Mohon tunggu...
Vita Oktaviani
Vita Oktaviani Mohon Tunggu... -

siapa yang tau tentang dirimu, aku hanya menerka nerka tentang itu dan kutuangkan melalui tulisan ini

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kamu... Pelangi Setelah Hujan Dipelupuk Mataku

29 November 2013   21:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:31 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kamu bagaikan kemarau panjang, hadir tanpa adanya awan mendung dan rintikan hujan. Dan aku, kehausan. Kamu mungkin sadar bahwa hadirmu kini hanya menyisakan kegundahan. Aku berlari-lari mencari segelas air untuk membasahi sedikit hatiku.Tapi kamu tidak memiliki itu, kamu hanya membuatku dehidrasi. Aku butuh hujan, dan aku butuh pelangi setelah hujan.

Kemaraumu terlalu membuatku terluka. Kamu hanya bisa membuatku kekeringan tanpa adanya air. Coba kamu merasakan, bahwa aku juga butuh hujan, teduh, dan pelangi. Bahwa aku juga butuh mendung untuk menentramkan perasaanku.

Entah, seharusnya sudah berapa musim yang harus aku lewati bersamamu. Tapi, aku tidak mendapatkan semua musim itu. Aku hanya mendapat panas, kemarau, dan terik. Kamu egois, kamu tidak ingin melihatku tersenyum manis berlari-lari karena gerimis. Kamu tidak ingin besertaku, menyelamatiku berteduh walau hanya dengan tumpukan tanganmu. Kamu tidak ingin melihat wajah kekagumanku karena terlalu memperhatikan pelangi setelah hujan turun, dan kamu disampingku.

Sesederhana itu keinginanku, bersamamu dalam segala musim. Bersamamu dalam kemarau, panas, hujan dan apapun itu. Kamu yang berada tepat disampingku, memegang jemariku, dan menyulap segala imajinasiku menjadi nyata karena adanya dirimu.

Aku sudah bosan dengan kemaraumu. Maukah kamu melihatku tersenyum menatap hadirnya pelangi dengan kamu disampingku? Maukah kamu menghujani kita dalam satu langit dan kamu mengajakku berlari karena hujan yang semakin menjadi? Atau, maukah kamu menjadi masa depanku melihat semua musim berganti?

Cukup-cukup, terimakasih telah memberiku kemarau walau aku kehausan. Terimakasih telah besertaku walau hanya dengan satu musim. Kamu masih menjadi segalanya. Masih menjadi pelangi setelah hujan dipelupuk mataku....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun