Mohon tunggu...
BapasTanjungpinang
BapasTanjungpinang Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Balai Pemasyarakatan Kelas II Tanjungpinang

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Kantor Wilayah Kepulauan Riau

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pembimbing Kemasyarakatan dalam Menjalankan Amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Pradilan Pidana Anak (SPPA)

18 November 2020   23:23 Diperbarui: 19 November 2020   00:25 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada tahun 2020, Balai Pemasyarakatan kelas II Tanjungpinang yang selanjutnya disebut Bapas Tanjungpinang telah melaksanakan pendampingan terhadap ABH (Anak yang Berhadapan dengan Hukum) sebanyak 113 orang ABH. Dalam implementasinya, menurut UU No 11 tahun 2012 tentang SPPA pada pasal 65, Pembimbing Kemasyarakatan hadir mewakili negara yang bertugas sebagai berikut:

a.  membuat laporan penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan Diversi, melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap Anak selama proses Diversi dan pelaksanaan kesepakatan, termasuk melaporkannya kepada pengadilan apabila Diversi tidak dilaksanakan;

b. membuat laporan penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan persidangan dalam perkara Anak, baik di dalam maupun di luar sidang, termasuk di dalam LPAS dan LPKA;

c.  menentukan program perawatan Anak di LPAS dan pembinaan Anak di LPKA bersama dengan petugas pemasyarakatan lainnya;

d. melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap Anak yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana atau dikenai tindakan; dan

e.   melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap Anak yang  memperoleh asimilasi, pembebasan bersyarat,  cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat.

Pada pasal 1 ayat 2 dan Ayat 3, “Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana”. “Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana”.

Dalam menjalankan amanat undang-undang tersebut, semua pihak harus mengedepankan dan mengutamakan keadilan restoratif.  Pada pasal 1 ayat 6 dikatakan bahwa “Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan”.

Dari penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak semua Anak yang melakukan tindak pidana akan dimasukkan kedalam Penjara atau Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Ada beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh Anak yang ancaman hukuman pidana penjara dibawah 7 (tujuh) tahun dan bukan pengulangan tindak pidana akan diupayakan Diversi. Pada pasal 1 ayat 7  dijelaskan bahwa “Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana”. Jadi, Anak yang melakukan tindak pidana, kemudian dilaksanakan proses diversi (tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak di Pengadilan Negeri) dan apabila upaya diversi tersebut berhasil maka Anak tersebut akan dilakukan pembinaan diluar Lembaga Pembinaan namun tetap dibawah pengawasan Pembimbing Kemasyarakatan Bapas dan juga pihak terkait. Dalam pelaksanaannya, untuk mencapai kesepakatan diversi juga banyak syarat yang harus dipenuhi oleh Anak tersebut. Serta pada pasal 9 ayat 1, “Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam melakukan Diversi harus mempertimbangkan:

a.  kategori tindak pidana;

b.  umur Anak;

c.  hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas; dan

d. dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat.

Penelitian Kemasyarakatan dari Bapas sendiri adalah sebuah laporan yang dibuat oleh Pembimbing Kemasyarakatan dengan cara mengambil data dan meneliti terkait Anak terhadap tindak pidana yang dilakukannya. Laporan tersebut berisi berbagai macam data identitas dan tentang latar belakang kehidupan sosial, ekonomi dan psikologi Anak , penyebab anak melakukan tindak pidana dan rekomendasi Pembimbing Kemasyarakatan terhadap proses hukum yang dilalui oleh Anak. Penelitian kemasyarakatan juga berfungsi sebagai bahan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan perkara terhadap Anak.

Selain itu, Pembimbing Kemasyarakatan juga melaksanakan tugas pada Pra-Ajudikasi, Adjudikasi dan Post-Ajudikasi. Singkatnya, Pembimbing Kemasyarakatan bertanggung jawab penuh terhadap Anak dan hak-hak Anak pada saat Anak melalui proses hukum hingga Anak selesai menjalankan hukuman pidana penjara (apabila proses diversi gagal dan dilanjutkan ke proses persidangan).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun