Mohon tunggu...
Vito Mantalean
Vito Mantalean Mohon Tunggu... -

Penikmat gubah, gita(r), gunung, dan gol.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Menguji Kaki di Trek Pendakian Terpanjang Se-Jawa

9 Januari 2018   19:00 Diperbarui: 9 Januari 2018   22:12 942
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mata kami nanar mendapati tebing batu itu malahan ujung jalan. Jurang. Tiada nikmat yang meresap ke dada, meskipun deretan keagungan Argopuro berbaris lengkap: lembah dan bukit yang merambat, desis angin yang nyaring, cemara gunung yang meneduhkan, remang petang yang menyemburat tipis, panorama Gunung Raung yang digdaya, sampai komet ukuran besar yang terjun bebas di udara. Komplet.

Arsip pribadi
Arsip pribadi
Degup jantung terasa berlarian, sengal napas tak karuan, pikiran acak-acakan. Sedikit asa masih membubung; kendati tersesat, aku yakin salah satu puncak Hyang ada di dekat sini. Malam hadir menggandakan kecemasan di kepala.

Manis Rengganis

Pagi ini adalah yang keempat di Argopuro.

Semalam, harta paling berharga yang tersisa cuma sebotol air. Dalam keadaan darurat, manusia lebih butuh air ketimbang makanan. Dus, semalam kami berempat menenggak hanya sepertiga botol, lantaran nasib kami masih terkatung-katung. Kalau dugaanku benar, maka kami tengah bermalam di punggungan jurang yang terpaut satu kilometer dari Puncak Rengganis. Kalau dugaanku meleset, maka tinggal beberapa sisa makanan, duapertiga botol air, dan setengah tube Geliga Krim-lah cadangan nyawa kami.

Arsip pribadi
Arsip pribadi
"Sebelum melanjutkan perjalanan, mari berdoa, yang penting ... jangan hilang harapan," pimpin Bang Bin sebelum kami merapal doa paling lengkap dan khusuk sejauh empat hari ini.

Sepasang tungkai yang membeku mulai berderap lagi setelah dilumeri Geliga Krim, menapaki rerumputan mati bekas jejak binatang-binatang liar. Sesekali sepasang lengan sigap menebas perdu-perdu kering. Setengah jam, mata mendapati dua puncakan yang tingginya tak terpaut jauh di depan; dengannya, kami dipisahkan oleh sabana serupa karpet beledu yang menghampar 20 meter di bawah. Menelengkan kepala ke kanan, menjulang bukit yang lumayan tinggi: puncak yang kuduga Puncak Rengganis, puncak yang dengar-dengar panoramanya paling manis.

Kintan didaulat untuk memeriksa kebenaran dugaanku; meninggalkan kerilnya di persimpangan. Ia memanjati bukit yang agak tegak itu, disertai dengan kekhawatiran Lutfi dari kejauhan. Lima menit yang hening bagai penantian yang panjang, lalu melengkinglah Kintan seraya melambai.

"PUNCAK RENGGANIS"

Aku tak ingat jelas reaksi kami bertiga di persimpangan. Yang jelas, kami belingsatan seperti kilat di udara. Bergegas, kami menyusul Kintan yang kerilnya kubopong ke Puncak Rengganis. Emosi masih meletup-meledak.

Kendati dirinya paling cebol di antara puncak lainnya, namun pencapaian kami pagi ini membuat Puncak Rengganis kian manis. Memang, puncak sama sekali bukan tujuan utama penjelajahan Argopuro. Tapi, susah membantah bahwa Puncak Rengganis adalah ihwal terpenting perjalanan di Argopuro.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun