Mohon tunggu...
Visca
Visca Mohon Tunggu... Penulis - Lulusan arsitektur Universitas Indonesia, yang walaupun sudah tak berprofesi arsitek, tetap selalu suka menikmati segala bentuk arsitektur. Pernah tinggal di Maroko, Belanda, Thailand, dan tentunya Indonesia.

Traveler. Baker. Crafter.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Ingin Wisata ke Bulan atau Planet Mars? Datanglah ke Wadi Rum

8 Mei 2020   12:30 Diperbarui: 8 Mei 2020   20:47 1169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mendaki bukit pasir, salah satu aktivitas di Wadi Rum | Sumber: Dokumentasi priabdi

Selain Petra, salah satu tempat menakjubkan di Yordania adalah Wadi Rum. Lokasinya sekitar 100 km dari Petra. Wadi Rum adalah sebuah lembah, yang dikenal dengan nama Lembah Bulan karena topografinya yang dianggap memilki kemiripan dengan topografi bulan. Wadi sendiri dalam Bahasa Arab merujuk pada "dasar atau lembah sungai yang biasanya kering kecuali di musim hujan".

Wadi Rum memiliki karakteristik gurun, dan merupakan salah satu gurun terindah. Tidak hanya hamparan bukit pasir, tetapi juga terdapat gunung-gunung batu raksasa, tebing-tebing menjulang yang bisa mencapai 1500 meter tingginya, berbagai bentuk-bentuk alam dramatis yang tercipta karena proses erosi dan pelapukan alam, tak ketinggalan ngarai-ngarai sempit, semuanya ada dan dapat dilihat di sini. Lansekap alam Wadi Rum yang unik, menciptakan suasana yang tak seperti di bumi.

Bila ada yang menganggapnya seperti bulan karena topografinya, ada pula yang menganggap Wadi Rum seperti planet Mars karena warna merah tanahnya. 

Mars, salah satu planet yang sering menjadi bahan penelitian karena satu-satunya planet di tata surya, selain bumi, yang memiliki air (dulunya), juga dikenal sebagai planet merah, karena memang warna tanahnya merah. 

Warna merah dikarenakan tanahnya mengandung iron oxide (senyawa kimiawi yang tersusun dari besi dan oksigen). Seperti halnya planet Mars, warna merah di Wadi Rum juga dikarenakan adanya kandungan iron oxide di tanahnya.

Wadi Rum yang
Wadi Rum yang
Tak hanya lansekap alamnya yang menakjubkan, Wadi Rum juga kaya akan sejarah dan budaya. Terdapat 25.000 petroglyphs (pahatan di batu), 20,000 prasasti dan 154 situs arkeologi ditemukan di sini. Darinya, kita bisa melihat jejak sejarah manusia sampai awal perkembangan aksara.

Petroglyphs yang ada di sini, ada yang mulai dari sejak zaman Neolitikum sampai dengan jaman Nabath. Pahatannya berupa karakter manusia dan juga hewan, seperti unta, kuda dan kambing. 

Dari pahatan ini juga terungkap mengenai perubahan iklim di Wadi Rum dari yang dulunya iklim sedikit lembab menjadi iklim seperti sekarang ini, yang merupakan iklim gurun yang kering dan panas. Berbagai prasasti yang ditemukan di sini menjadi bukti tingginya kemampuan baca tulis di kalangan penduduk Semenanjung Arab.

Dari petroglyphs, prasasti dan situs arkeologi, kita dapat melihat perbedaan berbagai kebudayaan yang tinggal di Wadi Rum, yang dimulai sejak dari 12,000 tahun yang lalu. 

Sekarang ini, yang tinggal di sana, umumnya adalah suku Badawi, yang hidup di tenda-tenda dan juga rumah di Desa Rum. Kata Badawi dalam Bahasa arab artinya, "penghuni gurun pasir". 

Mereka hidup nomaden sebagai pengembala kambing dan domba. Walapun banyak yang mulai menetap, tetapi beberapa masih mempertahankan gaya hidup menggembara.

Seperti halnya Petra, Wadi Rum dikenal dunia juga atas jasa “orang luar”. Bila Petra diketemukan oleh penjelajah Swiss, Wadi Rum dikenal dunia luar melalui tulisan Thomas Edward Lawrence, seorang arkeolog, diplomat, pejabat militer dan penulis asal Inggris. 

Keterlibatannya dalam Pemberontakan Arab (yang memberontak terhadap kekaisaran Ottoman) pada tahun 1916, membuatnya sering berada di Arab untuk bertemu dengan para nasionalis Arab dan menyusun strategi untuk melawan kekaisaran Ottoman. 

Ia menerbitkan beberapa tulisan, salah satunya adalah "Seven Pillars of Wisdom", yang merupakan autobiografinya selama masa ia menjadi perwira pada saat periode Pemberontakan Arab. 

Kisahnya yang luar biasa ini, menjadi inspirasi pembuatan film dengan judul "Lawrence of Arabia". Film yang dibuat pada tahun 1962 ini didasarkan atas kisah hidup T.E. Lawrence.

Mushroom Rock, namanya didapat karena bentuknya yang seperti jamur | Sumber: Dokumentasi pribadi
Mushroom Rock, namanya didapat karena bentuknya yang seperti jamur | Sumber: Dokumentasi pribadi
Wadi Rum luas. Luasnya mencapai 742 km2, sedikit lebih luas dibanding Jakarta (yang luasnya 661 km2). Ada beberapa cara menjelajah Wadi Rum. Bisa menggunakan unta atau menggunakan Jeep. 

Berbeda dengan pengalaman kami di Sahara, kali ini kami mencoba menjelajah menggunakan Jeep. Pengemudi Jeep kami juga merangkap sebagai pemandu. Kami berhenti di beberapa tempat menarik.

Khaz’ali Canyon, di tempat ini kami bisa melihat petroglyph dan juga prasasti yang menggambarkan karakter manusia dan hewan.

Lawrence's House, walaupun tak seorang pun pasti apakah ini betul rumahnya T.E. Lawrence, namun ada cerita kalau ia pernah tinggal dan menyimpan senjata di sini.

Selain rumah, juga ada Lawrence's Spring. Tempat yang dianggap sebagai tempat mandinya T.E. Lawrence selama masa Pemberontakan Arab.

Burdah Rock Bridge, batu dengan bentuk melengkung dan merupakan batu lengkung tertinggii di sini, dengan ketinggian mencapai 80 meter.

Mushroom Rock (Batu Jamur) adalah satu ikon Wadi Rum. Batu ini mendapatkan namanya karena bentuknya yang memang seperti jamur.

Seven Pillars of Wisdom, formasi bebatuan yang walaupun jumlahnya hanya lima, namun namanya diambil dari judul buku  T E Lawrence. Dan pastinya bukit pasir merah, yang sangat menggoda untuk didaki. Kami diberikan waktu untuk mendaki dan menjelajah. Dari atas, kami bisa melihat hamparan pasir dan bebatuan raksasa yang luar biasa indahnya.

Mendaki bukit pasir, salah satu aktivitas di Wadi Rum | Sumber: Dokumentasi priabdi
Mendaki bukit pasir, salah satu aktivitas di Wadi Rum | Sumber: Dokumentasi priabdi
Minum teh atau kopi adalah cara suku Badawi menyambut tamu mereka. Menyajikan minuman panas merupakan kebutuhan, karena temperatur di Wadi Rum yang turun di malam hari. Teh yang disajikan memiliki rasa unik, dibuat dari teh hitam yang diberi daun saga, dan biasanya disajikan manis. 

Oleh pemandu kami, kami juga dibuatkan teh. Ia mengumpulkan rumput kering dan menyalakan api. Teh, teko dan gelas kertas sudah dipersiapkan. Meminum secangkir (segelas tepatnya) teh yang dibuat langsung di tengah padang gurun, rasanya hanya akan dapat saya rasakan sekali ini di Wadi Rum.

Teh hangat ini saya nikmati perlahan. Meresapi rasanya. Meresapi pengalamannya. Seruput teh juga menjadi pelengkap sempurna obrolan ringan saya dengan Pak Pemandu.

Secangkir teh yang dimasak langsung di gurun | Sumber: Dokumentasi pribadi
Secangkir teh yang dimasak langsung di gurun | Sumber: Dokumentasi pribadi
Bila menjelajah saja belum cukup, pengunjung juga dapat bermalam di tenda-tenda suku Badawi. Bahkan ada yang membuat tenda berbentuk kubah unik yang mengambil inspirasi dari planet Mars. 

Uniknya lansekap Wadi Rum, banyak yang menggunakannya sebagai lokasi film-film yang bertema luar angkasa atau futuristik, seperti Rogue One: A Star Wars Story, Red Planet, The Last Days on Mars, Transformers: Revenge of the Fallen, dan The Martian.

Bila ingin merasakan wisata ke bulan atau ke planet lain, dan karena saat ini wisata ke bulan atau ke planet belum tersedia, berkunjunlah ke Wadi Rum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun