Mohon tunggu...
Lutfi Azka N.H.
Lutfi Azka N.H. Mohon Tunggu... -

Hidup itu belajar, iya belajar untuk tetap bertahan. Selamat bahagia sahabat !

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menjadi Shalihah Untuk yang Shalih

4 April 2016   10:11 Diperbarui: 4 April 2016   10:56 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kau tahu kawan, insiden apa yang membuatku berubah 100 % dari sebelumnya? Sebagai wanita, meskipun aku masih belum dewasa. Dahulu aku telah mengenal rasa cinta atau sekedar suka sejak 6 SD. Yach rasa itu kulabuhkan untuk lelaki bernama Ahmad. Mimpi tentang cinta itu mulai terajut seiring berjalannya waktu. Mimpi besarku, aku ingin suatu saat kelak, lelaki yang pertama kali menyentuhku dan mencium keningku adalah suamiku, seorang yang aku cinta dan sayangi. Dan saat mimpi itu terajut, mas Ahmad’lah yang selalu ada dalam fikirku maupun khayalku. Aku tak ingin seperti wanita lain, menjalin hubungan dengan lelaki yang belum menjadi mahramnya. Aku ingin suci, bersih untuk suamiku kelak.

Tapi malam itu, serasa aku tak mampu lagi hidup atau sekedar berdiri. Ingin selalu melupakan mimpi buruk itu, namun selalu teringat dan membuatku benar-benar tak punya setetes asa untuk hidup kembali. Malam itu, sekitar pukul 23.00, keadaan rumah nenek sangatlah sepi. Semua sudah tertidur lelap karena letihnya beraktivitas di siang hari. Aku memang sering tidur di rumah nenek, untuk menemaninya. Tapi malam itu, nenek tertidur di ruang tengah dan aku telah tertidur pulas juga di ruang depan. Saat malam mulai membeku, sepi semakin menyanyat, dingin semakin menggerogot, dan tanpa satu orangpun tahu malam itu, keprawanan seorang gadis dipertaruhkan. Mahkota terindahku terenggut oleh anggota keluarga sendiri, pakde X. Aku tak mampu melawannya, beribu cara kulakukan untuk menghindarinya, pergi dari tempat itu, teriak sekeras mungkin. Tapi apalah daya, apa yang aku dapat malam itu, benar-benar suatu malapetaka. Aku menangis tanpa henti, menangis di ruang pojok kamar. Benarkah ini nyata Tuhan? Aku ingin segera beranjak dari mimpi buruk ini. Kenapa ini terjadi kepadaku? Semua anggota keluargaku hanya diam tanpa sepatah kata atas insiden itu. Aku benci, benci dan benci. Benci atas nasibku, benci atas sikap mereka yang tak mau menghukumi orang bejat itu. Dimana hijab yang selama ini menjadi sahabatku? Kenapa kau hanya diam ketika semua itu merenggutku? Sejak saat itulah aku mulai menghindari Mas Ahmad. Aku merasa tak pantas berada di sampingnya, atau menjadi pendampingnya kelak.

Malam ini, setelah membuka surat dari mas Ahmad. Entah mengapa, aku tergerak untuk melangkahkan kaki untuk mengambil air wudhu. Aku ingin malam ini menikmati malamku bersama Tuhan, bermunajat dengan-Nya disepertiga malam. Tuhan yang selama ini aku lupakan. Tuhan yang selama ini selalu aku salahkan. Tak sengaja saat aku melewati kamar sholatan di rumah, aku mendengar seseguk tangisan yang sangat lirih. Isak tangis yang benar-benar menyanyat hati. Pelan-pelan ku buka pintu untuk sekedar mengintip siapakah itu. Ya allah, itu abah. Abah yang selama ini selalu tegar dalam hidup, selalu kuat dalam hidup. Beliau menangis saat menyebut namaku dalam do’anya. Sangat terdengar namaku dari bibirnya. Ya allah, apakah setiap hari abahku menangis seperti ini di pangkuan-Mu? Apakah semua tangisannya hanya karena ulahku beberapa tahun terakhir ini. Abah, umi, maafkan anakmu yang sudah berubah. Maafkan anakmu yang selalu menyalahkan, maafkan anakmua yang selalu membangkang.

Dan malam itu. Aku menangis dalam sujudku kepada-Nya. Aku bersimpuh, memohon maaf atas segala goresan hitam yang aku perbuat selama ini. Dan malam itu pula, aku mencari sahabat lamaku di almari. Dia lusuh dan sangat berdebu. Aku benar-benar merindunya. Merindunya untuk menemani langkahku kembali. Dan mulai saat itu, aku akan memakai hijab lagi untuk melindungi mahkotaku. Aku akan meminta maaf kepada abah, umi selama ini. Aku benar-benar rindu diriku yang dulu. Dan Mar’ah. Meme akan kembali menjadi Mar’ah. Tunggu Mar’ah. Kau kan hidup kembali menjadi muslimah sejati

            Terimakasih Mas Ahmad, atas sepucuk surat yang lebih dari segalanya. Makasih atas segala pengertian dan perhatianmu. Memang benar, seperti apapun wanita, dia selau punya harapan untuk menjadi bidadari-bidadari surga. Dan makasih sudah mau menuntunku menjadi bidadari surga-Nya. Dan yang selalu aku ingat mas, orang baik akan bersama orang baik, orang jelek akan bersama dengan orang jelek. Aku akan memantaskan diri menjadi wanita muslimah, untuk lelaki yang shalih kelak mas. Lelaki shalih yang kelak akan menjadi imamku. Dan aku berharap sampean adalah imamku untuk selamanya.

 [caption caption="vivieazka@blogspot.com"]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun