Mohon tunggu...
Viryan Azis
Viryan Azis Mohon Tunggu... -

kerje di kpu | ngopi tak pakai gule | fans barca | iG/twitter: @viryanazis

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Urgensi Reorganisasi Badan Adhoc Pemilu

28 Januari 2017   10:03 Diperbarui: 29 Januari 2017   11:36 3036
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1. PPDP/Pantarlih menjadi PPP (Petugas Pelayan Pemilih)
Hasil kerja PPDP/Pantarlih menjadi penentu dari kualitas daftar pemilih. Semakin baik kerja PPDP/Pantarlih maka akan semakin baik kualitas daftar pemilih. Berbagai permasalahan daftar pemilih yang muncul menjelang atau pada hari pemungutan suara terjadi selain karena hasil kerja PPDP/Pantarlih, KPPS tidak mengetahui proses kerja PPDP/Pantarlih dalam melakukan coklit. Namun muara permasalahan daftar pemilih pada hari pemungutan suara seperti ada pemilih tidak terdaftar atau dicoret serta merta divonis sebagai kesalahan kerja PPDP/Pantarlih, padahal terkadang hal tersebut disebabkan informasi dari anggota keluarga bahwa yang bersangkutan tidak akan ada pada hari pemungutan suara.

Pada sisi lain juga ditemukan kasus PPDP/Pantarlih dalam bekerja memang kurang bertanggungjawab dan masalah dari hasil kerjanya ditanggung oleh KPPS. Permasalahan lain kerap terjadi pada distribusi form C6 oleh PPS/KPPS. Distribusi form C6 berbasis daftar pemilih yang dihasilkan oleh PPDP/Pantarlih terkadang kurang efektif dan menjadi modus pelanggaran pemilu. Secara teknis permasalahan distribusi form C6 dapat terjadi karena keterbatasan PPS dalam mendistribusikan form C6 atau ada pula kasus KPPS tidak menguasai lapangan.

Solusi atas permasalahan tersebut adalah dengan menjadikan PPDP/Pantarlih tidak hanya bertugas melakukan coklit dalam pemutakhiran daftar pemilih saja, melainkan juga melakukan tugas ikutan yang terfokus pada pelayanan pemilih, yaitu melakukan coklit pemilih, membagi form C6 kepada pemilih serta secara otomatis menjadi anggota KPPS keempat yang melaksanakan tugas menerima pemilih yang akan masuk ke TPS, memeriksa tanda khusus pada jari pemilih dan membubuhkan nomor urut kedatangan pemilih.

Dengan penyatuan tugas PPDP/Pantarlih dari sebatas menjadi melakukan coklit menjadi fokus pelayanan pemilih dapat mengeliminir berbagai permasalahan teknis sebelumnya dikarenakan kerja pelayanan pemilih dilakukan oleh satu orang untuk satu TPS sejak coklit hingga pemungutan suara. PPDP/Pantarlih akan semakin sungguh-sungguh melaksanakan tugasnya dan semakin bertanggungjawab karena hasil kerjanya akan teruji pada hari pemungutan suara, yaitu yang bersangkutan juga melakukan tugas menerima kehadiran pemilih di TPS. PPDP/Pantarlih juga melakukan tugas membagikan form C6 karena yang bersangkutan memahami kondisi pemilih, mulai dari alamat rumah hingga perkiraan keberadaan pemilih dirumah.

Secara teknis administrasi, maka dapat dilakukan efisiensi dan kontrol kerja dengan mendisain ulang SDPT (Salinan Daftar Pemilih Tetap) yang sebelumnya hanya memuat daftar pemilih dengan menambahkan sejumlah kolom tambahan disebelah kanan seperti: kolom pembagian form C6 dan kolom kehadiran pemilih. Dengan penambahan kolom tersebut, keberadaan SDPT bertambah fungsi juga sebagai lembar kontrol distribusi form C6 serta pada hari pemungutan suara sebagai dokumen absensi kehadiran pemilih dengan lebih tertib.

Dengan demikian, fungsi KPPS keempat secara administrasi akan lebih mudah karena hanya memberi tanda centang dan kolom tanda centang disediakan. Dokumen SDPT dengan format tersebut juga yang akan diterima oleh para saksi dan dalam proses pelaksanaan pemungutan suara, dilakukan sesi konfirmasi KPPS kepada saksi akan jumlah pemilih di TPS tersebut, berapa pemilih yang menerima form C6 dan saksi dapat pula secara bersama dengan KPPS menghitung kehadiran pemilih dengan lebih detail. Konsekwensi beban kerja tentu menjadi dampaknya namun hal tersebut diiringi dengan bertambahnya penghasilan yang diterimanya. Pendekatan ini bila diterima dapat mulai diterapkan pada pilkada serentak tahun 2018.

2. Penambahan jumlah anggota KPPS dan penghitungan suara paralel
Penambahan jumlah anggota KPPS sebagai solusi terhadap beban kerja KPPS yang bertambah dari mengelola empat surat suara dan empat kotak menjadi mengelola lima surat suara dan lima kotak. Penambahan jumlah anggota KPPS diperlukan pada TPS yang jumlah pemilihnya lebih besar dari 250 orang. Dalam RUU Penyelenggaraan pemilu 2019 disebutkan jumlah pemilih per TPS maksimal 500 orang. Selain penambahan jumlah anggota KPPS terdapat opsi lain yaitu jumlah pemilih per TPS dikurangi menjadi 250 atau bahkan 200.

Pendekatan ini dapat saja dilakukan namun akan menghasilkan inefisiensi karena akan terjadi penambahan jumlah TPS hingga 50-60%, disisi lain proses penghitungan suaranya tetap dilakukan lima kali terhadap lima kotak suara yang bermakna terjadi penambahan waktu penghitungan untuk dari empat kali menjadi lima kali.

Usulan penambahan jumlah anggota KPPS selain karena bertambahnya satu surat suara dan satu kotak suara, diikuti dengan melakukan penghitungan suara atas lima kotak tersebut secara paralel. Penghitungan suara paralel dimaksud dengan melakukan penghitungan suara lebih dari satu kotak suara secara bersamaan, dalam hal ini dilakukan penghitungan paralel dua kotak suara secara bersamaan dengan proses sebagai berikut: pertama, kotak suara pilpres dihitung secara paralel dengan kotak suara DPR; kedua, kotak suara DPD dihitung secara paralel dengan kotak suara DPRD Provinsi dan ketiga, kotak suara DPRD Kabupaten/Kota dihitung terakhir. Dengan demikian, akan terjadi efisiensi waktu penghitungan suara dari sebelumnya empat kali, tidak menjadi lima kali bahkan hanya tiga kali. Efisiensi waktu dalam penghitungan suara dan kerja KPPS dapat lebih cepat selesai karena pengisian formulir C dan C1 beserta lampiran dapat lebih cepat karena adanya penambahan jumlah KPPS. Dengan pendekatan ini, permasalahan kerja KPPS hingga dini hari serta kotak suara diantar pada waktu subuh bahkan pagi dapat diminimalisir. Efisiensi terjadi dalam hal waktu dan efektifitas hasil bahkan semakin terjamin.

Penambahan anggota KPPS menjadi kebutuhan dari tujuh orang menjadi sebelas orang dengan asumsi, satu kegiatan penghitungan suara dilakukan oleh lima orang dan satu orang lainnya melakukan fungsi koordinasi atau tugas lainnya. Penambahan jumlah anggota KPPS dan perlakuan penghitungan suara paralel hanya dilakukan pada TPS dengan jumlah pemilih lebih dari 250 orang. Penambahan jumlah anggota KPPS hingga sebelas sebenarnya bukanlah hal baru, pada buku Indonesia Memilih yang merupakan laporan panitia pemilihan indonesia regulasi pemilu tahun 1955, pada halaman 97 disebutkan jumlah anggota KPPS (saat itu bernama Penjelenggara Pemungutan Suara), antara 4 sampai 11, namun kemudian diambil pukul rata 7 anggota.

3. Rekapitulasi elektronik berbasis kecamatan/distrik
Reorganisasi badan adhoc harus dilakukan secara menyeluruh dengan mempertimbangkan aspek penerapan teknologi informasi untuk pemilu 2019. Teknologi Informasi memang dapat memudahkan kerja manusia secara nyata namun teknologi informasi dapat pula menghasilkan masalah ketika penerapannya tidak dilakukan dengan efektif. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun