Sayangnya, perguruan tinggi di Indonesia sering kali bersifat eksklusif dan tidak inklusif bagi semua kalangan.Â
Salah satu masalah utamanya adalah besarnya peran absensi dalam penilaian akhir mahasiswa. Absensi merupakan hal yang wajib dilakukan untuk mahasiswa.Â
Absensi menjadi tolak ukur bagi Sebagian besar dosen dalam melakukan penilaian ataupun menentukan syarat untuk mengikuti ujian tengah semester maupun ujian akhir semester. (Hidayat & Gunawan, 2022).Â
Mahasiswa yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup di kota perantauan sering kali berada dalam posisi yang tidak menguntungkan.Â
Mereka harus mengelola waktu dengan sangat ketat, berusaha memenuhi tanggung jawab di tempat kerja sekaligus menyelesaikan tugas kuliah tepat waktu.Â
Meskipun mereka menunjukkan dedikasi dan ketekunan yang sama, mereka tetap berisiko mendapatkan nilai yang lebih rendah hanya karena ketidakhadiran mereka di kelas.Â
Ini menimbulkan pertanyaan: apakah sistem pendidikan tinggi kita benar-benar adil bagi semua mahasiswa?
Menuju Sistem Pendidikan yang Lebih Inklusif
Untuk menciptakan pendidikan yang benar-benar inklusif, diperlukan perubahan signifikan dalam sistem penilaian dan regulasi pendidikan tinggi.Â
Perguruan tinggi harus lebih fleksibel dalam mengakomodasi kebutuhan mahasiswa yang bekerja, dengan mengurangi ketergantungan pada absensi sebagai penentu nilai.Â
Sebaliknya, penilaian harus lebih menekankan pada kualitas tugas, proyek, dan kontribusi mahasiswa dalam diskusi dan kegiatan akademik lainnya.