Mohon tunggu...
Vivi Al-Hinduan
Vivi Al-Hinduan Mohon Tunggu... -

a writer, a journalist

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Sudahkah Putra-Putri Kita Merdeka dari Gadget?

17 Agustus 2015   16:52 Diperbarui: 17 Agustus 2015   17:18 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya termasuk generasi yang beruntung. lahir di tahun 80an dan belum mengenal gadget ( sudah tuwir, ya? :) ). Saat ini, banyak orangtua yang bingung karena putra-putri mereka sudah terlalu akrab dengan 'kantong ajaib' bernama gadget itu, termasuk keponakan saya sendiri yang baru berusia lima tahun. setiap hari kerjanya main games di smartphone, khusuk sekali. bahkan kakaknya yang sekarang baru naik kelas 6 SD sudah punya akun Facebook sendiri, main dari smartphonenya. luar biasa!

menurut data Lembaga Riset Statista di Amerika Serikat, 17% anak berusia di bawah delapan tahun menggunakan smartphone dan tablet setiap hari. beberapa lainnya aktif bermain games mobile, bermain video games di konsol, hingga membaca e-book. sementara lembaga riset lain merilis survey bahwa sebanyak 38% anak di bawah 2 tahun sudah akrab dengan gadget/ smartphone. 2 dari 5 anak sudah mengenal gadget sejak dini, meski hanya sebatas bermain games. selain mengakibatkan masalah kesehatan dan anti-sosial, gadget pada remaja juga rentan menimbulkan masalah sosial seperti bahaya pornografi yang sangat mudah diakses dari gadget mereka tanpa sepengetahuan orangtua.

Sementara riset yang diprakarsai Abertawe Bro Morgannwg University (ABMU) Health Board,  jumlah anak yang dirawat akibat sakit leher dan tulang punggung meningkat dua kali lipat hanya dalam waktu enam bulan. Dalam risetnya, peneliti menemukan, 64 persen dari 204 responden anak berusia 7-18 tahun, menderita sakit punggung. Namun, hampir 90 persen tidak mengatakan kepada siapa pun terkait sakit yang diderita. Sementara itu, 72 persen anak usia sekolah dasar mengakui mengalami sakit punggung. Tidak hanya dari segi kesehatan, penggunaan gadget pada anak usia dini juga dapat menimbulkan dampak negatif pada bidang sosial, menurut data yang dilansir situs suaramerdeka.com, di Jepang, gejala kecanduan gadget ini dikenal sebagai hikikomuri, dan telah menjadi gejala sosial yang serius. Anak dengan hikikomuri cenderung menarik diri dari pergaulan dan interaksi dengan dunia nyata dan lebih memilih untuk berinteraksi di dunia maya. Mereka menjadi asosial. Di banyak daerah di tanah air, Kantor Urusan Agama (KUA) mengalami lonjakan permintaan dispensasi nikah, yang diajukan oleh pasangan di bawah umur karena kehamilan di luar nikah. Perangkat komunikasi yang semakin user friendly disalahgunakan anak-anak untuk mengakses dan menyebarkan informasi yang belum pantas mereka konsumsi. Informasi itu membuat kedewasaan biologis seperti dikarbit, sementara kedewasaan emosional justru melambat. Rendahnya kedewasaan emosional itu dapat dilihat dari mudahnya para remaja menjadi galau oleh hal-hal yang remeh-temeh. Mereka mudah mengeluh dan putus asa pada persoalan sepele yang dihadapinya (suaramerdeka.com).

Psikolog dan Pendiri Yayasan Kita dan Buah hati, Elly Risman, mengatakan, Kebanyakan orangtua tidak punya antisipasi akan apa yang akan terjadi, disentifikasi (kultur pingsan). Jangankan antisipasi, rata-rata tidak sadar (akan efek perkembangan teknologi),” ungkap psikolog Elly Risman di sela acara “Mengenali dan Mengatasi Adiksi Pornografi pada Anak dan Remaja” di Universitas Paramadina, beberapa waktu lalu.

Contoh ketidaksadaran itu diterapkan orangtua dengan memanjakan anaknya dengan perangkat gadget yang tidak sesuai kapasitas mereka. “Sebanyak 60 persen anak mendapat peralatan (gadget) dari orangtuanya tanpa alasan yang jelas,” kata Elly.

Berdasarkan suatu penelitian terhadap anak-anak sekolah pada 2006, sebanyak 67 persen anak kelas 4 sampai 6 mengaku sudah melihat pornografi. Sekitar 24 persen di antaranya diakses dari komik dan 22 persen dari internet. Sementara di antara mereka yang melihat pornografi, sebanyak 44 persen mengaku merasa jijik, sedangkan 22 persen merasa sudah biasa. Wow!

Wahai para orangtua, beranikah Anda memerdekakan putra-putri Anda dari dampak negatif gadget sekarang juga?

sumber tulisan: berbagai sumber

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun