Mohon tunggu...
Vita Putri Hapsari
Vita Putri Hapsari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Bisnis Digital di Universitas Negeri Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Fintech di Indonesia: Transformasi Layanan Keuangan di Era Digitalisasi

27 Oktober 2024   20:25 Diperbarui: 27 Oktober 2024   22:00 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada era digitalisasi saat ini, sektor keuangan mengalami perkembangan pesat dan transformasi signifikan yang mendorong perkembangan produk keuangan baru berbasis digital dan menciptakan perusahaan financial technology. Perkembangan ini memengaruhi produk, layanan, kegiatan, dan pola bisnis dalam keuangan digital. Teknologi finansial atau financial technology (fintech) merupakan sebuah teknologi inovatif dalam sektor keuangan yang menciptakan model bisnis, produk, prosedur, dan penerapan yang memberikan opsi baru bagi konsumen dalam pembayaran, transfer uang, perantara dana, dan investasi (Kusuma dan Asmoro, 2020). Definisi fintech menurut National Digital Research Center (NDRC) adalah inovasi dalam sektor finansial yang mengombinasikan keuangan dengan teknologi modern. Artikel ini akan membahas sejarah fintech di Indonesia, perkembangan fintech, bentuk dasar dan jenis-jenis fintech, serta tantangan dan peluang fintech.

Sejarah Financial Technology di Indonesia

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mencatat bahwa revolusi fintech di Indonesia dimulai pada tahun 1987 dengan peluncuran mesin ATM pertama oleh Bank Niaga. Namun, nasabah belum bisa beradaptasi dengan mesin atm, sehingga mereka masih menggunakan layanan bank konvensional untuk transaksi. Lalu pada tahun 1988, muncul layanan e-banking oleh Bank Internasional Indonesia. Namun, Bank BCA justru yang menjalankan layanan e-banking secara masif, yang dikenal dengan KlikBCA pada tahun 2001. Pada tahun 2000, pasar modal memperkenalkan sistem perdagangan tanpa warkat, lalu pada tahun 2002, Bursa Efek Jakarta memperkenalkan sistem perdagangan jarak jauh. Pada tahun 2014, muncul layanan mobile banking (m-banking) dan sistem pembayaran digital pada tahun 2015, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat modern dengan mobilitas yang tinggi. Di tahun ini juga terjadi pembentukan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sebagai wadah bagi pengusaha fintech yang dapat diandalkan, diikuti dengan munculnya perusahaan fintech yang menjamur di tahun berikutnya.

Perkembangan Financial Technology di Indonesia

Di Indonesia, layanan fintech berkembang pesat dari sisi volume transaksi maupun perusahaan, menandakan peningkatan digitalisasi (Naution et al., 2021). Perkembangan ini didorong oleh tingginya penggunaan smartphone dan internet yang tumbuh 1,31% yoy pada 2024 (Otoritas Jasa Keuangan, 2024). Tingkat penetrasi internet sebesar 79,5% dengan jumlah 221.563.479 jiwa dari total seluruh populasi pada 2023 (Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia). Fintech mengubah cara pembayaran masyarakat dan membantu perusahaan mengurangi biaya modal dan operasional yang tinggi (Bank Indonesia, 2020). Terdapat 97 perusahaan fintech lending yang sudah mengantongi izin dan terdaftar di OJK pada tahun 2024. Laporan Annual Members Survey 2024 oleh Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) mencatat jumlah anggota AFTECH mencapai 297 perusahaan pada kuartal I 2024. Menurut Fauzan dan Ahmad dalam Pertiwi (2022) terdapat enam bentuk dasar dari fintech, yaitu: pembayaran, pembiayaan, investasi, infrastruktur, asuransi, dan lintas proses.

 Jenis-Jenis Fintech yang Berkembang di Indonesia

  1. Digital Payment System, menyediakan layanan pembayaran untuk seluruh tagihan, termasuk pulsa, pascabayar, token listrik PLN, dan kartu kredit. Contoh fintech ini adalah Gopay, OVO, Dana (Otoritas Jasa Keuangan).

  2. P2P Payments, memungkinkan pengguna untuk melakukan pengiriman dan penerimaan uang dalam waktu singkat kepada teman, keluarga, dan produk atau layanan. Metode ini memudahkan pengguna untuk membayar tagihan, mengirim hadiah, atau melakukan pembayaran (Paypal, 2024). 

  3. Peer to Peer Lending atau peminjaman uang, pengguna bisa mendapatkan pinjaman uang dengan lebih cepat tanpa harus melalui proses rumit seperti di bank tradisional. Contoh fintech ini adalah AwanTunai (Otoritas Jasa Keuangan).

  4. Crowdfunding atau penggalangan dana, pengguna dapat mengumpulkan dana atau sumbangan untuk proyek sosial yang mereka dukung. Contoh start-up yang sedang populer saat ini adalah KitaBisa.com (Otoritas Jasa Keuangan).

  5. Credit Facilities, layanan pinjaman yang memungkinkan perusahaan untuk meminjam uang berupa modal usaha dengan jangka waktu yang lama (Investopedia, 2023).

  6. Microfinancing, memberikan bantuan keuangan kepada pengguna yang berpenghasilan rendah berupa modal usaha untuk mengembangkan bisnis atau pekerjaan mereka. Struktur bisnis ini memberikan hasil yang kompetitif kepada pemberi pinjaman, namun tetap dapat dicapai bagi peminjam. Contoh fintech ini adalah Amartha (Otoritas Jasa Keuangan). 

  7. Insurance Technology (insurtech), meningkatkan penggunaan asuransi dengan menyediakan produk asuransi berbentuk mikro yang mudah dan terhubung ke platform e-commerce agar pengguna bisa lebih mudah mengakses produk asuransi. Contoh fintech ini adalah Pasarpolis, Premikita, Bukalapak, dan Tokopedia ((Otoritas Jasa Keuangan).

Tantangan dan Peluang Fintech (Aswirah et al., 2024)

  1. Kesenjangan Digital: Walaupun fintech telah meningkatkan akses layanan keuangan, masih terdapat tantangan terkait kesenjangan digital. Banyak wilayah di Indonesia yang masih kekurangan akses internet yang memadai untuk menggunakan layanan fintech. Meningkatkan infrastruktur digital sangat penting untuk menangani isu ini.

  2. Perlindungan Konsumen: Dengan berkembangnya industri fintech, perlindungan konsumen menjadi fokus yang lebih diperhatikan. Regulasi mengenai perlindungan konsumen penting untuk mencegah penipuan, pelanggaran data, dan risiko lainnya.

  3. Kerja sama dengan Lembaga Keuangan Konvensional: Kerja sama ini dapat meningkatkan inklusi keuangan. Bank konvensional bisa menggunakan teknologi fintech untuk operasional yang lebih efisien dan menjangkau nasabah yang lebih luas. Selain itu, inovasi produk keuangan juga bisa diciptakan melalui sinergi ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun