![Replika alat perajang cengkeng (dok. pribadi)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/07/22/at-50-s-k-5b53f2e85a676f58b967d386.jpg?t=o&v=555)
Dulu semua dilakukan dengan tangan. Cengkeh direndam semalam supaya mengembang. Setelah kering, dirajang dengan bendo 9pisau besar), dan dicampur dengan tembakau. Adonan ini lalu dilengser (ditempatkan di papan kayu) siap untuk dilinting dalam kertas Ambri dari Amerika. Batangan rokok dikumpulkan, ditimbang berat dan kepadatannya, kemudian dikemas dan diberi pita cukai lalu dipasarkan dalam ukuran bal.
Dari rumah-pabrik menjadi museum
Dulu, panjang jalan di depan rumah yang kini menjadi museum hanya 300 meter, dikenal dengan Pecinan Kecil, karena banyak pedagang Cina membuka usaha di kawasan ini. Meskipun sudah lima tahun tinggal di Malang, baru sekitar tahun 1920 Ong menyewa rumah di Jalan Wiromargo 32. Tahun 1925 rumah itu baru dibeli, saat itu atapnya dari seng dan dinding papan.
Setelah Bentoel berkembang, walikota Malang saat itu --Marwoso-- meminta Ong untuk pindah ke Jalan Ijen 24, namun Ong tidak mau menjual rumah di Pecinan. Di masa tuanya, Ong berpesan agar rumah tidak dibongkar.
Akhir tahun 1970-an rumah Wiromargo dibongkar karena direksi Bentoel ingin membangun gedung kantor bertingkat. Rumah dibangun kembali dengan tetap mempertahankan bentuk aslinya.
Pada masa awal kebangkitan bentoel, rumah ini tidak mempunyai jarak dari jalan, persis berada di tepi jalan dengan luas 400 meter persegi. Setelah dibongkar rumah dibangun kembali dengan jarak 8m dari tepi jalan sebagai antisiapsi bila ada pelebaran jalan kelak. Meskipun rancangan dan gaya rumah dibangun sesuai aslinya letaknya tidak sama dengan aslinya.
Saksi bisu Bentoel
Museum sejarah bentoel letaknya sangat dekat dengan Pasar besar Malang, hanya berjarak sekitar 100m, dan buka pada Senin sampai Jumat pukul 08.00-16.00 dengan waktu istirahat pukul 11.30-13.00.
Setelah mengisi buku tamu, pengunjung dipandu Bapak Djarkasi (61) yang pernah bekerja di P.T. Bentoel antara 1963-2003. Museum ini diresmikan oleh walikotamadya tingkat II Malang, Soesamto pada 25 Nopember 1994.
Memasuki ruang museum, pengunjung seolah-olah diajak melewati lorong waktu menuju masa silam. Panel-panel terpasang di dinding menceritakan perjalanan awal P.T. Bentoel sampai akhirnya dikelola oleh Rajawali Group. Semua tulisan dalam panel diketik dalam dua bahasa, bahasa Indonesia dan Inggris.