Mohon tunggu...
Vivia Faustine Gunawan
Vivia Faustine Gunawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Teknologi Sains Data Universitas Airlangga

seseorang dengan rasa keingintahuannya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Dua Tahun Pandemi Covid-19: Hubungan Parenting dengan Bermain Instrumen Musik

7 Juli 2022   15:13 Diperbarui: 7 Juli 2022   15:28 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Situasi pandemi COVID-19 sangat berdampak pada berbagai sektor dalam aktivitas kehidupan manusia. Seluruh lapisan masyarakat diharuskan segera beradaptasi dengan kebiasaan baru seiring dengan diterapkannya beragam kebijakan sebagai upaya menurunkan tingkat penyebaran COVID-19. Salah satu perubahan yang telah terjadi adalah aktivitas-aktivitas beralih dari luring menjadi daring, termasuk pada ranah pendidikan dan pekerjaan. 

Sebagaimana yang disampaikan oleh Menkominfo (2021), salah satu dampak positif dari pandemi COVID-19 ialah bangsa Indonesia dapat mengalami kemajuan digital seiring dengan tuntutan global. Kemajuan era digital yang cukup pesat ini meningkatkan penggunaan gawai di berbagai kalangan masyarakat, mulai dari orang dewasa, remaja hingga anak-anak. 

Dilakukannya hasil survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun 2020 menunjukkan bahwa rata-rata anak menggunakan gawai milik sendiri sebanyak 71,3 persen. Pemakaian gawai oleh anak tanpa disertai aturan penggunaan dari orang tua ditunjukkan sebesar 79 persen (Riana, 2021). 

Sayangnya, banyak orang tua di Indonesia justru menggunakan gawai sebagai sarana hiburan untuk sang anak. Tak jarang, anak menatap layar gawai dalam posisi yang sama dan waktu yang lama, tanpa adanya batasan serta pendampingan. Hal tersebut sangat terlihat memprihatinkan, dilihat dari banyaknya dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari anak yang menggunakan gawai secara berlebihan. Padahal, anak merupakan harapan kemajuan bangsa.

Dua tahun pandemi terakhir ini, kelihatannya kemampuan anak-anak tidak berkembang dengan maksimal dikarenakan ketidakcocokan sistem pembelajaran yang dilakukan dengan metode google form dan zoom. Masyarakat memang masih belum terbiasa dengan metode ini sehingga membuat perubahan 180 derajat dari sistem konvensional menjadi sistem teknologi modern.

Pada awal mula terjadi pandemi COVID-19, para akademisi juga belum siap dalam menghadapi hal tersebut, tetapi seiring berjalannya waktu dilakukannya trial dan error dalam merancang sistem pembelajaran dan penilaian yang sesuai untuk melihat perkembangan akademis murid-murid. 

Selama dua tahun terakhir itu pula, para akademisi telah mencapai suatu titik dimana mereka mulai paham cara menggunakan teknologi tersebut. Namun sayangnya, perkembangan akademis pada sisi anak seperti terhenti  (stuck) dan terasa tidak ada kemajuan yang berarti dikarenakan para orang tua yang merasa kesulitan dalam mengajari anak-anaknya. 

Kondisi pandemi mengharuskan orang tua untuk mengawal proses pembelajaran si anak karena dibutuhkannya mentor yang dapat membimbing mereka untuk melakukan sistem teknologi, seperti menyiapkan zoom maupun google form. 

Berlama-lama memaksakan anak untuk duduk berdiam diri di depan layar monitor dapat membuat anak jenuh dan bosan, bahkan bagi orang dewasa pun lebih mampu menahan diri juga dapat merasakan hal yang sama apabila dipaksa selama berjam-jam menghadap layar monitor.

Hal inilah yang menjadikan penurunan atau stagnasi dari perkembangan anak didik, yang mana momentum tersebut dapat dimanfaatkan untuk melatih anak dalam melakukan hal-hal, kemampuan ataupun keahlian lain yang dapat dipelajari, seperti bermain musik serta instrumen musik.

Didukung pernyataan dari Dr. Fiona Bull (perwakilan WHO) bahwa penggunaan gawai yang berlebihan dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan anak. Anak-anak yang seharusnya melakukan berbagai aktivitas fisik dan lebih banyak bergerak untuk menjaga kualitas tidur, kesehatan mental, serta kesejahteraan anak, justru memilih mengurung diri di kamar bersama sembari bermain gawai seharian.

Oleh karena itu, orang tua perlu memahami adanya batasan anak dalam menggunakan gawai untuk menghindari akibat-akibat negatif yang dapat memengaruhi perkembangan serta pertumbuhan anak. Instrumen musik diketahui dapat meningkatkan intelegensia seorang anak daripada anak yang terbiasa bermain gawai setiap hari dari malam hingga malam lagi. 

Mereka terlalu terpaku untuk bermain dan bersosialisasi dengan teman mereka sehingga melupakan pengajaran-pengajaran lain yang seharusnya didapatkan pada saat kondisi sebelum new normal.

Berkurangnya sosialisasi secara tatap muka, perkembangan belajar mengajar serta interaksi secara langsung yang berubah drastis, sebenarnya dapat dimanfaatkan oleh para orang tua untuk berkomunikasi dan menjalin keakraban dalam melatih keahlian-keahlian yang diminati sang anak. 

Tentunya hal tersebut tak luput dari pengawasan orang tua, di mana orang tua juga harus memegang estafet dalam melatih potensi anak sehingga diharapkan orang tua dapat meningkatkan kemampuan dirinya agar mampu mengikuti situasi perkembangan zaman saat ini.

Meskipun begitu, orang tua tidak harus canggih berteknologi, hanya saja perlu secara kontinu dan parenting yang baik supaya tercipta hubungan disertai kepercayaan dalam hubungan tersebut. Patmonodewo (2003) menyampaikan bahwa orang tua merupakan guru pertama bagi anak-anaknya yang berperan penting dalam hal pendidikan dan karakter anak. 

Kembali lagi ke musik tersebut, seperti yang dilansir dari liputan6.com, bermain musik memiliki manfaat bagi kesehatan fisik dan mental.. Diantaranya, mampu mempertajam pikiran dikarenakan memainkan musik secara teratur merupakan bentuk olahrag otak,

 mengatur suasana hati karena dapat dijadikan perantara untuk mengekspresikan emosi, meningkatkan sistem pernapasan yang berlaku pada alat musik seruling, karinet serta sebagainya, meningkatkan koordinasi antara tangan dan mata saat bermain musik dan masih banyak lagi. Ada pula, salah satu contoh instrumen yang dapat dimainkan adalah keyboard maupun piano, yang mana mereka dapat melatih kemampuan kognitif. 

Dalam bermain keyboard maupun piano dibutuhkan keahlian untuk mendengarkan nada dan belajar menyeimbangkan kecepatan antara tangan yang menekan tombol tuts dengan tangan kiri dan kanan secara bersamaan, hal tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan intelegensia si anak daripada anak bermain gadget seharian. Instrumen lain yang dapat dimainkan, 

yaitu gitar, biola, selo dan lain-lain, sang anak juga dapat berlatih bernyanyi ataupun aktivitas-aktivitas lainnya yang dapat menunjang potensi anak. Intinya adalah orang tua harus menjadi proaktif dalam mengawal kegiatan si anak sehingga anak-anak dapat diarahkan untuk melakukan perkembangan diri. Sebagaimana yang disampaikan oleh Lestari (2020), tentu kesuksesan tersebut hanya dapat dicapai dengan pola asuh yang sesuai dengan tahap perkembangan dan karakter anak.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun