"Ketemuan yuk" sebuah pesan dari sosial network, Beureumbook. Nama ID nya "Leo"
ID tersebut sering kirim pesan dan curhat ke gw. Profile pitcure-nya cuma badan dengan pose half-naked memperlihatkan tubuh bagian atas dan tidak pernah terlihat rupa wajahnya seperti apa. Begitu juga dengan profile gw, tapi nggak pake naked.
"Kapan?" Jawab gw singkat
"Now"
"Dimana?"
"Halte lapangan blok S, tau?"
"Sebelah mananya?"
"Tepat di haltenya"
Akhirnya janjian, gw janji pakai kaos warna biru dan jins biru. Dia akan menggunakan kaos hitam celana 3/4. Gw belum pernah bertemu dengannya sebelumnya. Rupanya kayak apa gw jg tidak tahu. Cuma bermodal no HP dia saja. Dan gw jg kasih nomer HP gw, bukan yg biasa gw pakai tentunya.
Tepat pas gw keluar kamar gw lihat si Deo juga keluar kosan. Dengan naik motor maticnya.
Jegeeerrr.... Kayak disambar bajaj. Kaos hitam celana 3/4. Gw jadi ragu untuk meneruskan bertemu. Kemudian gw masuk kamar dan ganti dengan kaos warna putih. Dengan perasaan berdebar-debar gw menuju halte lapangan blok S. Antara surprise dan bingung dan tengsin.
Gw kan anak ibu kosan . Masa orang di lingkungan gw tau kalau gw nyari pacar di sosmed??? Tapi gw tetap mbandel bermaksud meneruskan untuk melihat cowok berkaos hitam celana 3/4 di halte blok S.
Jantung gw berdetak kencang begitu mendekat ke halte tersebut. Di depan gw motor Deo menepi. Hah? Berarti yang selama ini curhat di Beureumbook dengan gw itu si Deo? Gw amati dari jauh. Deo membeli rokok dipenjual asongan di samping halte.
Pikiran gw menjadi tidak karuan. Deo??? Anak itu??? Lanjutin gak ya? Ah... masa bodo'. Gw lebih menjaga status terhormat nyokap gw dari pada harus ketemu dia di halte tersebut.
Gw mencoba menelphone nomer yang tadi diberikan. Lho... lho... lho..., kok Deo kembali naik motor dan menuju ke warung tenda-tenda di sisi lapangan sebaliknya? Samar-samar gw melihat cowok lain berjalan kemudian duduk di halte tersebut. Kaos hitam celana 3/4. Dia seperti cemas. Dia mengangkat telpon dari gw.
"Halo"
"Leo?"
"Iya, kamu dimana sih?"
Gw langsung tutup telpon. Syukur deh ternyata bukan Deo. Dan akhirnya gw memutuskan tidak bertemu karena dia bilang cowok tulen, tapi kog kesannya rada ngondek. Gw sms dia "maaf gw tiba-tiba berhalangan hadir"
Tidak ada jawaban. Gw check akun Beureumbook gw, dia mungkin marah dan nge-block pertemanan dengan gw. Gw bisa maklum karena gw tidak menemui dia di halte itu. Sudahlah.
Begitulah kehidupan. Kadang memang kejam, dan hari itu gw menjadi orang yang kejam itu.
Perut gw merasa keroncongan. Gw pun memutuskan untuk ke warung tenda di sisi lapangan blok S. Disitu gw melihat Deo sedang nikmat makan sebongkah daging bersama seorang cewek lain, rambutnya sebahu.
"Woi Lampir, makan di sini juga loe?" Teriak dia melihat kedatangan gw.
"Wulan kenalin anak ibu kos gw, namanya Lampir" lanjut dia sambil mengelap saus di sekitar bibir dia.
"Halo Wulan" jawab gw mendekat sambil mengulurkan tangan.
"Gw... Nilam" lanjut gw
"Hi, gw Wulan" sahut gadis cantik itu
"Eh... Lampir, gabung aja makan sini, ntar elu yang bayar semua" sahut Deo sambil tertawa.
"Boleh tapi elu cuci kakus di kosan gw selama sebulan ya Ndong (Grandong-pen)" jawab gw
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H