"Sebentar.. sebentar.. karokean? Sama Nene?", tanyaku penasaran.
"Inggih bu.. wis tho Mil.. ceritoae.. Bu Anggi ki penakan kok karo cah cah koyok kenee.. ora bakal diseneni..", Reni semakin membuat Mila salah tingkah.
Melihat itu aku berusaha menenangkan keadaan agar mereka lebih nyaman terbuka untuk bercerita. Keadaan semacam ini memerlukan pendekatan khusus supaya Mila tidak merasa terpojokkan dan aku juga lebih mudah menggali informasi.
"Sudah Mila.. tidak usah takut.. cerita saja sama ibu, kalau malu nanti keruangan ibu yaa setelah sholat dhuhur..". Aku berusaha sebisa mungkin menebar senyum dan mengalihkan pembicaraan dengan menanyakan kabar tugas-tugas mereka selama dikelas. Meskipun kenyataannya aku mulai khawatir.
...
Pukul satu lebih lima menit, Mila yang ditemani Winta sudah duduk di sofa ruang tamu BK. Ada bias ketakutan yang luar biasa yang coba kutangkap dari raut wajah Mila. Sedangkan Winta sibuk bercermin membenahi kerudungnya.
"Ayo minum dulu.."
Kusuguhkan dua botol air mineral kepada dua gadis itu. Sepertinya memang Mila tidak berani sendirian bertemu denganku. Berbeda dengan Winta yang terlihat santai karena sudah sering main ke ruanganku untuk pelanggaran-pelanggaran kecil yang dilakukannya.
"Wis gek ndang cerito.. awakmu wingi karo sopo.. nyapo ae.. ndang..", Winta membuka percakapan itu sambil masih bercermin memastikan kerudungnya presisi.
"Iyaa Mila.. cerita aja.. Bu Anggi ngga marah lho.. kamu kan sudah beranjak dewasa, sudah bisa mengambil keputusan sendiri. Tahu mana yang baik dan buruk. Dan tahu konsekuensinya.. Gitukan yaa Mila..", jelasku lirih sambil tersenyum padanya.
Mila mulai terlihat gelisah.