Mohon tunggu...
Visky Bellia Restanova
Visky Bellia Restanova Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa Universitas Negeri Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemikiran Pierre Bourdieu

2 November 2022   09:22 Diperbarui: 2 November 2022   09:34 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

REVIEW FILM NGAJI FILSAFAT: PEMIKIRAN PIERRE BOURDIEU

Pierre Bourdieu merupakan seorang filosof asal Prancis yang lahir pada tanggal 1 Agustus 1930 dan sangat terkenal terutama dalam kajiannya tentang cultural studies meskipun Bourdieu selalu memiliki fokus utama dalam filsafat sosial. Ilmu yang dibawa oleh Bourdieu sering dikenal sebagai sosiologi kritis (critical sociology) atau generic structuralism. Karya Bourdieu yang paling populer adalah "A Social Critique of The Judgement of Taste". Pemikiran Bourdieu dalam karya tersebut dipengaruhi oleh Husserl, Marx, Weber, Marleu-Ponty, Levi Strauss, Durkheim, dll. Saat masih muda, Bourdieu belum bisa berbicara dengan jelas dan pernah mengikuti wajib militer di Aljazair. Pierre Bourdieu wafat pada tanggal 23 Januari 2002.

Meskipun tulisan-tulisan Bourdieu terlihat sangat ilmiah maupun filosofis, tetapi pada kenyataannya yang dikemukakan dalam tulisannya adalah sedang membicarakan tentang kehidupan sehari-hari. Inti dari pemikiran Bourdieu adalah praksis sosial yang lebih dekat praktek atau dengan kata lain adalah implikasi dari teori. Menurut Bourdieu, praksis sosial adalah internalisasi eksterior dan eksternalisasi interior yang menghasilkan dialektika. Internalisasi eksterior yang dibentuk oleh habitus adalah ketika seseorang menerima internalisasi dunia di sekitarnya. Sedangkan eksternalisasi interior yang dibentuk oleh arena adalah ketika seseorang mengungkapkan hasil dari tafsirannya baik dalam bentuk perbuatan, perilaku, maupun interaksi dengan orang lain. Yang membedakan ekspresi, perilaku seseorang dari hasil dialektika tersebut adalah kapital atau modal yang dimiliki.

Habitus merupakan nilai-nilai yang diserap dari sekitar dan menghasilkan berbagai perspektif bagi diri sendiri serta menjadi gaya hidup. Lalu, modal atau kapital adalah hal-hal yang harus dimiliki untuk menciptakan kesempatan-kesempatan yang ada dalam kehidupan, misalnya modal sosial, modal ekonomi, modal budaya, dll. Arena dalah ruang-ruang yang ada di dalam masyarakat secara khusus. Jika seseorang yang ingin berhasil atau tercapai tujuannya, maka seseorang ini perlu memiliki habitus dan kapital yang tepat maupun sesuai. Kesimpulannya, praksis merupakan gabungan dari habitus, kapital, dan arena. Meskipun pada prakteknya, ketiga hal tersebut akan menciptakan lahirnya dominasi simbolik.

Dominasi simbolik adalah penindasan yang dilakukan dengan memakai sombol-simbol. Secara sadar maupun tidak sadar, penindasan ini dilakukan sebagai sesuatu yang normal perlu dilakukan. Artinya, pihak yang ditindas sendiri menyetujui penindasan tersebut. Konsep dari dominasi simbolik juga sangat mudah terlihat dalam konsep pengawasan panoptik dan dalam puncaknya melahirkan doxa.

Doxa adalah pandangan dari ketua/penguasa/pimpinan yang dijadikan sebagai pandangan yang benar atau pandangan seluruh masyarakat. Sehingga masyarakat terhadap pandangan penguasa tidak lagi mempunyai sikap yang kritis. Biasanya, pandangan penguasa tadi bersifat sederhana, populer, sloganistik, dan mudah dimengerti banyak orang dalam konsepnya meskipun memuat banyak kesesatan di dalamnya. Pihak yang dikuasai ini melihat bahwa mereka sendiri sama dengan penguasa sehingga ketika mereka ditindas, mereka tidak merasa karena hidup dalam doxa tadi. Jalur masuknya dominasi simbolik dan doxa adalah melalui bahasa.

Bahasa merupakan hal yang paling penting dalam dunia filsafat postmodern. Semua filosof pasti membicarakan tentang bahasa. Bahasa merupakan rumah dari eksistensi dan menjadi simbol dari kekuasaan. Tersembunyinya dominasi simbolik dan struktur kekuasaan yang ada di dalam lingkungan masyarakat terdapat di dalam bahasa. Sehingga, tata bahasa seseorang akan menunjukkan di posisi kelas sosial ekonomi yang mana seseorang ini di dalam masyarakat. Contohnya seperti bahasa formal, bahasa sufi, bahasa ilmiah, dll.

Dalam pandangannya Bourdieu, pendidikan adalah proses untuk mengekalkan dominasi simbolik atau nilai-nilai yang telah dianggap benar dalam masyarakat. Dunia sosial, menghasilkan kebenarannya sendiri melalui pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan sering dijadikan sebagai alat untuk melestarikan kelas-kelas di tengah masyarakat. Bagi mereka yang tidak punya habitus, arena, serta kapital akan kalah posisinya ketika masuk ke dalam dunia pendidikan. Pada umumnya, untuk belajar secara akademik, mereka yang tidak mempunyai ketiga hal tersebut berasal dari kelas bawah yang pada dasarnya tidak memiliki habitus, arena, dan kapital.

Kemudian, Bourdieu mengungkapkan bahwa pengajaran moral tidak bermanfaat jika diceramahkan karena pengajaran moral yang paling baik adalah dengan membentuk komunitas sosial yang bermoral sehingga dengan otomatis akan melahirkan habitus moral dan menciptakan munculnya kapital-kapital moralitas. Pengajaran moral juga dapat dilakukan melalui sastra dengan secara bebas memilih tokoh yang menjadi favoritnya dan sudah pasti tokoh favorit tersebut memiliki sikap yang baik sehingga dapat membuat orang yang menyukai meniru sikap baik tersebut.

Selain tingkat memuncaknya menghasilkan doxa, hasil dari dominasi simbolik juga menghasilkan distinction dan resistance. Pembedaan (distinction) menunjukkan kelas seseorang dengan membedakan diri dengan kelas yang lebih rendah. Sebaliknya, dengan resistance, kelas bawah membedakan dirinya atau melakukan perlawanan dengan kelas yang lebih tinggi. Fungsi dari distinction dan resistance digunakan masyarakat sebagai penegasan dalam statusnya di tengah kehidupan. Dengan distinction dan resistance ini terjadilah perubahan sosial. Perubahan sosial dapat dilakukan ketika seseorang menempatkan habitus dan kapitalnya di suatu arena dalam konteks yang tepat dengan pola persaingan.

Persaingan menjadi tempat untuk berkonflik atau individu dalam mengubah maupun mempertahankan bentuk kapital. Pelaku persaingan ini memiliki visi misi yang berbeda, dimana pihak yang satu berusaha mempertahankan status quo dan pihak yang satu lagi berusaha untuk mengubah kapital sehingga timbulnya mobilitas sosial. Faktor yang paling penting dalam persaingan tersebut adalah strategi. Setiap orang memiliki strategi sendiri baik dari kelompok yang memiliki kekuasaan maupun yang tidak dan hal tersebut normal. Ada beberapa jenis strategi yang dikemukakan oleh Bourdieu yaitu strategi investasi biologis,  strategi suksesif, strategi edukatif, strategi investasi ekonomi, dan strategi investasi simbolis.

Selanjutnya ada konsep selera estetis yang dinyatakan Bourdieu adalah sebuah konstruksi sosial yang dibangun lewat pengasuhan dan pendidikan serta berfungsi sebagai penanda status sosial. Selera sendiri dibedakan menjadi dua jenis yaitu legitimate taste dan popular taste.  Dalam konteks kebenaran relasional, yang berhadapan dengan Bourdieu adalah pertarungan tentang pespektif faktor dominan di dalam realitas. Menurut Bourdieu, dengan menggunakan nalar relasional artinya kita tidak akan terpaku pada satu bentuk nalar tunggal atau kecendrungan yang absolut.

TERIMA KASIH.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun