Pada beberapa kesempatan yang tidak jarang ketika berada di sebuah destinasi penulis melihat sekumpulan wisatawan dari negeri sendiri baru tiba dengan kapal, mereka kemudian berjalan dan langsung berfoto foto dan bermain di pantai dan setelah selesai mereka pun naik kembali dan meninggalkan pulau. Tak ada sapaan dan lambaian tangan, yang hanya ada beberapa sampah yang mereka tinggalkan di tempat sampah yang telah tersedia.
Pada kesempatan lain, sebuah kapal phinisi terlihat tengah mempersiapkan speedboat mereka untuk membawa sekumpulan wisawatan mancanegara. Ketika dua speedboat mereka bersandar di dermaga, para wisatawan tersebut menyapa kami dulu dengan satu kata 'hello' mendahulukan kami dengan ucapan 'welcome'.
Mereka kemudian berjemur (sunbathe) dan ada pula yang snorkeling dengan ditemani oleh beberapa awak kapal phinisi tersebut. Beberapa lama kemudian beberapa dari mereka berjalan ke area permukiman untuk melihat sekeliling, adakalanya mereka terlibat dalam perbincangan untuk beberapa saat terutama bila ada seorang ibu sedang menggendong anaknya dengan kain jarik, sesuatu yang mungkin tak biasa bagi mereka.
Dan ketika waktunya tiba untuk mereka kembali ke kapal, lambaian tangan dari mereka menjadi pemandangan yang berbeda dengan sekumpulan wisatawan sebelum mereka.
Dari kedua cerita tersebut tumbul pertanyaan, apakah kehidupan lokal di destinasi wisata kalah menariknya dari keindahan alam sekitar bagi beberapa wisatawan ? dan apakah destinasi wisata hanya dapat berupa keindahan alam dan keunikan dari kehidupan masyarakat sekitar ?
Entahlah tapi memang sepertinya pertanyaan pertanyaan tersebut harus segera ditemukan jawabannya bukan atas dasar dari permintaan penduduk yang bermukim di sekitar dan bahkan di hampir semua destinasi di Indonesia.
Akan tetapi mari kita mulai dengan melihat jauh ke belakang dimana pariwisata dahulunya  bermula dari hubungan antar manusia dari tempat yang berbeda.
Baca juga : Sejarah Singkat Pariwisata
Dari secangkir teh atau kopi dapat menciptakan banyak cerita, banyak canda dan tawa, dari pembelian sehelai kain dapat menciptakan banyak tanya dan pembicaraan bisnis dan lainnya dan dari satu kunjungan dapat terbangun hubungan antar manusia dari tempat yang berbeda, itulah awal dari pariwisata, sehingga dapat dikatakan bahwa pariwisata bermula dari kegiatan manusia yaitu perjalanan serta bagaimana manusia menentukan dan memaknai perjalanan yang dilakukan.
Perjalanan untuk melihat perbedaan di tempat lain adalah alasan yang sangat mendasar dan bisa diilustrasikan sebagai akar untuk tumbuhnya sebuah tumbuhan, namun akar juga bisa tumbuh dengan melebar dan membuat pondasi yang kuat pada tumbuhan pada akhirnya.
Begitu pula perjalanan sebagai akar dari pariwisata yang melebar dari hanya sebuah perjalanan dengan tujuan dagang dahulunya ke perjalanan dengan tujuan edukasi, kesenangan atau leisure serta lainnya Dari akar yang melebar tersebut akan menumbuhkan tanaman yang kokoh pula, bukan hanya dengan melihat ukurannya namun juga melihat bagaimana tumbuhan tersebut memproduksi hasil nya yang bisa berupa sayuran dan buah buah an yang diartikan sebagai manfaat.
Jika kita ingin berkebun, kita akan bertanya tanaman apa yang kita ingin tanam, hasil apa yang kita ingin harapkan --apakah berupa sayur-sayuran atau buah-buahan, setelah itu kita bisa memulai menanam bibit nya.
Jenis tanamannya disesuaikan dengan iklim sehingga tidak mungkin kita menanam tumbuhan beriklim dingin didaerah beriklim tropis, namun jenis tumbuhan pada masing masing iklim bisa beragam dengan menyesuaikan musim, sehingga kebun kita adalah kebun pada satu iklim tetapi dapat menghasilkan beragam tumbuhan sepanjang tahun dengan adanya perubahan musim.
Jika kita menggambarkan ilustrasi tersebut pada pariwisata maka kebun digambarkan sebagai destinasi wisata, iklim adalah lokasi sedangkan musim adalah daya tarik wisata atau tourist attraction.
Kebun memang tidak bisa berubah bentuk nya begitu pula destinasi wisata seperti pulau, lembah, gurun, laut dan lainnya, namun manfaatnya dapat beragam baik kepada pemilik kebun maupun pembeli hasil tanam dimana pembeli disini dalan pariwisata tidak lain adalah wisatawan.
Dalam konteks pariwisata, kebun tidak seharusnya stagnan dan hanya menamam satu jenis tumbuhan saja, diperlukan pilihan pilihan (daya tarik) kepada wisatawan sepanjang tahun, dalam artian destinasi wisata tidak hanya serupa pulau dengan keindahan pantainya atau lembah dengan hanya suasana alam yang sejuk dan hening sepanjang tahun.
Daya tarik pada destinasi wisata juga sebaiknya tidak stagnan yang dalam ilustrasi kebun tadi digambarkan dengan satu tumbuhan saja, sehingga wisatawan tidak hanya berkunjung saat panen nya satu jenis tumbuhan yang diminati tapi juga pada panen tumbuhan lainnya pada musim yang berbeda.
Acara acara atau kegiatan tradisional seperti pernikahan adat bisa menjadi salah satu daya tarik yang tidak stagnan karena dilakukan hanya pada saat adanya kedua insan yang memutuskan untuk menikah.
Sedangkan akar yang melebar pada pariwisata dapat diilustrasikan sebagai cara wisatawan memaknai perjalanannya yang kini tidak hanya dapat berdasarkan pada kesenangan tapi juga edukasi dan lainnya.
Kebun bisa menjadi tempat kita mengetahui dan belajar tentang proses penanaman tanaman dari awal hingga panen, begitu pula destinasi wisata dengan adat itiadat dan budaya yang sudah sejak dahulu ada sebagai daya tariknya perlu untuk ditampilkan dalam berbagai musim.
Bila destinasi wisata bisa dikembangkan dengan berdasarkan ilustrasi proses berkebun dengan beragam tumbuhannya sepanjang tahun tadi maka destinasi wisata dapat menjadi tujuan seluruh wisatawan yang berbeda beda pula dalam memaknai perjalanan yang mereka lakukan.
Destinasi wisata tidak akan lagi sekadar tempat berswafoto atau pun tempat transit wisatawan yang hanya melihat keindahan alamnya dan kemudian meninggalkan destinasi tersebut, tetapi dapat menjadi sebuah tempat bagi wisatawan untuk lebih mengenal dan mengeksplor segala hal yang dimiliki dan yang dapat disediakan kepada wisatawan.
Dan pada akhirnya segala jenis daya tarik tersebut akan membawa manfaat kepada masyarakat sekitar, tidak hanya pada musim liburan tiba tapi segala musim dan sepanjang tahun dengan berbagai jenis daya tarik (tumbuhan).
Untuk itu dalam mengembangkan destinasi wisata tidak hanya dapat mengandalkan keindahan alam ataupun fasilitas yang lengkap sekalipun tanpa adanya daya tarik yang beragam sepanjang tahun yang dapat berupa pertunjukan budaya dan adat setempt
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H