Seiring berkembangnya jaman, dunia mengalami revolusi besar-besaran dari waktu ke waktu. Teknologi berkembang pesat. Masyarakat berlomba-lomba mengejar ketertinggalan. Ekonomi Islam memiliki peranan yang sangat besar dalam mempertahankan nilai-nilainya.
Seperti contoh saja generasi muda dalam penggunaan atau dalam mengkonsumsi sosial media baik itu Youtube, Facebook, dsb. Haruslah difilter dengan sedemikian rupa  agar unsur mashlahah masih terkandung di dalam kegiatan konsumsi tersebut.
Konsumsi berlebih-lebihan yang merupakan ciri khas masyarakat yang tidak mengenal Tuhan, dikutuk dalam Islam dan dikenal dengan istilah ishraf (pemborosan) atau tabzir (menghambur-hamburkan harta tanpa guna). Tabzir artinya mempergunakan  harta dengan cara yang salah , yakni untuk menuju tujuan-tujuan yang terlarang seperti penyuapan, hal-hal yang melanggar hukum atau dengan cara yang tanpa aturan.
Ajaran Islam menganjurkan pola konsumsi dan penggunaan harta secara wajar dan berimbang, yakni pola yang terletak antara kekikiran dan pemborosan. Konsumsi melampaui tingkat moderat (wajar) dianggap ishraf dan tidak disenangi Islam.
Salah satu ciri  dalam Islam adalah bahwa ia tidak hanya mengubah nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat tetapi juga menyajikan kerangka legislatif yang perlu untuk mendukung dan memperkuat tujuan-tujuan ini dan menghindari penyalahgunaannya. Ciri khas Islam ini juga memiliki daya aplikatifnya terhadap kasus orang yang terlibat dalam pemborosan atau tabzir.
Oleh karena itu, etika Islam akan mampu membentuk pribadi muslim-mukmin yang tidak hanya menghasilkan kepuasan komsumtif melainkan mampu menciptakan kepuasan kreatif untuk menghasilkan kepuasan produktif.
Seorang Peneliti mengamati pola konsumsi dari dua sumber yang berbeda yakni orang Muslim dan Non-muslim dengan mengambil sampel kajian dua negara yang berlain agama, yaitu Arab Saudi dan Italia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum terdapat persamaan perilaku konsumsi antara Muslim dan non-Muslim. Fungsi konsumsi pada Arab Saudi dan Italia memiliki nilai yang signifikan.
Namun pada perhitungan MPC, MPC Italia lebih tinggi dibanding dengan MPC Arab Saudi. Artinya konsumen non-Muslim lebih banyak membelanjakan pendapatan mereka untuk konsumsi dibanding konsumen Muslim.
Demikian Islam mengajarkan umatnya untuk menjadi konsumen yang cerdas dalam hal pemenuhan kebutuhannya. Konsumen yang cerdas tidak hanya memikirkan utilitas individual, akan tetapi juga mashlahah secara umum.
Selain itu, konsumsi sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tahun 2017 lalu pun masih di dominasi oleh konsumsi. Menurut Sri Mulyani, pertumbuhan ekonomi juga harus dibarengi dengan peningkatan investasi dari dalam maupun dari luar. Maka, apa yang telah diajarkan oleh syariat mengenai etika dalam konsumsi menjadi penunjang dari cepatnya laju pertumbuhan ekonomi.
Sudah menjadi hal yang patut kita perhatikan dalam melakukan kegiatan konsumsi dalam kehidupan sehari-hari agar melaksanakan prinsip-prinsip yang sudah diajarkan oleh Islam untuk mencapai falah.