Mohon tunggu...
Visky Bellia Restanova
Visky Bellia Restanova Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa Universitas Negeri Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Pendidikan Moral bagi Pemuda di Era Globalisasi

21 Maret 2023   20:05 Diperbarui: 22 Maret 2023   08:46 1995
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk membimbing generasi bangsa menjadi lebih baik, pemuda merupakan sosok yang tepat dalam merealisasikan hal tersebut, karena pemuda memiliki karakter khas, yaitu optimis, revolusioner, idealis, memiliki pemikiran yang maju, moralitas, dan beragam karakter lainnya yang disadari. Begitu penting peran dari para pemuda dalam suatu bangsa. Dalam sejarahnya, para pemuda menjadi pondasi dasar dan penggerak dalam social change untuk mencapai kemerdekaan dan suatu bangsa dalam perjalanannya.

Dalam rangkaian perubahan sosial di setiap zaman maupun peradaban, pemuda selalu menjadi aktor yang berperan di dalamnya. Salah satu contohnya adalah Hari Kebangkitan Nasional yang didasarkan pada tanggal terbentuknya organisasi pemuda bernama Budi Utomo yang didirikan oleh Dr. Soetomo dan para mahasiswa STOVIA. Organisasi Budi Utomo ini menjadi awal dari lahirnya pergerakan nasional untuk mencapai kemerdekaan Indonesia pada kala itu.

Seiring berkembangnya zaman, pemuda diharuskan untuk berperan aktif dalam rangka mengisi kemerdekaan dalam beragam aspek pembangunan nasional, seperti kekuatan moral, agent of change, dan kontrol sosial. Selanjutnya, pemuda juga mengemban tanggung jawab untuk menjaga Pancasila, keutuhan negara, dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Selain berperan aktif dalam mengisi kemerdekaan dan mengemban tanggung jawab kenegaraan, kini pemuda memiliki tamtangan yang lebih kompleks akibat perkembangan zaman yang kian maju dari berbagai bidang termasuk teknologi.

Globalisasi adalah proses mendunianya suatu hal tanpa mengenal batasan wilayah. Arus globalisasi yang sangat cepat kian tidak terelakan, seperti mengalirnya informasi, komunikasi, barang dan jasa, teknologi, sampai gaya hidup dari negara lain yang dapat diadopsi secara mudah. Oleh karena itu, globalisasi dapat mengikis nasionalisme para pemuda. Persaingan yang ada di era globalisasi tidak lagi dengan sesama bangsa sendiri, melainkan melibatkan banyak bangsa asing di dalamnya, sehingga bisa saja menghilangkan idealisme bangsa sedikit demi sedikit yang seharusnya dipertahankan. Hampir setiap harinya tersaji berita mengenai pemuda Indonesia yang memperlihatkan kurang dan ketidaksiapannya dalam menghadapi arus globalisasi, misalnya seperti gaya hidup konsumtif, suka tawuran, dan penurunan nilai moral. Faktor yang datang baik dari luar maupun dalam menjadi penyebab cepatnya perubahan kebudayaan dan kemajuan teknologi.

Globalisasi menimbulkan berbagai perbincangan dan permasalahan melalui perkembangannya dalam bidang kebangsaan atau nasionality. Contohnya, menurunnya nilai-nilai kebangsaan, menurunnya rasa patriotisme dan nasionalisme, hilangnya nilai budaya asli, lunturnya sifat gotong-royong, individualisme, sampai mengadopsi gaya hidup yang kebarat-baratan yang tidak sesuai adat istiadat. Berdasarkan kenyataan yang ada, banyak sekali fenomena yang memperlihatkan generasi muda bangsa khususnya remaja terpelajar (anak muda yang menjalani pendidikan formal), menjadi aktor dari peristiwa kenakalan, tawuran, pengedar narkoba, perilaku menyimpang, pergaulan bebas, kriminal, pelaku kekerasan, dan beragam pelanggaran norma lainnya.

Dalam lembaga pendidikan formal seperti sekolah, tujuan dari pendidikan adalah untuk menciptakan generasi muda yang terampil, cerdas, dan bermoral dengan ditanamkannya nilai-nilai luhur yang sesuai dengan kepribadian bangsa. Pendidikan yang ideal sepatutnya mampu secara seimbang dan merata dalam mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Akan tetapi, pada realitanya terjadi penyempitan makna pendidikan di sekolah, di mana aspek kognitif menjadi aspek yang lebih diutamakan sehingga pendidikan formal di sekolah lebih indentik dengan pengajaran, di mana pengajaran hanyalah sebagian kecil dari lingkup pendidikan itu sendiri, misalnya penilaian keberhasilan anak yang hanya dilihat dari hasil belajar kognitif. Sementara itu, perhatian terhadap keterampilan, nilai moral, dan budi pekerti kurang diperhatikan, karena tidak dianggap lebih penting jika dibandingkan dengan materi pelajaran lain. Masyarakat sering kali menunjuk sekolah sebagai penyebab dari kegagalan dalam mendidik nilai moral dan budi pekerti untuk pembentukan generasi muda yang bermoral ketika melihat perilaku negatif yang dilakukan oleh para pemuda. Oleh karena itu, hal tersebut tidak sepenuhnya keliru karena praktik pendidikan yang ada tidak memprioritaskan pendidikan moral dan budi pekerti sebagai hal yang utama.

Dalam kacamata sosiologi, nilai menjadi inti dari setiap kebudayaan. Nilai-nilai moral sangat menentukan setiap kebudayaan karena merupakan sarana pengatur dari kehidupan bersama. Apalagi jika dilihat dalam masyarakat terbuka yang ikatan nilai-nilai moralnya sudah mulai surut. Oleh karena itu, masyarakat merasakan krisis yang sangat berat yaitu mengenai krisis moral. Menurut Tilaar dalam Efianingrum, pendidikan di seluruh dunia sedang meninjau ulang mengenai perlunya pembangkitan kembali pendidikan moral atau pendidikan karakter.

Pendidikan moral sendiri merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh manusia (orang dewasa seperti guru maupun orang tua) secara sadar yang terencana kepada anak, peserta didik, maupun para pemuda generasi penerus bangsa dengan menanamkan nilai-nilai ketuhanan, nilai-nilai estetik dan nilai etik, benar dan salah, baik dan buruk, perbuatan, sikap dan kewajiban, akhlak yang mulia agar mencapai kedewasaannya serta dapat bertanggung jawab. Schiller dan Bryant dalam Nawawi menyatakan bahwa pendidikan moral melingkupi beberapa hal antara lain ada ketuhanan, kejujuran, akhlak yang mulia, kepedulian dan empati, kerja sama dan integritas, humor, mandiri dan percaya diri, rasa bangga, sikap respek terhadaap orang lain, banyak akal, toleransi, ketaatan, penuh perhatian, tahu rasa berterima kasih, dan tanggung jawab.

Pemuda sebagai generasi penerus bangsa menjadi harapan masa depan kemajuan bangsa. Jika pemuda di sebuah negara baik kepribadian dan moralnya, maka maju pula negaranya. Sebaliknya, jika pemuda di sebuah negara buruk kepribadian dan moralnya, maka akan mundur pula negaranya. Dengan demikian, pemuda memegang peranan penting maju dan mundurnya suatu negara di pundak mereka. Sebagai generasi penerus bangsa, pemuda mempunyai potensi yang dapat mereka kembangkan. Potensi pemuda yang dinamis, penuh vitalitas, prospektif, energik, idealisme, dan patriotisme penting untuk dikembangkan melalui pendidikan dan pelatihan yang terancang dan terjadwal.

Selain itu, pemuda mempunyai kemampuan aktual yang diperoleh dari kemampuan potensial mereka yang telah diolah. Kemudian, pemuda juga memiliki potensi kecerdasan intelektual, emosi dan sosial, kecerdasan seni, dan berbahaasa yang bisa diasah menjadi kercerdasan aktual. Kecerdasan aktual tersebut dapat membawa mereka meraih prestasi yang baik dan mencapai kesuksesan. Selanjutnya, pemuda mempunyai potensi morala yang dapat diasah menjadi moral yang positif sehingga dapat membuat pemuda berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan nasional bangsa yang disertai dengan penuh kejujuran, semangat tinggi, tidak korupsi, dan bertanggung jawab. Potensi dinamis, penuh vitalitas, prospektif, energik, idealisme, dan patriotisme yang dimiliki pemuda dapat dibuktikan dan dilihat secara nyata ketika zaman pergerakan nasional. Di mana organisasi pergerakan Budi Utomo yang terdiri dari Dr. Soetomo dan mahasiswa STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) memberikan kontribusi bagi kehidupan berbanagsa dan bernegara sebagai awal mula Gerakan mencapai kemerdekaan.

Setelah memperhatikan fenomena dan kondisi ideal yang dimiliki pemuda sebagai generasi penerus, pendidikan moral perlu ditanamkan sejak awal dan diselenggarakan dengan mendalam. Selain itu, pendidikan moral perlu dilaksanakan dengan perancangan yang komprehensif dan program yang bermutu. Contoh penerapannya adalah dengan jumlah jam pelajaran yang akseptabel, program yang jelas, fasilitas yang memadai, serta teknik dan pendekatan proses pembelajaran yang menyesuaikan keadaan. Jika hal-hal tersebut dapat terlaksana dengan baik, maka generasi bangsa yaitu para pemuda tentunya akan memiliki moral yang baik, budi pekerti luhur, akhlak mulia, empati, dan sikap tanggung jawab. Dengan demikian, fenomena yang akan kita lihat bukan lagi mengenai tindak kriminal, kekerasan, perilaku menyimpang yang dilakukan oleh para pemuda, melainkan kegiatan saling gotong-royong, menolong sesama, tidak korupsi, memiliki rasa empati yang tinggi, dan sikap bertanggung jawab yang diamalkan para pemuda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun