Mohon tunggu...
Arie Purwana
Arie Purwana Mohon Tunggu... Dokter - Be Vegan Make Peace

Dokter Anak dan Vegan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Namaku Nap

6 September 2012   14:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:50 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang memanggilku seperti itu. Tak tahu juga kenapa mereka memanggilku seperti itu. Lahir sebagai laki-laki dari tiga bersaudara. Saat ini usia sudah 26 tahun dan masih lajang. Suku Bali asli dan KTP Hindu. Ayah asli Bali dan ibu demikian juga. Tinggiku 171 cm, rambut lurus, kulit agak putih, dan mata sipit. Orang-orang bilang senyumku manis. Senyum yang bisa menghilangkan semua gundah bagi yang melihatnya. Mereka benar tentang senyumku.

Beberapa orang yang baru kukenal mempertanyakan ke Bali-an ku. Katanya "Mana ada orang Bali matanya sipit dan kulitnya putih". So...mereka kira aku keturunan Cina. Sejak kecil aku biasa tinggal berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain karena mengikuti tugas orangtua sehingga aku punya banyak teman meskipun kurang akrab.

Aku tinggal tidak hanya dengan orangtuaku, kadang mereka mengirimku untuk tinggal di rumah keluarga lain dari pihak ayah atau ibu selama satu-dua tahun. Kata orangtuaku agar aku belajar mawas diri. Saat teman-teman SMA ku melanjutkan pendidikan di Bali di bidang pariwisata yang memang sedang menjadi tren di Bali aku melanjutkan sekolah di bidang kedokteran di luar Bali. Katanya agar aku menjadi anak yang mandiri dan memiliki wawasan yang luas.

Selama merantau diluar Bali aku belajar banyak hal tentang kehidupan. Di Bali kami merupakan kaum mayoritas namun ditempat yang baru ini aku menjadi kaum minoritas. Aku sangat mensyukurinya. Temanku Cica alias cina cantik sering mengajakku pergi ke gereja menemani dia, dan kami juga merayakan Natal. Aku sangat menikmati kebersamaan kami. Diwaktu lain temanku Bahrudin dan Fitri berulangkali mengajakku ke Masjid dan acara pengajian dan kami juga merayakan Idul Fitri. Aku benar-benar menikmatinya. Aku juga pergi ke Pura saat hari raya Hindu.

Saat teman-temanku berdoa kepada TUHAN agar mereka diberikan sehat, panjang umur dan bahagia maka aku berdoa pada TUHAN  agar diberikan yang terbaik apapun bentuknya. Saat temanku berdoa agar dijauhkan dan dikuatkan dari musibah dan marabahaya maka aku berdoa agar yang terbaik datang padaku apapun bentuknya. Setiap penderitaan atau kebahagiaan, musibah atau berkah, kesialan atau keberuntungan yang datang padaku kuanggap sama baiknya. Bukankah mereka semua datang berpasang-pasangan untuk mengingatkan kita akan TUHAN?

Usiaku kini 26 tahun. Aku sudah bekerja dan cukup mapan. Kuputuskan untuk tidak beragama lagi. Kutanggalkan baju agamaku meskipun di KTP masih tetap Hindu. Jika ada yang bertanya agamaku apa maka kujawab aku tak beragama namun percaya dengan TUHAN. Ada yang takjub ada juga yang sinis mendengarkan penuturanku.

Sikapku ini membuatku menjadi lebih nyaman karena kurasakan semua kasih di setiap agama yang kukenal. Aku menjalankan prinsip berpikir positif, bertindak mulia dan berkata dengan penuh kasih. Dengan tidak beragama aku menjadi tahu mana temanku yang benar-benar menjalankan perintah agamanya mana yang sekedar berbasa basi dalam beragama. Dan aku tetap berteman baik dengan mereka.

Namaku Nap, sapalah aku jika kita berjumpa. Kau akan takjub dengan senyumku karena aku tidak beragama dan percaya TUHAN.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun