[caption id="attachment_246825" align="alignnone" width="300" caption="Ayo sekolah buat masa depan..."][/caption] Menonton berita di tv beberapa hari terakhir sungguh menggelikan. Ucapan anggota DPR bahwa pembangunan gedung baru senilai 1,3 T, jangan dikaitkan dengan kemiskinan.. Lah.. apa ngga' mikir bahwa duit segitu sangat berguna untuk mengangkat kualitas penduduk Indonesia yang bahkan mengenyam pendidikan tinggi aja nggak mampu? Ditambah dengan sistem pendidikan yang tidak berkualitas, bagaimana generasi masa depan Indonesia bisa bersaing di kancah internasional? Lihatlah sekolah-sekolah terpencil yang tidak punya guru, karena sebagian besar guru lebih memilih mengajar di tempat lain yang lebih pasti? Mengapa? kembali lagi ke soal gai dan kesejahteraan.. Siapa mau tinggal dan mengajar di tempat terpencil yang akses kesejahteraannnya nol, fasilitas mengajar minus, dapat gaji kecil, telat pula terimanya? Oke lah... DPR mengatakan jangan kaitkan gedung mewah kami dengan kemiskinan! Upaya apa sih yang sudah diambil Pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan? Menurut Menteri Sosial Salim Segaf Al-Jufri, pada bulan Juli 2010, sekitar 13,33 persen atau 31,2 juta jiwa penduduk Indonesia termasuk dalam kategori miskin. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) penghasilan Rp7.000 per hari atau Rp200 ribu per bulan sudah dipastikan rumah tangga tersebut dalam kategori miskin. Namun tidak semua dari jumlah tersebut bisa dipastikan berada dibawah garis kemiskinan, ada yang ditengah, bahkan diatas garis tersebut 3 KLASTER DALAM UPAYA PENGENTASAN KEMISKINAN OLEH PEMERINTAH Menurut Mensos, ada tiga klaster dalam upaya pengentasan kemiskinan,
- Klaster Pertama : Bantuan dan Perlindungan Sosial untuk Masyarakat Miskin, targetnya adalah masyarakat yang tergolong very poor, basisnya adalah rumah tangga. Bentuknya : Program Keluarga Harapan (PKH) sebagai pengganti BLT , Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), beasiswa untuk anak-anak dari keluarga miskin, pemberian bantuan untuk para penyandang cacat permanen dan para manula yang tidak dapat diberdayakan melainkan diberikan bantuan untuk bertahan hidup.
- Klaster kedua : pemberdayaan masyarakat tingkat usia 15-55 tahun yang masih dapat diberdayakan melalui pemberian stimulan atau dana rangsangan untuk mengembangkan peningkatan pendapatan masyarakat miskin. program utamanya adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.
- Klaster Ketiga: pembentukan keluarga harapan dengan mengubah pola pikir masyarakat mengenai kemiskinan. Bentuknya adalah ‘Pemberdayaan untuk Usaha Mikro dan Kecil’, dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebagai program unggulan.
Jadi yang diwacanakan adalah pemberian bantuan kepada masyarakat miskin. Pertanyaannya sekarang, apakah pemberian bentuan itu efektif bagi masyarakat miskin? Keinginan pemerintah memberikan bantuan patut dihargai. Kompleksnya masalah kemiskinan di Indonesia memang tidak mudah dicari solusinya. Seperti dikatakan oleh Raiffaisen, pendiri dan pelopor credit union :
Ternyata derma/bantuan tak memecahkan masalah kemiskinan. Sebab kemiskinan adalah akibat dari cara berpikir yang keliru. Penggunaan uang tak terkontrol dan tak sedikit penerima derma memboroskan uangnya agar dapat segera minta derma lagi.
Raiffeisen berkesimpulan: “kesulitan si miskin hanya dapat diatasi oleh si miskin itu sendiri. Si miskin harus mengumpulkan uang secara bersama-sama dan kemudian meminjamkan kepada sesama mereka juga. Pinjaman harus digunakan untuk tujuan yang produktif yang memberikan penghasilan. Jaminan pinjaman adalah watak si peminjam.” Kebersamaan dan solidaritas inilah yang kemudian menumbuhkan sikap bertanggung jawab dan memunculkan kemauan sendiri untuk melangkah keluar dari kemiskinan. [caption id="attachment_246837" align="alignnone" width="300" caption="ibu pencari rumput di tosari"][/caption] Hal inilah yang membuat Credit Union sebagai salah satu microfinance merupakan solusi terbaik untuk mengubah wajah kemiskinan di Indonesia. Bukan memberikan bantuan, tapi merubah pola pikir, memberikan pendidikan, dan dukungan secara berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H