Malam ini sepertinya sendiri, tanpa bintang ataupun bulan yang meneranginya. Begitu gelap, seakan ia tenggelam dalam kegelapannya, dan memaksaku tenggelam bersamanya. Tiba – tiba aku teringat kalimat “yang satu adalah sahabat ku, dan satu lagi adalah cintaku, jikapun ada yang harus jadi korban, itu adalah aku”, itu adalah kalimat yang di ucapkan pemeran Raj pada Tina dan Pooja, dalam sebuah film yang menguras airmataku beberapa tahun yang lalu. Tina yang merasa menjadi cinta dari Raj, tersenyum manis saat itu, dan jelas terlihat di mata Raj tersimpan luka yang begitu dalam, ketika keadaan memaksanya untuk menyimpan perasaannya yang sebenarnya mencintai Pooja. Bagaimana dengan Pooja ? dia juga terluka, pastinya. Saat keadaan memaksanya untuk menyimpan semua perasaannya terhadap Raj, karna dia sendiri yang memberikan kesempatan untuk Raj dan Tina dipertemukan. Rumit ? iya, bahkan sangat. Pooja juga tidak mungkin tega menyakiti hati sahabatnya.
Perasaan adalah perasaan, ia mutlak punya tempat tersendiri. Dan ia berbeda dengan logika, logika adalah urusan pikiran, urusan otak, urusan pikir memikir, sementara perasaan adalah urusan hati, urusan merasa, perasa, merasakan. Yang aku tau, kita tidak bisa selalu mengandalkan perasaan, namun juga tidak bisa selalu mengandalkan logika. Dan yang aku tau, ketika logika tak lagi bisa meyakinkan diri, maka perasaan lah yang akan maju dan pegang kendali atas diri seseorang.
Lalu bagaimana dengan pembatas, batasan, membatasi, bagiku pembatas adalah pemisah, memisahkan , bagi kalian semua juga pasti begitu. Batas adalah pemisah antara sisi kanan dan sisi kiri, jika tak ada batas, maka sisi kanan dan sisi kiri akan lebih leluasa berdampingan.
Nada, seorang wanita dengan segudang cerita, cerita bahagia, sedih,bahkan menyesakkan. Hari itu Nada dikenalkan Melodi pada sahabatnya yang bernama Aldo. Aldo adalah teman kecil Melodi, mereka adalah sahabat kecil yang hingga kini masih bersahabat, begitulah yang dinamakan sahabat sebenarnya, tidak ada batasan waktu, tidak terhalangi jarak. Tidak ada yang istimewa pada pertemuan sore itu, semua berjalan biasa saja, perkenalan, makan bersama, berbagi cerita, hingga saatnya pulang dan beristirahat di rumah masing-masing. Namun ada satu hal yang biasa disebut kebetulan, kebetulan Nada berasal dari daerah yang sama dengan daerah asal Aldo, bahkan menurut cerita mereka berasal dari desa yang sama, namun memang tidak saling kenal, karena Aldo lahir dan besar diluar daerah asalnya. Saling bertukar nomor telepon, untuk kemudian sama sekali tidak pernah ada komunikasi antara Nada dan Aldo.
Satu bulan berlalu, ketika Nada mengajak Melodi untuk ikut bersamanya , menghabiskan waktu libur di desa kelahirannya, Aldo pun muncul dan dari sana lah komunikasi antara Nada dan Aldo dimulai. Saling berbagi cerita tentang kisah hidup yang telah berlalu. Di ruang komunikasi yang berbeda, Aldo meminta Melodi untuk menyerahkan sebuah titipan untuk tantenya yang tinggal di desa kelahiran Nada. Ketika Melodi menyampaikan hal itu pada Nada, dengan senang hati Nada menyatakan kesediaannya untuk ikut menyerahkan titipan tersebut. Karena jika benar alamat yang diberitahukan Aldo, itu tidak jauh dari rumah Nada, bahkan bisa dijangkau dengan berjalan kaki 10 hingga 15 menit.
“Sebenarnya titipan itu hanya sebagai alasan untuk kamu bisa bertemu dengan tantenya, Nad” aku Melodi pada Nada, “coba baca deh”, titipan itu sebenarnya nggak begitu penting, yang penting adalah Nada bisa bertemu Tante Ratna, jika memang jodoh artinya rejeki, namun jika tidak ya tidak masalah, tapi pastikan dulu bahwa Nada bisa menerima aku, kalau sampai tante dan keluargaku setuju, dan Nada ternyata menolak, bisa jadi masalah untukku, “ canda Aldo dalam pesan singkat itu.
Nada terlanjur mengandalkan perasaan saat itu, semua yang dia rasakan murni hasil dari perasaan, dan tanpa campur tangan logika. Seakan semua kalimat itu nyata, dan benar adanya. Jika diartikan dalam bahasa gaul saat ini , kira-kira bisa disebut ke GeEr an. Entahlah apa yang akan terjadi nanti, yang dia tau saat itu perasaannya benar, benar berharap dan terlanjur berharap. Sejak saat itu komunikasi antara Nada dan Aldo memang berjalan hampir setiap hari, mereka saling bercerita, bercanda, tertawa. Nada, Melodi dan Aldo sering bergabung dalam sebuah ruang chat dimana mereka bertiga bisa tertawa bersama, bercanda , bahkan saling ejek untuk menambah keramaian ruang chat itu. Diluar itu Melodi sering berkirim pesan hanya antara dia dan Aldo, Nada hanya biasa saja melihat pemandangan seperti itu, karena memang Melodi adalah sahabat Aldo, dan Melodi tidak mungkin salah memilih orang untuk ia kenalkan pada Nada yang tidak lain adalah sahabatnya.
Seringkali Nada yang penuh harap , menunggu balasan pesan singkat dari Aldo menyaksikan pesan dari Melodi lah yang didahulukan, dan untuk setiap hal yang menurut Aldo butuh untuk diputuskan selalu melalui Melodi, dan kembali lagi bahwa Melodi adalah sahabat kecilnya Aldo, maka hal itu adalah wajar. Tidak mungkin Nada yang baru dikenal Aldo bisa begitu dekat dengan Aldo mengalahkan kedekatan Melodi dengan Aldo. Nada lagi-lagi menganggap hal itu adalah biasa saja, karena memang biasa saja, menurutku. Sayangnya Nada tidak peka sejak awal, hingga ketidakpekaan itu menjadi sumber kesakitannya pada beberapa bulan berikutnya.
Bersambung...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H