Seiring waktu yang berjalan begitu cepat, tidak terasa perjalanan rumah tangga mereka sudah belasan tahun. Anak mereka pun sudah duduk di bangku SMP. Kondisi perusahaan tempat Boncel bekerja akibat merebaknya pandemi tidak lagi berkembang besar.
Banyak karyawan yang sudah diberhentikan karena perusahaan mulai bangkrut. Untungnya Markucel 3 tahun lalu sudah merintis usaha kecil-kecilan yang masih mampu berjalan meski keuntungannya kecil.
Bisnis berbasis online yang dikelola Markucel tidak begitu kelihatan dari kasat mata. Karena tidak menumpuk barang di rumah. Tetapi itu sudah memberikan penghasilan buatnya dan membiayai sekolah anaknya.
Suatu hari, Boncel pulang ke rumah agak siang. Markucel sedikit heran, karena tidak seperti biasanya. Boncel langsung memeluk Markucel begitu erat.
"Aku minta maaf padamu."
"Berapa tahun lamanya, aku telah menyia-nyiakan kamu."
"Aku sudah dipecat dari pekerjaanku."
Tanpa terasa kedua suami-istri itu meneteskan air mata. Entah apakah itu air mata bahagia yang telah hilang bertahun-tahun. Markucel beberapa saat kemudian pergi ke dapur membuatkan minuman hangat untuk suaminya.
Malam mulai turun menyapa Boncel dan Markucel. Hembusan angin seperti kibaskan nyanyian rindu. Mata Boncel menatap rembulan di atas langit. Rembulan itu seakan hadir telanjang, nyaris tanpa busana. Seperti menertawakan diri Boncel.
"Mas, nggak terasa ya. Kini kita sudah berusia di atas 40 tahun." Sapaan lembut Markucel kepada suaminya seperti isyarat cinta kedua.
Terkadang cinta kedua itu kembali di saat usia mulai menginjak kepala empat. Second life at fourty.
"Hahaha...." Derai tawa keduanya memecah keheningan malam. ***
Malang, Februari 2021