Kalau kata Om saya, Om Juno, “Yang fana itu waktu. Kita abadi." Nah, kalau kata saya, “Yang fana itu manusia. Tulisannya abadi."
Saya pernah mentweet ini, “Cara menghidupkan masa muda di hari tua nanti, yaitu membaca tulisan kita saat ini. Maka jika kau tak menulis, masa mudamu akan mati.”
Nah kebetulan satu pemikiraan dengan seorang penulis, Bang Alit Susanto, “Kenapa aku menulis buku? Agar kelak saat tak lagi bernyawa ragaku, semua ceritaku bisa dibaca oleh anak cucu.”
Ada pertanyaan. Bagaimana kalau kita baru ingin memulai menulis? Bagaimana menuliskannya? Sepertinya juga sudah terlambat? Jangan khawatir masalah umur, bukankah orang belajar juga tak mengenal usia? Menulis pun begitu.
Oh iya, memang banyak orang yang bertanya tentang bagaimana menuangkan ide-ide yg ada di kepala ke dalam sebuah tulisan. Jawabannya sederhana, “Mulai menulis saja.” Tak peduli seberapa kacau susunan bahasamu, seberapa rancu diksimu, yang terpenting mulailah dulu. Bukankah untuk telaten, orang harus mulai latihan.
Ada lagi pertanyaan. Apakah manfaat menulis hanya untuk di masa depan? Orang yang baru memulai berarti belum bisa mendapatkan manfaatnya saat ini, karena belum ada tulisan di masa lalu? Justru saat ini manfaatnya sedang melimpah-limpahnya. Salah satunya, kita akan memahami bahwa untuk mengabadikan isi kepala, maka menulislah.
Nah, ketika kita memiliki sebuah keresahan misalnya. Kemudian keresahan itu dituliskan. Sebenarnya kita sudah mengeluarkan satu wujud lain dari diri kita. Sehingga kita bagaikan telah berhadapan langsung dengan refleksi kita sendiri. Maka inilah kesempatan kita tuk membedahnya.
Lihatlah dengan teliti, bagian mana dari wujud itu yang meresahkanmu, apa yang perlu kau ubah, kau ganti, kau tambahi, atau kau kau kurangi. Daannnn bwoooommmmm!!! Kau berhasil mengoperasi satu wujud dari refleksi dirimu sendiri untuk menjadi lebih baik. Sebab sejatinya, menulis adalah cerminan diri sekaligus proses membaca diri.
Ada lagi manfaat menulis untuk saat ini? Masih banyak, teman-teman! Di antaranya: menulis adalah obat instan untuk patah hati. Baik itu menulis dengan pulpen di lembaran kertas, atau menulis dengan paku di muka mantan. Nah kan? Dampaknya sangat bermanfaat untuk saat ini, dan tentunya untuk masa yang akan datang juga.
Langsung saja deh kesimpulan. Maka, buat apa kita menghabiskan waktu untuk memikirkan tulisan apa yang ingin orang lain lihat? Toh dampak positifnya lebih pada kita sendiri juga. Sebab sekali lagi, menulis adalah wadah yang sangat baik untuk kita bisa intropeksi, mendewasakan diri, dan berkenalan lebih jauh lagi dengan diri sendiri. Untuk kita lebih peka dengan keadaan sekitar, terlebih dengan perasaan orang lain, dan tentunya dengan perasaan kita sendiri.
Kata kakek saya, Mbah Pramoedya, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.” Jadi, jika menulis adalah cara mudah mengabadikan diri dan cara asyik untuk membuat jejak rekam pribadi, kenapa kita tidak memulai? Kalau bukan kita sendiri, siapa lagi? Kalau bukan saat ini, kapan lagi? Salam hangatku untuk teman-temanmu yang masih ragu untuk mulai menulis :)