"Oh begitu.. setelah itu ngapain lagi nak disana?"
"Sampun bu ngaten mawon.. terus jam sedoso kulo wangsul kalih Nene.. soale sampun ditelpun ibuk.."
Hatiku sedikit lega mendengar ending yang diceritakan Mila. Mila yang bermata sipit, hidung mancung dan berjanggut lancip sempat membuatku merinding membayangkan kemungkinan-kemungkinan terburuk terjadi padanya.
Disisi lain aku mengenal Mila sebagai anak perempuan yang lugu dan tulus. Tidak banyak bicara. Awas saja jika terjadi hal-hal buruk pada anak-anak didikku diluar sana. Akan kucari siapapun yang mengajaknya termasuk si Nene itu. Tapi aku belum mendengar cerita Mila tentang siapa Nene dan bagaimana ia bisa memiliki teman yang familiar dengan tempat karaoke.
"Oh ya Mila.. tadi kamu belum cerita, Nene itu siapa?", tanyaku tenang.
"Nene bu.. Nene.. adek kelas niku lho.. anak sepuluh IPS B!", suara Winta yang sedari tadi tak terdengar tiba-tiba melengking. Rupanya ia sedang sibuk mengamati tumpukan buku yang ada di meja kerjaku.
"Ne-ne.. anak sekolah sini?.. yang mana yaa..?", aku mulai cemas.
"Niku wau lho bu larene..", ucap Mila tiba-tiba sambil menunjuk seseorang yang katanya sempat melintas didepan ruanganku.
Aku bergegas beranjak dari tempat dudukku untuk melihat siapa yang baru saja melintas. Semoga masih terkejar agar aku bisa mengenali wajahnya.
Baru satu langkah aku keluar dari ruang BK, mataku tertuju pada satu-satunya anak yang ada di ujung selasar gedung sekolah. Tidak ada anak lain. Itu pasti dia.
Tak lama kakiku lemas.