Tiongkok bereaksi kembali atas kunjungan Ketua DPR Amerika Nancy Pelosi ke Taiwan baru baru ini dengan membatalkan dan menunda beberapa perjanjian dan pembicaraan dengan Amerika yang sudah berlangsung.
Pengumuman pembatalan dan penundaan ini diumumkan oleh Menteri Luar Negeri Tiongkok seperti dilanair CNN (5/8/22).
Namun dari semua pemberitaan mengenai ketegangan yang tengah terjadi, ada satu hal yang mungkin terlewati oleh banyak pihak yaitu kesiapan militer Tiongkok untuk penerjunan (deployment) terutama pada kapal kapal perangnya dan pesawat pesawat tempurnya.
Dibutuhkan banyak hal serta waktu yang tidak sebentar untuk melakukan itu karena selain dari segala perlengkapan dan peralatan militer yang dibutuhkan, juga logistik bagi para personil dan bila ada ditambah dengan pasukan.
Tidak hanya pada personil dan logistik menyiapkan armada dalam kekuatan armada militer untuk mencapai titik kesiapan tertinggi serta dalam skala penuh tidaklah mudah serta membutuhkan biaya yang tinggi pula.
Hal ini menandakan betapa sigap dan siap nya militer Tiongkok untuk bergerak meskipun hanya untuk latihan sekalipun, hal ini juga sekaligus menjadi signal serius dari Tiongkok bahwa militer mereka dapat diterjunkan dalam waktu yang singkat ke kawasan kawasan yang mereka anggap sebagai ancaman.
Pada sisi militer Amerika, ada dua hal yang membuat para jenderal dari seluruh angkatan sibik akhir akhir ini yaitu menyiapkan armada mereka bila diminta untuk mengawal pesawat yang ditumpangi Nancy Pelosi serta bersiap untuk konflik hingga peperangan bila terjadi.
Tekanan pada para jenderal Amerika juga ditambah dengan adanya ancaman Tiongkok sebelum kunjungan Pelosi terlaksana untuk memberlakukan No-fly-zone serta pengiriman beberapa pesawat tempur mereka di wilayah ADIZ (Air Defence Identification Zone) Taiwan bila Nancy Pelosi tetap berkunjung ke Taiwan.
Platform berita CNN (5/8/22/ mengatakan bahwa pada hari keberangkatan Ketua DPR, Tiongkok melakukan latihan militer yang menggunakan persenjataan dan amunisi sungguhan atau yang dikenal dengan istilah Live-Fire Excercise (LFX) serta mengirimkan rudal rudal mereka ke kawasan sekitar Taiwan untuk pertama kalinya.
Padahal penerapan LFX sebenarnya membutuhkan pengosongan daerah yang akan dijadikan latihan untuk menghindari korban.
Latihan dengan metode Live-Fire ini berguna bagi personil dan pasukan militer untuk mengenali persenjataan yang mereka gunakan pada keadaan pertempuran sebenarnya sehingga tidak terbatas pada latihan pada umumnya serta simulasi.
Namun terlepas dari kesiapan militer dari kedua negara, lokasi daerah daerah yang menjadi hotspot menjadi keuntungan tersendiri bagi Tiongkok karena selain jaraknya yang relatif dekat dengan mereka juga waktu yang dibutuhkan.
Berbeda dengan militer Amerika yang membutuhkan waktu yang lebih untuk mempersiapkan dan mencapai hotspot walau ada beberapa kekuatan militer AS yang memang berpangkalan di daerah sekitar hotspot namun tidak dalam skala penuh seperti Tiongkok.
Kecepatan militer Tiongkok dalam penerjunan (deployment) kekuatannya merupakan signal kesiapan mereka (ready for combat) terhadap berbagai kemungkinan (ancaman) terlepas dari status keadaan kawasan serta status keamanan (security level) di dalam negeri Tiongkok.
Sedangkan pada sisi Amerika, penguasaan Tiongkok pada kawasan Laut China Selatan merupakan ancaman tersendiri karena LCS merupakan benteng  pertahanan mereka atas teritori mereka di kawasan Pasifik sebelum.memasuki daratan utama mereka sehingga bila LCS dan Pasifik sudah lumpuh maka jalan terbuka untuk melumpuhkan pertahanan di daratan utama Amerika.
Stabilitas pada kawasan LCS akan terganggu dan bahkan pada tahap latihan militer sekalipun, seperti yang diberitakan Kompas.com (5/8/22) latihan militer Tiongkok yang akan digelar dari 4-7 Agustus 2022 akan mempengaruhi 17 jalur pelayaran internasional dan 7 buah pelabuhan dari Taiwan.
Referensi :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H