Mohon tunggu...
Visca
Visca Mohon Tunggu... Penulis - Lulusan arsitektur Universitas Indonesia, yang walaupun sudah tak berprofesi arsitek, tetap selalu suka menikmati segala bentuk arsitektur. Pernah tinggal di Maroko, Belanda, Thailand, dan tentunya Indonesia.

Traveler. Baker. Crafter.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Pencinta Drakor, Sudah Tahu Alasan Orang Korea Suka Menumpuk Batu?

11 September 2020   13:32 Diperbarui: 11 September 2020   16:53 2030
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tumpukan batu di Korea. (Sumber: dokpri)

Bagi penggemar drama seri Korea, pasti tahu kebiasaan orang Korea menumpuk batu. Kebiasaan menumpuk batu ini sebetulnya tak hanya di Korea, tetapi dapat dijumpai di berbagai tempat. Dikenal dengan sebutan "Cairn", yang didefinisikan sebagai tumpukan batu yang dibuat oleh manusia. 

Kata "Cairn" berasal Scottish Gaelic: crn (plural cirn). Tujuan menumpuk batu ini beragam. Dijumpai mulai dari jaman prasejarah hingga sekarang. Di Asia, meletakan tumpukan batu pada makam selain untuk menghalangi pencuri kuburan juga dipercaya untuk mencegah orang yang sudah meninggal bangkit kembali. 

Di negara Skandinavia dan Islandia, cairn digunakan sebagai penanda jejak. Di Greenland, mereka menggunakannya sebagai strategi dalam berburu. Tumpukan batu ini digunakan untuk menciptakan "jalur" yang berguna menggiring hewan sasaran mereka. Suku asli Amerika juga menggunakan hal yang sama pada kerbau

Ovoo, tumpukan batu di Mongolia yang berfungsi sebagai altar yang didedikasikan untuk dewa atau roh leluhur. (Sumber: dokpri)
Ovoo, tumpukan batu di Mongolia yang berfungsi sebagai altar yang didedikasikan untuk dewa atau roh leluhur. (Sumber: dokpri)
Salah satu negara di Asia yang banyak menggunakan cairn adalah Korea. Tumpukan batu ini banyak dijumpai terutama di pedalaman daerah pegunungan, seperti wilayah utara dan selatan Chungcheong, Jeolla Utara, Gangwon and Provinsi Gyeongsang selatan. 

Walaupun juga dapat ditemukan di Pulau Jeju. Di Korea, tumpukan batu ini dikenal dengan nama "Doltap".  Pembuatan Doltap berkaitan dengan San-Shin atau "Penunggu Gunung". 

Doltap ini dimaksudkan sebagai penjaga/pelindung. Mengusir hal-hal jahat, seperti penyakit, kekuatan jahat, kebakaran dan juga serangan harimau. Dan mendatangkan hal-hal baik dan keberuntungan.  

Tumpukan batu ini dapat berbentuk kerucut, silinder atau setangah bola. Didalamnya terdapat berbagai barang yang menyimbolkan doa penduduk desa, seperti  garu yang menyimbolkan "menggaruk" keberuntungan, lima jenis padi-padian untuk mendapatkan panen yang baik, jimat untuk menjauhkan dari hal-hal buruk, arang atau seguci garam untuk mencegah banjir. 

Batu yang diletakkan di gerbang masuk desa, juga memiliki fungsi pragmatis, berguna menjadi senjata yang siap sedia. Ketika musuh datang, warga desa akan melemparkan batu tersebut untuk mengusir musuh. 

Tak hanya itu, Doltap juga dibangun untuk melengkapi fitur geografi yang dianggap kurang menguntungkan. Doltap yang ada di pedesaan ini, dibangun oleh anggota komunitas desa.

Palyongsan Ipgu Doltap Park. (Sumber: travelchangwon.blogspot.com)
Palyongsan Ipgu Doltap Park. (Sumber: travelchangwon.blogspot.com)
Selain doltap yang dibangun di lingkungan pedesaan, ada pula doltap yang diletakkan di gerbang kuil atau di jalur trekking pegunungan. Doltap ini berbeda baik dari segi bentuk maupun alasan pembuatannya. 

Doltap jenis ini lebih sederhana, biasanya hanya terdiri ata beberapa tumpukan batu. Tumpukan batu ini dibuat oleh orang yang lewat di jalur tersebut, sebagai sarana doa-doa pribadi: mengharapkan keberuntungan dan juga menyatakan harapan atau keinginan mereka.

Tumpukan batu di Nami Island terinspirasi dari
Tumpukan batu di Nami Island terinspirasi dari
Salah satu hal yang membedakan doltap dengan cairn di tempat lain adalah cara mereka melakukannya. Di Korea orang akan menaruh batu di atas tumpukan batu yang sudah ada. Ini berkaitan dengan filosofi mereka yang berakar pada ajaran Confucius. 

Dalam ajaran Confucius, manusia adalah pusat semesta. Manusia tidak bisa hidup sendiri, tetapi harus bersama dengan manusia lain. Sebagai manusia, tujuan utama adalah mencapai kebahagian sebagai individu. 

Untuk mencapai kebahagiaan ini adalah melalui kedamaian. Untuk mencapai kedamaian, Confucius menemukan hubungan antarmanusia terdiri atas 5 jenis hubungan yang didasarkan atas kasih dan kewajiban. 

Lima jenis hubungan adalah antar pemimpin dan yang dipimpin, orang tua ke anak, suami ke istri, kakak ke adik, dan teman ke tman. Masing-masing jenis hubungan ini memiliki kewajiban yang harus dilakukan oleh "pesertanya". 

Yang paling mendasar adalah bakti anak kepada orang tua, dimana konsep ini diperluas ke semua manusia. Memelihara kebaikan tertinggi, yaitu kemanusiaan dan rasa keterkaitan dengan orang lain. 

Jika konsep ini diikuti, maka hubungan ini akan berada dalam keadaan harmoni. Dan kebahagiaan yang diidamkan dengan sendirinya akan tercapai.

Harapan dan keinginan kita dapat tercapai bila kita berhubungan dengan orang lain. Sederhananya, bila ingin diperlakukan baik dan menerima keberuntungan, kita harus melakukan hal yang baik pula kepada orang lain. 

Hal inilah yang membuat orang Korea menumpuk batu di atas tumpukan yang sudah ada. Satu Doltap adalah hasil dari "kerja sama" antarmanusia.

Tumpukan batu artisitik yang membutuhkan kesabaran dan ketenangan untuk membuatnya. (Sumber: Artclubblog.com)
Tumpukan batu artisitik yang membutuhkan kesabaran dan ketenangan untuk membuatnya. (Sumber: Artclubblog.com)
Dalam dekade terakhir ini, aktivitas menumpuk batu menjadi popular. Sering kita lihat karya-karya tumpukan batu yang artistik. Entah apakah drama korea salah satu pemicunya? 

Yang pasti, postingan di sosial media menjadi salah satu penyebabnya. Orang-orang banyak yang ikut-ikutan membuat sebagai tanda bahwa mereka sudah ke suatu tempat dan mereka sudah membuat aktivitas (yang sedang) popular ini. 

Tak lupa (tentunya), mereka juga mem-posting-nya. Dapat dibayangkan dahsyat dampaknya ketika begitu banyak orang melakukannya. 

Pemindahan batu-batu dalam jumlah banyak dapat menyebabkan erosi, merusak ekositem (bayangkan hewan air yang bergantung pada celah dan cekungan di antara dan di bawah bebatuan sebagai tempat tinggal mereka) dan juga mengganggu arus sungai.

Sebetulnya kegiatan menumpuk batu ini adalah kegiatan yang positif. Bersifat meditatif dan kreatif. Perlu konsentrasi, ketenangan. Namun ketika hal ini menjadi masif, keseimbangan alam pun terganggu. 

Bayangkan, di salah satu Taman Nasional di Amerika, para sukarelawan "menguraikan" hampir 3500 tumpukan batu. Di Skotlandia, tepatnya di The Isle of Skye, terdapat grup sukarelawan yang "menguraikan" kembali tumpukan batu dan mengembalikan ke tempat asalnya.

Jadi, para pencinta drakor, jangan langsung mengikuti apa yang dilakukan para oppa, hyung, noona dan unie di film. Bertanyalah dulu ke diri sendiri ketika hendak membuat tumpukan batu. 

Apakah ada tujuan yang berarti, atau hanya sekadar ikut-ikutan trend? Yang pasti, orang Korea melakukannya sebagai sarana untuk mewujudkan harapan dan doa mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun