Paris, rasanya tak banyak kota lain di dunia yang bisa menandinginya. Bagitu banyak tempat indah di sana, Menara Eiffel, Museum Louvre, Katedral Notre-Dame, Arc de Triomphe adalah sedikit di antaranya.Â
Menyusuri Sungai Seine sambil melihat pasangan yang sedang bermesraan juga merupakan pemandangan indah dan membuat Paris mendapat julukan The City of Love. Belum lagi saat melewati toko roti, harum baguette, roti khas Prancis, yang baru matang juga merupakan pengalaman yang khas di Paris.Â
Adalah hal biasa bagi pengunjung untuk melakukan hal-hal tersebut. Bila ingin mencoba menikmati Paris dengan cara yang sedikit berbeda, cobalah naik ke atas atap.Â
Atap kota Paris ternyata juga merupakan salah satu ikon kota ini. Atap seng dengan warna abu-abu ini menjadi salah satu ciri khas kota ini.Â
Bahkan atap Paris sudah dimasukkan ke dalam daftar Intangible Cultural Heritage atau Warisan budaya non-fisik yang disusun oleh Menteri Kebudayaan Perancis.Â
Saat ini, bersama dengan baguette dan Festival Anggur di Arbois, atap khas Paris ini berlomba untuk mendapatkan tempat dalam daftar Warisan Budaya Dunia UNESCO.
Mengapa Paris memiliki atap abu-abu ini karena tak terlepas dari sejarah kota ini. Dulunya, layaknya kota-kota lain di zaman abad pertengahan, rumah-rumah di Paris dibangun dengan struktur kayu dan memilki atap dari jerami. Bahan-bahan ini sering menyebabkan terjadinya kebakaran yang memusnahkan pemukiman mereka.Â
Seiring dengan perkembangan dan penemuan bahan-bahan baru, rumah-rumah mulai dibangun dari bahan batu, plester dan atap yang terbuat dari bahan tanah liat, keramik atau sirap.Â
Dengan bahan ini, mengurangi terjadinya kebakaran. Penggunaan atap jerami pun dilarang pada tahun 1221 dan bangunan baru harus menggunakan atap berbahan tanah liat, keramik atau sirap.
Pada pertengahan abad ke-19, Paris adalah kota yang super padat, gelap, berbahaya dan tidak sehat. Paris adalah tempat wabah penyakit, penderitaan, tempat yang gelap dan pengap.