Mohon tunggu...
Vivi A
Vivi A Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Peran Guru Sekolah Dasar dalam Mencegah Perilaku Menyimpang Pada Muda Mudi Bangsa

4 Oktober 2024   16:26 Diperbarui: 4 Oktober 2024   17:06 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis: Vivi Amalia Purnama, Dwi Cahaya Nurani

Pendidikan adalah sebuah usaha manusia untuk mengembangkan prilaku yang sesuai dengan nilai dan norma masyarakat dan mesti diterapkan sepanjang hidup baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, teman, ataupun masyarakat. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal I butir 1 menegaskan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan lingkungan dan proses belajar mengajar yang dapat mengembangkan potensi peserta didik secara positif untuk memperoleh kekuatan keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara

Pendidikan juga merupakan usaha yang dilakukan sekolah untuk menanamkan nilai moral kepada peserta didik. Sekolah harus dapat memastikan keberhasilan para peserta didik yang ada di dalamnya, memastikan bahwa kondisi belajar dan pergaulan peserta didik terarah, lancar, dan tidak mengandung unsur negatif. Dengan demikian, kegiatan mendidik bertujuan untuk mengajarkan peserta didik untuk bertindak dan berperilaku baik di lingkungan mana pun dengan mengembangkan sikap serta emosi yang positif dan mental yang kuat, sehingga memperkecil atau menghilangkan indikasi perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang didefinisikan sebagai tindakan yang melanggar norma atau aturan yang berlaku di lingkungan sekolah. Perilaku menyimpang pada siswa tidak terjadi secara langsung, namun bisa terjadi karena pengaruh yang dilakukan oleh sesama temannya. Perilaku menyimpang tidak hanya merugikan siswa yang melakukannya, tetapi juga dapat berdampak buruk pada lingkungan sekolah dan orang-orang di sekitarnya.

Menurut data UNICEF , perilaku menyimpang remaja di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 50%. Bentuk-bentuk penyimpangan yang dilakukan peserta didik seperti melanggar peraturan, tidak disiplin, suka mengintip teman di toilet, berkata kata yang mengandung unsur seksual, mencontek dan tidak mengerjakan tugas, suka berlagak layaknya lawan jenis, serta suka melontarkan ejekan dan tindakan yang kasar. Peserta didik yang terindikasi memiliki perilaku menyimpang di lingkungan sekolah memerlukan perhatian dan bimbingan lebih dari pihak sekolah. Guru harus selalu sedia dan tanggap dalam mengidentifikasi perilaku peserta didik yang terkategori tidak wajar. Banyak studi yang membahas bahwa perilaku menyimpang banyak terjadi pada kalangan remaja di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA), karena pada usia 12-18 kondisi ketika remaja mengalami kebingungan dalam menentukan identitas dirinya. Kondisi ini dapat terjadi karena remaja sedang dalam masa transisi menuju kedewasaan dan mengalami berbagai perubahan, seperti perubahan bentuk fisik, hormon, dan ketertarikan pada lawan jenis serta terpengaruh oleh lingkungan tempat mereka bergaul.

Semua perilaku menyimpang yang ditemukan pada peserta didik sesungguhnya dapat dicegah oleh guru, khususnya guru di jenjang sekolah dasar. Pada periode kehidupan yang sangat berharga ini, rentang usia 6-12 tahun pendidikan karakter melalui sebuah pembiasaan yang penuh perhatian menjadi kunci untuk membentuk generasi yang cemerlang. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Shoimah (2021), membiasakan anak untuk berbuat baik adalah langkah krusial yang dapat diambil untuk menanamkan nilai-nilai positif yang memancarkan kebaikan dalam diri mereka. Dengan kegiatan rutin, terprogram, dan insidental, kita dapat membangun fondasi yang kuat bagi mental anak-anak, mempersiapkan mereka untuk menghadapi segala tantangan yang akan datang.

Metode pembiasaan adalah sebuah seni. Ini adalah praktik luar biasa melakukan hal yang sama berulang kali dengan sungguh-sungguh, bertujuan untuk memperkuat asosiasi positif dan menyempurnakan keterampilan agar menjadi bagian dari diri mereka. Penting untuk menyadari bahwa kecenderungan dan naluri anak-anak dalam proses pengajaran adalah elemen fundamental, maka sudah sepatutnya bagi kita para guru untuk memusatkan perhatian pada pengajaran kebaikan dan mulai membiasakan hal ini secepat mungkin, saat mereka mulai memahami realita kehidupan. Metode pembiasaan yang diterapkan di usia sekolah dasar terbukti sangat efektif! Pada masa ini, anak-anak memiliki daya ingat yang luar biasa dan kepribadian yang masih berkembang, sehingga mereka mudah dibentuk.

Segala kebiasaan baik yang ditanamkan dalam keseharian mereka seperti nilai-nilai moral yang sejalan dengan ajaran agama dan etika dapat meresap dalam jiwa mereka. Kebiasaan tersebut akan membentuk sikap disiplin yang menjadi fundamental dalam hal ini, karena disiplin bukan hanya sekedar aturan ia merupakan dasar yang membangun sikap patuh dan taat dalam diri anak terhadap norma-norma yang ada. Disiplin adalah sistem pengendalian yang diterapkan oleh guru untuk mengarahkan anak-anak didiknya agar dapat berfungsi dengan baik dalam masyarakat. Ketika sikap dan penampilan peserta didik selaras dengan nilai, norma, dan ketentuan yang berlaku di sekolah, kita telah menciptakan lingkungan yang produktif dan penuh harapan bagi generasi mendatang.

Apabila Guru Sekolah Dasar benar-benar berani menerapkan pembiasaan-pembiasaan positif, mereka bukan hanya akan mencetak anak didik unggulan dalam akademik, tetapi juga individu yang memiliki etika, moral, mental, emosional, dan kedisiplinan yang membuat orang lain iri. Ketika anak-anak ini melangkah ke masa remaja dan melanjutkan pendidikan ke SMP dan SMA, mereka akan tampil percaya diri dan tak akan terperosok dalam perilaku negatif seperti penyimpangan remaja, mengapa? Karena mereka yang memiliki bekal yang bermanfaat tak akan gelisah melihat apa yang dimiliki orang lain bahkan mereka siap untuk berbagi apa yang mereka bawa. Sebaliknya, mereka yang tidak memiliki bekal akan terus-menerus melirik dan terjebak dalam perasaan iri, menganggap apa pun yang ditawarkan sebagai jalan keluar, meskipun itu adalah racun yang bisa menghancurkan diri mereka sendiri.

Menjadi seorang guru adalah sebuah kesempatan luar biasa untuk berkontribusi pada masa depan Indonesia dengan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Tugas kita tidak hanya mengajarkan membaca dan menulis, tetapi juga membantu setiap anak untuk tumbuh dan bersinar. Keberhasilan kita tercermin dalam keberhasilan mereka, dan kita memiliki kekuatan untuk menciptakan perubahan positif dalam hidup anak-anak. Oleh karena itu, ayo kita berkomitmen untuk mendukung dan membimbing mereka dengan penuh kasih, memahami kebutuhan mereka, serta mengatasi tantangan yang ada, sehingga kita dapat bersama-sama menciptakan generasi yang cerah dan penuh harapan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun