Siapa bisa sangkal, di zaman sekarang kita hidup serba menggunakan peralatan elektronik. Mulai dari TV, radio, AC, komputer sampai telepon genggam, semua merupakan alat-alat elektronik. Namun, setelah tidak digunakan, dikemanakan produk-produk elektronik tersebut?
Amerika Serikat disebut-sebut sebagai penyumbang terbesar sampah elektronik di dunia, dengan 10,4 juta ton sampah pada 2012, sedangkan diurutan kedua ada China dengan 8 juta ton sampah per tanggal 17 Desember 2013. Menurut data Solving the E-Waste Problem (StEP), dalam setahun 184 negara menghasilkan produk elektronik sebanyak 54 juta ton dan diperkirakan pada tahun 2017, angka ini akan meningkat sebanyak 33% atau setara dengan 72 juta ton. Jika diumpamakan, jumlah ini sama dengan 11 kali volume piramida Giza di Mesir! Sungguh mengerikan bukan?! Seperti duduk di atas bom waktu mengingat betapa bahayanya dampak dari sampah elektronik ini.
Biasanya, sampah elektronik dari negara maju dikirim ke Asia atau Afrika untuk daur ulang. Namun, cara pengolahannya masih tradisional dengan mengambil sebagian material berharga, seperti emas, perak, dan perunggu. Sehingga proses ini berdampak buruk, yaitu meracuni lingkungan yang berujung pada manusia.
Walaupun dibeberapa negara pengertian sampah elektronik berbeda, contohnya di AS, sampah elektronik peralatan listrik seperti televisi dan komputer. Sementara diEropa barang elektronik adalah semua benda yang digerakan baterai atau punya colokan listrik. Sehingga dibuatlah peta digital di atas.
Indonesia sendiri mampu memproduksi komputer 12.491.899.469 kg/tahun, dengan jumlah impor 35.344.733 kg/tahun. Dan potensi e-waste yang dihasilkan mencapai 36.020.493.768 kg/tahun. Padahal komposisi dalam sebuah komputer banyak mengandung silica/glass, palstik, ferrous metal dan lain-lain. Belum lagi komponen komputer lainnya seperti printer, scanner, dan sebagainya. Inisiatif StEP tentu saja berharap para perusahaan elektronik sadar dan bertindak terhadap sampah elektronik yang mereka hasilkan ini. Sayangnya, masih kurang kesadaran dari pelaku industri ini untuk menyikapi sampah berbahaya ini.
Terlepas dari kurangnya inisiatif perusahaan dalam me-manage sampah elektronik, ternyata ada loh perusahaan yang peduli. Sebut saja Brother, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang IT yang memproduksi printer multifungsi juga mesin jahit. Brother dalam pelaksanaannya telah mengadopsi 5R, yaitu:
1. REDUCE (MENGURANGI) bahan limbah dengan daur ulang
2. REUSE (MENGGUNAKAN KEMBALI) produk bahan limbah
3. REFUSE (MENOLAK) membeli produk yang tidak ramah lingkungan
4. REFORM (MEMBENTUK ULANG) bahan dan menggunakannya kembali
5. RECYCLE (MENDAUR ULANG) daripada membuang
Berdasarkan konsep ini Brother menyuarakan kepeduliannya terhadap lingkungan dengan membangun pusat daur ulangi di Jepang yang mampu membongkar, memisahkan, menggolongkan, memulihkan dan kemudian mendaur ulang produk-produk limbah, Proyek Hijau Brother (the Brother Green Project) yang merupakan prakarsa daur ulang dengan menerima kembali produk habis pakai Brother (kartrid tinta inkjet, kartrid tinta toner, dan drum) dari pelanggan, dan masih banyak lagi.
Cukup inspiratif aksi dari Brother guna mengurangi sampah elektronik yang mengerikan. So, kalau kamu salah satu perusahaan elektronik, tindakan inspiratif apa yang akan kamu lakukan untuk melindungi lingkungan?
Sumber:
2017 Volume Sampah Elektronik Setara 11 Piramida Giza