Mohon tunggu...
Vito Ardiansyah
Vito Ardiansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah UIN Raden Mas Sid Surakarta

Traveling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Prinsip-Prinsip Perkawinan UU No.1 Tahun 1974

20 Februari 2024   11:39 Diperbarui: 20 Februari 2024   11:41 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Analisis Prinsip-Prinsip Perkawinan UU No. 1 Tahun 1974

Name 

Vito Zahria Ardiansyah (222121218)

Nur Rohma Safitri (222121208)

1. Asas Sukarela

Adanya sukarela dalam hal perkawinan ini mengaskan bahwasanya didalam perkawinan diharuskan dilaksanakan dengan adanya persetujuan dari masing masing calon pengantin yang akan melakukan perkawinan, tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Karena perkawinan ialah membangun sebuah rumah tangga yang akan kekal di dunia dan di akhirat. Dalam hal ini juga sudah ditentukan oleh undang-undang bahwa perkawinan harus didasarkan adanya persetujuan kedua calon mempelai ( Pasal 6 ( 1) UU No. 1 tahun 1974 ).

2. Asas Partisipasi Keluarga

Adanya prinsip partisipasi keluarga di dalam perkawinan juga bisa menentukan arah dan kelancaran mempelai atau calon yang ingin dinikahi, walaupun pada dasarnya apabila seseorang sudah dipandang dewasa sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku yang diatur dalam pasal 7 ayat 1 UU No.1 tahun 1974 dan pasal 15 ayat 1 KHI ) maka diperbolehkan untuk menikah tanpa izin dari orang tuanya. Perkawinan adalah suatu peristiwa yang sangat sakral dalam kehidupan seseorang yang akan membina rumah tangga.

3. Perceraian Dipersulit

Perceraian adalah sesuatu hal yang sangat tidak disukai oleh Allah meskipun perceraian itu diperbolehkan. Efek dari perceraian tersebut sangatlah besar khususnya bagi yang sudah mempunyai anak maka sangatlah penting rasa kasih sayang dari kedua orang tua dan sangat masih membutuhkan figur seorang ayah dan ibu dalam kehidupannya. Untuk itu ketentuan perceraian sudah diatur dengan ketat oleh hukum yang berlaku agar nantinya tkedua belah pihak tidak ada yang dirugikan terutama mengenai hak asuh anak, ketrentuan tersebut tertuang dalam pasal 39, 40, UU No. 1 tahun 1974 dan pasal 115, 116 KHI.

4. Poligami Dibatasi Secara Ketat

Dalam perkawinan sendiri ada aturan yang dimana diperbolehkan seorang suami mempunya lebih dari satu istri yang sudah diatur di dalam agama masing -- masing dengan syarat dan ketentuan penganutnya yang bersangkutan. Poligami juga harus memenuhi syarat yang tertuang dalam pasal 4 dan 5 UU No. 1 tahun 1974 dan pasal 55, 56, 57, 58, dan 59 KHI dan apabila tidak memenuhi syarat tersebut maka tidak diperbolehkan untuk melakukan poligami.

5. Kematangan Calon Mmpelai

Calon pengantin pria dan wanita harus sudah matang usia nya ketika ingin melangsungkan perkawinan agar dapat memenuhi nsyarat daan ketentuan hukum yang sudah berlaku, maka dari itu usia sudah diatur dalam pasal 7 ayat 1 UU No. 1 1974 dan pasal 15 ayat 1 KHI, apabila usia calon pengantin tidak memenuhi syarat yang terkandung dalam peraturan tersebut maka tidak diizinka menikah, selain itu juga usia yang matang dapat menjaga dan menekan laju pertumbuhan penduduk.

6. Memperbaiki Derajat Wanita Undang- undang dan KHI telah menjujung tinggi derajat kaum wanita, oleh karena itu ada beberapa pasal yang memberikan hak dan kewajiban yang sama terhadap suami dan isrti, contohnya :

  • Pengaturan tentang harta yang diperoleh selama dalam perkawinan, bahwa suami isteri mempunyai hak yang sama dan bila terjadi perceraian harta bersama diatur menurut hukum (pasal 35 s/d 37 UU No. 1 tahun1974 dan pasal 87 s/d 96 KHI)
  • Dimungkinkan adanya perjanjian bahwa pihak wanita dibolehkan ikut menentukan isi perjanjian itu (pasal 29 UU No. 1 tahun1974 dan pasal 45 dan 47 KHI)

7. Asas Pencatatan Perkawinan 

Pencatatan dan pembuatan akta perkawinan merupakan suatu kewajiban dalam peraturan perundang-undangan perkawinan di Indonesia. Dari ketentuan Pasal 2 UU 1/1974 jelas, setiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Artinya setiap perkawinan harus diikuti dengan pencatatan perkawinan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bila kedua ayat dalam Pasal 2 UU 1/1974 dihubungkan satu sama lainnya, maka dapat dianggap bahwa pencatatan perkawinan merupakan bagian integral yang menentukan pula kesahan suatu perkawinan, selain mengikuti ketentuan dan syarat-syarat perkawinan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun