Sri Lanka, salah satu negara yang memiliki julukan romantis "Tetesan air mata Samudera Hindia" karena bentuk negaranya yang seperti tetesan air dan lokasinya di Samudera Hindia.Â
Ada juga julukan lain, yaitu "Mutiara Samudera Hindia". Julukan tersebut diberikan karena keindahan alamnya dan juga banyaknya situs budaya dan keagamaan.
Sebagai negara yang mayoritas beragama Buddha, Sri Lanka memiliki banyak situs yang berhubungan dengan agama Buddha, beberapa di antaranya bahkan dimasukkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO. Di antaranya Kota Anuradhapura, situs agama Buddha yang penting ini didirikan pada sekitar 300 SM dan di sini terdapat Pohon Bo, yang merupakan pohon tertua yang ditanam manusia dengan tanggal penanaman pada 249 SM.Â
Dambulla Cave Temple, adalah kuil gua terbesar dan paling terjaga dengan baik di Sri Lanka dengan lebih dari 80 gua dan 153 Patung Buddha.Â
Sri Dalada Maligawa atau lebih dikenal dengan nama Kandy's Sacred Tooth Temple. Kuil ini terletak dalam bekas komplek istana kerajaan kuno Kandyan.Â
Di kuil ini terdapat gigi taring Buddha yang disimpan dalam kotak dan tidak dapat dilihat oleh sembarang orang.Â
Tak ketinggalan tentunya, Sigiriya, yang dibangun pada sekitar abad ke-5. Keunikannya adalah istana yang dibangun di atas batu raksasa, yang untuk mencapainya perlu menaiki 1200 anak tangga.
Sebagai penganut agama Buddha, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat memasuki kuil. Di antaranya, melepaskan alas kaki (beberapa ada yang membasuh kaki sebelum memasuki kuil), melepaskan topi dan berpakaian rapi (perempuan biasanya menghindari pakaian lengan pendek, rok pendek, dan celana pendek/panjang).Â
Berjalanlah searah jarum jam saat mengitari objek sakral. Jangan berjalan di depan orang yang sedang berdoa.Â
Ketika duduk, jangan sampai telapak kaki menunjuk ke patung Buddha atau objek sakral. Duduklah dengan kaki dilipat sehingga kita duduk di atas tumit dan jari telapak kaki menghadap ke belakang.Â
Ketika meninggalkan kuil, jangan bangkit hingga posisi kita lebih tinggi dari patung Buddha dan jangan berbalik arah (membelakangi patung Buddha), tetapi berjalanlah mundur (minimal 3 langkah sebelum berbalik arah).
Satu hal yang menarik perhatian saat saya mengunjungi kuil di Sri Lanka adalah pemakaian baju warna putih. Berbeda ketika mengunjungi kuil Buddha di Thailand, Myanmar ataupun Kamboja di mana orang datang ke kuil dengan pakaian berbagai warna.
Di Sri Lanka, orang memakai baju putih ketika datang ke kuil. Mengapa demikian? Karena warna memang kerap digunakan sebagai simbol dalam tradisi agama Buddha.Â
Ada 6 alam tempat keberadaan seseorang/makhluk. Keberadaannya dalam masing-masing alam bersifat sementara. Setiap alam memiliki warna tertentu.Â
Alam pertama adalah tempat "makhluk neraka". Di sinilah makhluk ini menderita paling lama dan mengalami penderitaan fisik yang paling parah.Â
Di alam ini, menggunakan warna hitam. Hitam melambangkan kegelapan. Walaupun hitam melambangkan makhluk jahat, namun yang utamanya perlu dimengerti adalah bahwa makhluk ini harus bisa mengalahkan dirinya sendiri untuk mencapai alam berikutnya.
Alam berikutnya adalah alam "hantu lapar". Di alam ini mereka menderita, terutama dari kelaparan dan kehausan. Alam ini menggunakan warna merah.Â
Warna merah menyimbolkan daya hidup, pelestarian dan api. Warna merah memiliki sifat dualitas, seperti api yang dapat memberikan kehangatan dan kenyamanan, tetapi juga bisa menjadi kekuatan yang merusak. Walaupun seseorang melewati tahapan sementara ini, tetapi tetap ada kesempatan untuk kembali jatuh ke alam sebelumnya tetapi juga ada kesempatan untuk melangkah ke tahap berikutnya
Alam berikutnya adalah alam "hewan". Penderitaan di alam ini adalah ketakutan akan diserang dan dimakan oleh hewan lain. Mereka hidup dalam ketakutan terus menerus, juga mereka dieksploitasi untuk dipekerjakan atau dimakan.Â
Di sini Buddha digambarkan berwarna hijau dan memegang buku, sebagai tanda bahwa makhluk di sini masih perlu belajar. Hijau melambangkan keseimbangan dan keselarasan.
Alam berikutnya adalah "manusia". Penderitaan di sini adalah pergumulan hidup yang terus menerus, termasuk kelahiran, penuaan, penyakit, dan kematian.Â
Di alam ini, Buddha berwarna kuning. Kuning yang juga menjadi warna bumi juga menyimbolkan ketenangan.Â
Sebagai manusia, kita harus belajar untuk mengendalikan nafsu kita dan menggunakan pikiran untuk mencapai pencerahan untuk akhirnya dapat meninggalkan siklus ini.
Di atas manusia, ada "makhluk setengah dewa". Makhluk ini menderita dari sifat iri karena mereka dapat melihat berbagai keuntungan yang hanya diberikan kepada para dewa. Buddha di sini adalah biru. Biru melambangkan ketenangan, kebijaksanaan, kemurnian dan penyembuhan.Â
Alam terakhir adalah "dewa". Satu-satunya penderitaan yang mereka alami adalah pengetahuan bahwa jika mereka tidak meninggalkan lingkaran kelahiran ini, mereka akan dilahirkan kembali di alam yang lebih rendah.Â
Di alam ini, Buddha digambarkan berwarna putih. Putih yang tercipta ketika semua spektrum cahaya terlihat bersama (kombinasi dari semua warna) sesuai dengan ide bahwa seseorang harus melewati seluruh pengalaman keberadaan sementara dan menggunakan seluruh pengetahuan dari semua alam tersebut untuk memahami gagasan pencerahan.
Singkatnya, seseorang harus mencapai karakteristik yang diasosiasikan dengan setiap warna dengan harapan mendapat warna terakhir: putih, yang pada dasarnya adalah kombinasi dari seluruh warna. Hal ini juga terbukti secara ilmiah.Â
Pada tahun 1660, ilmuwan Isaac Newton mengadakan percobaan cahaya matahari dan prisma. Percobaan tersebut memperlihatkan bahwa cahaya matahari yang putih terdiri atas tujuh warna. Dikenal dengan sebutan Pelangi Newton.
Warna merupakan hal penting dalam agama Buddha karena faktor simboliknya. Putih merupakan warna yang istimewa, warna yang menjadi "tujuan terakhir" dan putih juga melambangkan kemurnian, pengetahuan dan umur panjang.Â
Orang biasanya datang ke kuil pada saat hari-hari besar keagamaan atau juga pada saat terjadinya hal-hal penting dalam kehidupannya, seperti saat mereka bersyukur atas kelahiran anak.Â
Selain itu, kuil adalah pusat untuk belajar dan beribadah. Beribadah memiliki berbagai bentuk, bisa untuk melantunkan ayat-ayat kitab suci, memberikan persembahan, bermeditasi, atau juga mendengarkan khutbah. Hal inilah yang membuat putih dipilih sebagai warna pada saat orang datang ke kuil.
Orang Sri Lanka menerapkan "peraturan" pakaian putih bila mereka masuk ke kuil. Walaupun tidak ada peraturan bagi wisatawan untuk memakai pakaian berwarna putih (mereka hanya menganjurkan untuk memakai pakaian berwarna cerah), tak ada salahnya bila kita mengikuti kebiasaan setempat. Hal ini menunjukkan pengertian dan penghargaan kita terhadap nilai-nilai setempat.
Ketika berkunjung ke suatu tempat, kita pasti akan menemukan budaya, kepercayaan, sosial dan hal-hal lain yang berbeda, yang terkadang memerlukan kita untuk berperilaku atau berpakaian sesuai dengan nilai setempat.Â
Walaupun umumnya tidak ada peraturan yang ketat bagi wisatawan, namun bila kita menghormati nilai-nilai setempat, biasanya akan memberi interaksi yang lebih baik.Â
Pada tahun 2014, Qatar yang merupakan negara muslim meluncurkan kampanye "Reflect your Respect", yang meminta wisatawan untuk berpakaian sederhana di tempat umum dan menghormati nilai-nilai yang dianut di Qatar.Â
Qatar memposisikan, bila kita berada di Qatar, maka kita adalah bagian dari mereka dan karenanya diharapkan untuk berlaku seperti mereka.Â
Seperti kata pepatah "When in Rome, do as the Romans do". Pepatah bijak yang sudah ada dari sejak abad ke-4 ini mengajarkan kita untuk beradaptasi di tempat dimana kita tinggal atau berkunjung.Â
Mencoba mencari tahu kebiasaan, adat istiadat, budaya setempat, selain menambah pengetahuan, juga menjadikan kita wisatawan yang bertanggung jawab. Pastinya, kita juga akan mendapatkan pengalaman perjalanan yang bernilai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H