeimbangkan tantangan saat itu, tetap saja ada kendala yang muncul baik dari internal maupun eksternal. Seperti bagaimana dengan mereka yang memiliki gaya belajar non audio visual? Apakah proses pembelajaran daring ini sudah bisa memfasilitasi kebutuhan belajar mereka seutuhnya?

Inilah yang kemudian membuat saya berpikir keras, disatu sisi kami berharap pandemi segera berakhir dan disisi lain sekaligus bertanya-tanya apa yang terjadi setelah pandemi berakhir. Apakah mereka akan menemukan 'puzzle' yang hilang karena terlalu lama terbuai pada ekosistem virtual, sementara mereka juga digadang-gadang menjadi Generasi Emas Indonesia pada 2045?

Pertanyaan saya terjawab satu tahun kemudian. Pada 2022 saya secara kebetulan menyaksikan Mas Menteri mengumumkan adanya penyempurnaan kurikulum bernama Kurikulum Merdeka. Kurikulum apa lagi ini? Pertanyaan demi pertanyaan muncul seiring dengan masifnya acara seminar yang berdatangan membahas kurikulum ini. Bahkan ada project piloting yang ditujukan pada sekolah-sekolah tertentu yang ditunjuk saat itu.

Setelah saya mengikuti bahkan menerapkannya dalam proses penyusunan modul ajar di sekolah saya, saya memahami bahwa kurikulum ini lebih fokus pada materi esensial, karakter dan kompetensi peserta didik. Guru memiliki kesempatan dalam mengatur secara mandiri pola dan metode kegiatan belajar dengan mengacu pada fase yang sudah ditentukan diberbagai jenjang. Tidak ada tuntutan ruang, tidak ada pemaksaan materi. Semua terfokus pada kemampuan unik peserta didik masing-masing.

Mereka tidak harus mengerjakan tugas yang sama dengan teman lain yang sudah dianggap tuntas. Mereka juga bebas menunjukkan kelebihan mereka dalam hal positif apapun tanpa tekanan nilai akademik yang selama ini menghantui karena menjadi tolak ukur prestasi di sekolah.

Tentunya ini sangat melegakan bagi saya dan juga peserta didik nantinya. Mereka dapat merdeka belajar dan guru dapat merdeka mengajar. Antusias saya bertambah ketika mengetahui bahwa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia menyediakan Platform Merdeka Mengajar. Dimana setiap guru dapat mengakses fitur/menu yang ada di dalam platform Merdeka Mengajar.

Platform Merdeka Mengajar ini sangat bermanfaat bagi saya yang haus akan inspirasi dan inovasi. Selain dapat membantu guru dalam mendapatkan referensi, inspirasi, dan pemahaman dalam menerapkan Kurikulum Merdeka, platform ini juga dapat menjadi ruang untuk mengumpulkan karya saya selama menjadi guru. Kedepannya, dengan adanya platform Merdeka Mengajar ini semua guru dapat terus tergerak untuk menghadirkan proses belajar yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dalam situasi apapun.

Oh ya, channel Youtube saya masih dapat diakses dengan mengetikkan 'Jendela Widya' pada kolom pencarian. Widya artinya ilmu, harapan saya, saya bisa terus berbagi ilmu-ilmu positif sebagai guru dan sebagai pribadi pembelajar sepanjang hayat melalui media apapun termasuk Platform Merdeka Mengajar. 

Salam Merdeka Belajar!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun