Mohon tunggu...
Vivi Nurwida
Vivi Nurwida Mohon Tunggu... Lainnya - Mom of 4, mompreneur, penulis, pengemban dakwah yang semoga Allah ridai setiap langkahnya.

Menulis untuk menggambarkan sempurnanya Islam

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Remisi Narapidana, Bukti Ketidakseriusan Memberi Efek Jera?

19 April 2024   09:04 Diperbarui: 19 April 2024   09:59 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Remisi merupakan hal yang dinanti-nantikan para narapidana. Sebab, mereka akan mendapatkan pengurangan masa hukuman, yang artinya mereka bisa lebih cepat menghirup udara bebas. Momen idul Fitri adalah salah satu remisi khusus (keagamaan) yang diberikan kepada narapidana yang beragam Islam berdasarkan agama yang tercantum pada SPP Kepolisian.

Pemberian remisi atau pengurangan masa hukuman ini dianggap mampu menghemat anggaran negara. Negara mengklaim berhasil menghemat anggaran hingga puluhan miliar untuk pengadaan bahan makanan dari pemberian remisi ini.

Sebanyak 16.336 narapidana di Jawa Barat mendapat remisi Hari Raya Idul Fitri 1445 H, dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), pada Rabu (10/4).Dari jumlah tersebut, 128 orang di antaranya bisa langsung bebas tepat pada hari lebaran (cnnindonesia.com,16-04-2024).

Sementara itu, di tempat lain sebanyak 5.931 warga binaan di sejumlah lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) di Sulawesi Selatan juga mendapatkan remisi khusus Idul Fitri.14 orang di antaranya langsung bebas.Lebih rincinya, terdapat 5.917 warga binaan yang dapat RK I dan 14 warga binaan yang mendapatkan RK II ataupun langsung bebas.

Fakta di atas hanyalah dua contoh pemberian remisi di dua provinsi. Tentu, jika dikumpulkan data narapidana di seluruh provinsi yang ada di Indonesia jelas sangat banyak.

Tidak Memberi Efek Jera

Pemberian remisi pada momen-momen tertentu ini menunjukan bahwa sistem sanksi yang ada tidak mampu menjerakan. Bahkan, setelah keluar dari lapas mereka bisa kehilangan rasa takut dan bisa melakukan kejahatan yang lebih besar.

Dirangkum dari artikel yang diberitakan oleh kompas.com, sejumlah eks napi yang tertangkap kembali usai bebas dari penjara bervariasi wujudnya. Mulai dari menjadi kurir narkoba, melakukan pencurian, hingga aksi penjambretan di sejumlah lokasi dengan alasan karena kebutuhan hidup.

Hal ini menandakan bahwa pemberian remisi adalah bukti ketidakseriusan memberi efek jera. Buktinya, setelah keluar dari penjara mereka bukannya jera, tapi justru makin berulah.

Pemberian remisi terhadap narapidana juga akan memberikan efek buruk secara luas, sebab masyarakat juga akan menilai bahwa pengurangan hukuman adalah sinyal lemahnya hukum di negeri ini. Bahkan, seseorang yang telah merugikan negara dan merampok uang rakyat sekalipun mendapatkan pengurangan masa hukuman.

Buah Penerapan Sistem Kapitalisme

Masalah yang seringkali terjadi di tengah masyarakat ialah masalah ekonomi. Hanya akan ada sedikit perusahaan yang mau memperkejakan mantan napi. Susahnya mencari pekerjaan bagi mantan narapidana tentu membuat mereka bimbang tak tentu arah.

Demi untuk menyambung hidup, jika tak kuat iman, mereka akan melakukan segala cara. Bukan tidak mungkin, mereka akan melakukan kembali kejahatan yang pernah mereka lakukan, bahkan bisa jadi dengan kejahatan yang lebih besar. Tentu saja kondisi ini membuat masyarakat ketakutan dan keamanannya terancam.

Banyaknya kejahatan demi kejahatan yang terjadi adalah karena hukum yang ditetapkan adalah hukum ala kapitalisme-sekularisme buatan manusia, yang tidak akan mampu memberikan efek jera. Pemberian hukuman yang diberikan hanyalah formalitas, hanya sebagian kecil warga binaan saja yang akhirnya bertaubat, sementara lainnya bisa kembali berulah di tengah masyarakat.

Asas pemisahan agama dengan kehidupan dalam sistem Kapitalisme inilah biang segala kejahatan terjadi. Agama tidak dijadikan pedoman hidup. Sanksi hukum yang berasal dari Allah disingkirkan, diganti dengan hukum buatan manusia yang tidak mampu memberi efek jera.

Hukum Islam Memberi Efek Jera

Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna. Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Allah, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri dan dengan manusia yang lain. Dalam hal ini terkait tindak kejahatan yang menyangkut hubungan manusia dengan manusia yang lain, Islam mempunyai aturan yang mampu mencegah dan memberantasnya.

Untuk mengurangi kejahatan yang terjadi, negara wajib mencegah faktor-faktor yang akan memunculkan kejahatan itu terjadi. Salah satu faktor itu adalah faktor ekonomi, sebagaimana rangkuman berita di atas, di mana para mantan napi berulah demi mendapatkan uang.

Islam sendiri memiliki mekanisme khusus yang akan memberikan kesejahteraan kepada masyarakat. Jaminan kesejahteraan ini terwujud dalam jaminan kebutuhan hidup. Di antaranya adalah sandang, pangan, dan papan yang dijamin secara tidak langsung oleh negara dengan membuka lapangan pekerjaan sebesar-besarnya bagi laki-laki yang sudah mempunyai kewajiban mencari nafkah.

 Dengan bekerja, mereka akan mampu menghidupi dirinya, juga keluarganya. Pembukaan lapangan pekerjaan yang luas ini juga karena penerapan kepemilikan yang diatur sesuai syariat Islam. Dalam Islam, sumber daya alam yang termasuk milik umum seperti air, api, padang rumput, hutan dan barang tambang akan dikelola secara mandiri oleh negara tanpa campur tangan asing/swasta. Dengan pengelolaan sesuai ajaran Islam, negara akan mampu menyerap banyak pekerja.

 

Dengan penerapan tersebut pula negara mampu menjamin kebutuhan pokok publik secara langsung. Yakni menjamin kesehatan, pendidikan dan keamanan masyarakat secara berkualitas dan gratis. Jaminan ini berlaku untuk warga negara Khilafah tanpa memandang apakah ia muslim atau kafir dzimmi, kaya ataupun miskin. Semua mendapatkan hak atau jaminan yang sama. Ketika kebutuhan hidup terjamin, maka kejahatan akan bisa diminimalisir.

Sistem pendidikan yang berlandaskan Islam ditetapkan oleh negara guna membentuk individu yang berkepribadian Islam dengan iman yang kuat. Dengan begitu ia akan menjauhi kemaksiatan atau kejahatan atas kesadaran dan dorongan imannya.

Jika dengan jaminan kebutuhan dan penerapan pendidikan Islam tersebut adalah bentuk pencegahan dari negara agar tidak terjadi bentuk kejahatan di tengah masyarakat. Adapun juga masih terjadi maka sistem sanksi Islam akan diberikan kepada pelaku. Sistem sanksi ini beragam berdasarkan bentuk kejahatan yang ia lakukan, misal potong tangan bagi pencuri, qishosh bagi pelaku pembunuhan, dan sebagainya. Sanksi hukum Islam akan mampu memberi efek jera sebagai upaya terakhir memberantas kejahatan atau kemaksiatan.

Sanksi hukum Islam akan menjadi jawabir atau penebus dosa bagi pelaku dan zawajir yakni mencegah kejahatan serupa terjadi di tengah masyarakat. Semua ini hanya akan terwujud di dalam negara yang menerapkan Islam secara kafah, sudah semestinya kita memperjuangkannya!

Wallahu a'lam bisshowab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun