Mohon tunggu...
Visca
Visca Mohon Tunggu... Penulis - Lulusan arsitektur Universitas Indonesia, yang walaupun sudah tak berprofesi arsitek, tetap selalu suka menikmati segala bentuk arsitektur. Pernah tinggal di Maroko, Belanda, Thailand, dan tentunya Indonesia.

Traveler. Baker. Crafter.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Pengalaman Hidup Nomaden di Mongolia

1 Maret 2019   10:30 Diperbarui: 4 Maret 2019   04:28 1409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebetulnya saya agak ragu untuk menaruh judul “Pengalaman Hidup Nomaden di Mongolia”, karena saya hanya merasakannya dua hari satu malam. Namun, karena kesan yang dirasakan dari pengalaman yang singkat, ternyata sangat membekas, membuat saya memberanikan diri menulis dengan judul seperti itu.

Mongolia memiliki luas area sekitar 1.5 juta kilometer persegi, tetapi hanya memiliki penduduk 3 juta jiwa, dan sekitar 45 persen penduduknya tinggal di ibukota, Ulaanbataar. Jadi dapat dibayangkan betapa rendahnya tingkat kepadatan penduduk di dareah lain. 

Sekitar 30 persen dari penduduknya, menjalani hidup nomaden. Hal ini dikarenakan mata pencaharian mereka dari hewan ternak, yang memerlukan padang rumput luas dan juga dikarenakan iklim yang tidak mudah, dimana saat musim dingin, suhu bisa mencapai dibawah minus 30 derajat celcius. 

Mereka berpindah tempat menyesuaikan kondisi musim, saat musim dingin, mereka akan memilih tinggal di balik gunung untuk melindungi dari cuaca dingin.

Saat musim semi dan panas, mereka akan tinggal di dekat sungai. Dan saat musim gugur, mereka akan tinggal di bukit untuk mengumpulkan jerami sebagai persediaan musim dingin. Biasanya mereka akan berpindah minimal 4 kali dalam setahun.

Sumber: dokpri
Sumber: dokpri
Mengalami hidup nomaden di Mongolia, merupakan bagian dari rangkaian perjalanan saya dan keluarga di Mongolia. Keseluruhan pengalaman di Mongolia sungguh berkesan. Alam yang begitu indah, orang-orang Mongolia yang sangat ramah, keunikan budaya, adalah sebagaian dari segudang alasan untuk membuat siapapun yang datang ke Mongolia tak akan pernah melupakan pengalaman mereka. 

Namun, pengalaman tinggal bersama keluarga nomaden di Mongolia, suatu hal yang sangat unik dan sarat pelajaran hidup, yang membuat saya mendedikasikannya dalam tulisan tersendiri.

Keluarga nomaden yang kami tumpangi, lokasinya tidak jauh dari Hustai National Park. Mereka tinggal di tenda yang disebut ger. Tenda berwarna putih dengan bentuk silinder. Strukturnya terdiri atas tiang-tiang kayu yang yang disusun membentuk lingkaran, yang kemudian ditutup dengan penutup bahan felt dan kanvas.

Sumber: dokpri
Sumber: dokpri
Saat kami tiba, kami disambut dengan ramah, anak-anak mereka membawa aarul, semacam biskuit dari yogurt yang dikeringkan, untuk kami cicipi. Kemudian kami diantar ke ger kami. Ada beberapa ger di lokasi tempat kami menginap, dua diantaranya digunakan untuk tamu. 

Ger yang kami tempati mempunyai 4 tempat tidur yang diletakkan menempel dinding tenda. Di bagian tengah tenda ada perapian lengkap dengan cerobong yang menembus atap tenda. Beberapa perabot seperti lemari, meja dan kursi juga tersedia di dalam tenda.

Sumber: dokpri
Sumber: dokpri
Ger yang ditempati oleh keluarga, sedikit lebih lengkap. Mereka mempunyai bagian dapur dan tambahan perabot lainnya, diantaranya televisi. Mereka menggunakan solar panel untuk mendapatkan sumber daya listrik. Tak ada kamar mandi ataupun toilet di komplek ger yang kami tumpangi. 

Yang disebut toilet hanya lubang di tanah dan di sekelilingnya diberi seng untuk sedikit mendapat privasi saat melakukan panggilan alam. Setelah selesai, tinggal menutupi dengan tanah, menggunakan sekop yang memang disediakan di “toilet” tersebut. Mengamati situasi dan kondisi, satu hal kami tahu pasti, tak ada mandi untuk malam itu.

Sumber: dokpri
Sumber: dokpri
Kegiatan pertama kami adalah menunggang kuda. Kuda-kuda mongol, yang disebut Takhi mempunyai karakteristik tersendiri. Mereka tidak besar, tetapi sangat kuat. Oleh pemandunya, kami dibawa melintasi stepa yang tak bertepi. Sepanjang perjalanan, hanya kehijauan yang kami lihat.Tak ada jalan, bangunan atau apapun lainnya. Semuanya alam. Di beberapa lokasi, kami melihat kumpulan kuda yang asik merumput. Tak ada pagar yang mengelilinginya.

Sepulang berkuda, kami dipinjamkan pakaian mereka untuk berfoto, membuat kenangan sebagai pengingat kelak, kalau kami pernah berada di sana. Waktu mengalir lembut, tak tergesa. Kami menikmati hanya saat itu, menikmati apa yang ada. Berjalan-jalan di sekitar ger. 

Melihat ternak, sapi, kambing, domba dan kuda yang jumlahnya puluhan. Juga bermain dengan anak kambing, yang dijadikan hewan peliharaan oleh mereka. Berbeda dengan kebanyakan hewan peliharaan di tempat lain, di keluarga nomaden Mongolia, anak kambinglah yang dijadikan hewan peliharaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun