Hari ini Gie memasuki usia ke 74 tahun. Meski usia biologis Gie hanyalah 27 tahun, namun usia pemikiran, tulisan dan sikapnya terus hidup hingga kini. Generasi saya hingga generasi Z bahkan milenial masih bersentuhan dengan Gie dalam tulisan-tulisannya yang ada dalam buku Catatan Seorang Demonstran. Jiwa puitis Gie semakin menambah pesonanya diantara ketegasan sikap dirinya, hingga film Gie pun tak semata bernuansa idealis yang kaku, melainkan masuk kategori romantis-revolusioner. Istilah yang sering muncul dikalangan aktifis yang ditengah sibuk dengan beragam agenda keberpihakannya terserang virus merah jambu. Gie, sama dengan banyak aktifis mahasiwa lainnya agak kesulitan untuk membangun hubungan dengan seseorang yang dicintainya. Pepatah dikalangan demonstran, lebih baik menghadapi polisi yang menghadang demonstran daripada menghadapi seorang perempuan yang dicintai. Lebih mudah mengorganisir massa daripada mengorganisir hati...
Saya mengenal Gie bermula dari diskusi-diskusi kecil dan informal tahun 90an hingga sempat memiliki buku Gie yang kini entah ditangan siapa. Membaca Gie selalu membangkitkan antusias dan motivasi untuk meyakini hidup dengan prinsip jauh lebih penting dari berbagai gimmick hidup yang banyak diukur secara materi. Sosok Gie yang pergi dengan kadar yang agak berbeda terlihat dari sikap Kakaknya, Soe Hok Djin (Arief Budiman).
Gie yang otentik menjadi role-model untuk banyak aktifis dari beragam latar belakang agama dan suku. Sosok Gie tak lagi dipandang sebagai Tionghoanya, melainkan sebagai anak muda Indonesia yang idealis sikapnya hingga memilih tinggal sendiri demi prinsip yang diyakininya, “Saya memutuskan bahwa saya akan bertahan dengan prinsip-prinsip saya. Lebih baik diasingkan daripada menyerah terhadap kemunafikan”
Gie menjadi salah satu teladan aktifis mahasiswa berintegritas yang sikap dan geraknya mewarnai pergantian orde lama ke orde baru. Ditengah pragmatisme sebagian aktifis mahasiswa yang bahkan tak segan-segan menjadikan gerakan sebagai transaksi politik, Integritas Gie penting untuk kembali dibaca.
“...saya ingin melihat mahasiswa-mahasiswa, jika sekiranya ia mengambil keputusan yang mempunyai arti politis, walau bagaimana kecilnya, selalu didasarkan atas prinsip-prinsip yang dewasa. Mereka yang berani menyatakan benar sebagai kebenaran, dan salah sebagai kesalahan. Dan tidak menerapkan kebenaran atas dasar agama, ormas, atau golongan apapun...”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H