Kondisi ini terjadi pada pelaksanaan pemilu 2009 ketika pilihan teknologi yang digunakan dalam membantu rekapitulasi penghitungan suara pada pelaksanaannya terkendala. Saat itu KPU menggunakan metode ICR (intelligent character recognition) yaitu pemindaian huruf dan angka di formulir untuk ditafsirkan ke dalam bentuk huruf dan angka di komputer. Kemudian, data hasil ICR dikirimkan ke KPU pusat melalui jaringan VPN yang dipunyai Telkom. Setelah sampai di KPU pusat, data hasil ICR ini kemudian direkap dan diumumkan melalui situs web khusus KPU. Capaian hasil yang diperoleh berkisar hanya 28%. (Sumber: Modul Tata Kelola Pemilu).
Permasalahan tersebut berhasil diselesaikan pada pelaksanaan pemilu 2014 dengan pendekatan teknologi yang lebih sederhana namun handal serta penggunaan jaringan umum dengan scan form C1 dan entry data oleh operator menggunakan aplikasi Situng.
Dari pengalaman tersebut, pilihan teknologi tidak hanya pada aspek kecanggihannya namun pada aspek potensi efektifitas penerapannya. Beranjak dari pandangan tersebut, penerapan teknologi informasi untuk pemilu 2019 lebih tepat dengan e-rekap daripada e-voting. Penerapan e-rekap dilakukan sekaligus dengan merubah proses pelaksanaan rekapitulasi penghitungan suara secara menyeluruh sebagai berikut:
3.1. Setelah KPPS menyelesaiakan kegiatan penghitungan suara, kotak suara tidak lagi dikembalikan ke kantor desa atau kelurahan melainkan langsung ke kantor kecamatan;
3.2. Kotak suara yang dikembalikan KPPS tersebut langsung ke kantor kecamatan tetap diterima oleh PPS dan menjadi tanggungjawab PPS melakukan rekapitulasi penghitungan suara seluruh TPS di wilayah kerjanya, namun kegiatan rekapitulasi penghitungan suara ini tidak lagi dilakukan di kantor desa atau kelurahan;
3.3. Kegiatan rekapitulasi penghitungan suara dilakukan oleh PPS dan dihadiri oleh saksi tingkat PPS di kantor kecamatan, sehingga kegiatan rekapitulasi akan terkonsentrasi di kecamatan dan mengurangi titik sebaran kegiatan rekapitulasi penghitungan suara secara nasional. Dengan terkonsentrasi, pemantauan dan pengamanan dapat lebih optimal dilakukan secara bersamaan kegiatan rekapitulasi suara per TPS tetap efektif karena dilakukan oleh PPS dan dihadiri oleh saksi peserta pemilu ditingkat PPS. Pendekatan ini berbeda dengan pola rekapitulasi penghitungan suara di kecamatan karena langsung dilakukan oleh PPK;
3.4. Proses rekapitulasi penghitungan suara oleh PPS dapat dilakukan secara bersama pada satu waktu oleh beberapa PPS. Ini sangat tergantung pada ketersediaan ruangan/gedung;
3.5. Proses rekapitulasi dilakukan secara elektronik dengan adanya tim entry e-rekap disetiap kantor kecamatan. Tim entry e-rekap ini langsung membantu kerja PPS dalam merekapitulasi penghitungan suara. Proses e-rekap menjadi dapat lebih efektif karena dilakukan di kecamatan dan ketersediaan jaringan listrik serta internet sangat memadai di tingkat kecamatan;
3.6. Setelah PPS melaksanakan e-rekap selesai, dilakukan proses verifikasi hasil oleh saksi peserta pemilu dan PPL yang dihadiri langsung oleh PPK dan Panwascam. Kegiatan verifikasi hasil akan efektif dengan pola ini, dengan semakin banyak orang yang hadir dalam proses rekapitulasi dalam waktu bersamaan dapat meniminalisir potensi manipulasi hasil pemilu;
3.7. Formulir verifikasi hasil rekapitulasi langsung di tandatangani oleh PPS dan Saksi serta diketahui oleh PPK dan Saksi peserta pemilu tingkat kecamatan;
3.8. Setelah selesai kegiatan rekapitulasi secara elektronik, PPS langsung melakukan rapat pleno penetapan hasil rekapitulasi elektonik per TPS.
3.9. Seketika seluruh PPS menyelesaikan rekapitulasi elektonik, PPK langsung melakukan penetapan rekapitulasi elektronik hasil pemilu per PPS ditingkat kecamatan dalam satu rangkaian proses.
Sembilan tahap kegiatan tersebut menjadi satu kesatuan proses rekapitulasi penghitungan suara secara elektronik yang dapat meminimalisir manipulasi hasil pemilu. Berbagai permasalahan menyangkut selisih hasil penghitungan suara di TPS yang muncul saat rekapitulasi penghitungan suara di PPS harus dapat diselesaikan pada tahapan ini.
Rekapitulasi elektronik didukung dengan program e-rekap yang dikerjakan oleh operator terlatih di kecamatan. Program e-rekap mengembangan aplikasi SITUNG yang telah ada. Dengan demikian, e-rekap tidaklah memerlukan update mayor melainkan update minor. Aplikasi SITUNG yang terbukti efektif pada pemilu 2014 serta diteruskan pada pilkada 2015, 2017 dan 2018 menjadi langkah transisi menuju e-rekap. Dengan rangkaian ini, maka proses rekapitulasi sudah otomatis selesai dan dilanjutkan dengan proses penetapan hasil pemilu saja.
Proses penetapan hasil pemilu terdapat dua alternatif, yaitu:
1. Dilakukan berjenjang sama seperti kegiatan rekapitulasi sebelumnya, yaitu tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi dan tingkat nasional namun langsung pada aspek penetapan rekapitulasi hasil pemilu tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi dan tingkat nasional;
2. Dilakukan langsung penetapan rekapitulasi hasil pemilu secara proporsional, yaitu tingkat kabupaten/kota melakukan penetapan rekapitulasi hasil pemilu untuk DPRD Kabupaten/Kota, tingkat provinsi untuk DPRD Provinsi serta tingkat nasional untuk DPR RI, DPD dan Presiden serta Wakil Presiden terpilih.
Kegiatan rekapitulasi elektonik berbasis kecamatan/distrik diatas berpotensi membuat hasil pemilu dapat diketahui dengan lebih cepat dan lebih berintegritas. Rentang waktu dalam penghitungan dan rekapitulasi penghitungan suara yang sebelumnya memakan waktu lama dapat diminimalisir. Alokasi waktu rekapitulasi yang ditambah pada tingkat kecamatan yang menjadi basis pelaksanaan rekapitulasi elektronik. Berbagai masalah yang muncul harus dapat diselesaikan pada tingkat kecamatan dan pada kondisi tertentu dapat langsung disupervisi oleh KPU Kabupaten/Kota.
Pilihan melakukan reorganisasi badan adhoc penting disadari dengan juga dengan melakukan perubahan pada aspek keuangan badan adhoc, hal yang terlewati pada pemilu 2009 sehingga kegiatan rekapitulasi langsung di kecamatan oleh PPK turut pula bermasalah.
Lebih lanjut, khusus aspek e-rekap perlu dibahas mendalam dalam sebuah komite ahli yang melibatkan pakar hukum pemilu, pakar politik pemilu, pakar IT yang menjadi aktor sukses Situng serta dari unsur perusahaan yang berkinerja ekselen dalam penerapan IT, BPPT, Kemendagri dan praktisi pemilu sehingga reorganisasi badan adhoc semakin matang dan menjadi upaya transformasi kelembagaan KPU yang berkinerja unggul. Dengan melakukan tiga aspek reorganisasi badan adhoc sebagaimana diatas secara komprehensif, tantangan pemilu 2019 serta sejumlah masalah teknis klasik sekaligus prinsip pada tingkat lapangan terjawab dengan efisien, efektif serta meningkatkan kualitas pemilu 2019. Wallahu a’lam bisshowab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H