Mohon tunggu...
Mauraqsha
Mauraqsha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Staff Biasa di Aviasi.com

Penggemar Aviasi namun terjun di Pariwisata, berlayar pilihan pertama untuk liburan, homestay dan farmstay piihan pertama untuk penginapan.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Sterile Cockpit Rule pada Penerbangan

25 Maret 2022   20:40 Diperbarui: 27 Maret 2022   11:56 1178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada beberapa kecelakaan pesawar terbang, hasil investigasi menyimpulkan salah satu faktor penyebabnya yaitu adanya percakapan di kokpit yang tidak berhubungan dengan pengoperasin pesawat sehingga membuat pilot mengambil tindakan yang tidak sesuai dengan seharusnya yang berlaku.


Pada tanggal 22 Mei 2020 pesawat Airbus A-320 214 dari Pakistan International Airlines dengan nomor registrasi AP-BLD mengalami kecelakaan tidak jauh dari landasan pacu ketika  pada fase pendaratan. Investigasi yang dilakukan oleh badan keselamatan Pakistan atau Pakistan's Aircraft Accident Investigation Board (AAIB) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang berkonrtribusi pada kecelakaan tersebut adalah percakapan yang tidak berhubungan dengan penerbangan yang dilakukan oleh kru pesawat, Covid 19 menjadi bahan pembicaraan mereka.


Pada tanggal 30 Agustus 1988 pesawat Boeing 727 232 milik Delta Airlines dengan nomor registrasi N473DA mengalami kecelakaan saat lepas landas di Bandara Forth Worth Dallas yang mengakibatkan 14 orang meninggal. Investagasi yang dilakukan oleh badan keselamatan penerbangan Amerika menyimpulkan bahwa kru pesawat tidak men set posisi flap pada posisi untuk takeoff, investigasi juga dilakukan pada CVR (cockpit voice recorder) yang kemudian menyimpulkan bahwa terjadi percakapan antara first officer dengan flight attendant tentang pemilihan presiden ketika itu, hal ini menjadi faktor yang berkontribusi saat kru melewati salah satu hal terpenting saat melakukan pre-flight checklists.

Masih banyak lagi kecelakaan yang disebabkan oleh aktivitas di kokpit yang tidak berhubungan dengan pengoperasian pesawat ini baik yang berakibat fatal maupun hanya berupa insiden namun akan lebih baik kita mengetahui tentang apa yang sudah dilakukan oleh pelaku pada industri aviasi agar kecelakaan yang disebabkan oleh adanya aktivitas ini di kokpit tidak terjadi lagi walau aturan bisa dilanggar sekalipun


Sterile Cockpit Rule


Badan Penerbangan Amerika (FAA) mengeluarkan aturan pada tahun 1981 yang disebut dengan Sterile Cockpit Rule melalui  FAR 121.542 dan FAR 135.100 (Federal Aviation Rule) yang melarang kru pesawat (pilot dan first officer)  melakukan segala ativitas di kokpit yang tidak berhubungan dengan pengoperasian pesawat pada fase takeoff, landing dan taxiing serta segala pengoperasian pesawat pada ketinggian dibawah 10,000 feet kecuali bila pesawat dalam keadaan cruising (jelajah).

Namun aturan pada dasarnya dapat dilanggar oleh manusia sekalipun pada dunia penerbangan yang seharusnya mengutamakan keselamatan sehingga kecelakaan yang seharusnya dapat dihindari justru terjadi akibat pelanggaran atas aturan tersebut.


Pada beberapa laporan yang dikirim ke Aviation Safety Reporting System yaitu sistem pelaporan  yang dimiliki oleh FAA bagi para pilot untuk mengirimkan laporan secara rahasia, pelanggaran pelanggaran dari sterile cockpit rule ini terbagi atas 4 hal yaitu:


1. Extraneous Conversation , yaitu percakapan di kokpit yang tidak ada hubungannya dengan pengoperasian pesawat seperti percakapan antara kru pesawat dengan flight attendant, percakapan antara pilot dengan orang yang duduk di jump seat yang berada di cokpit yang bisa kru pengganti dan penumpang yang mendapatkan keistimewaan.

2. Gangguan dari Flight Attendant, pada satu laporan disebutkan bahwa sebuah pesawat berdekatan sejajar dengan pesawat lain pada landasan pacu yang sama saat akan mendarat karena pilot terganggu dengan masuknya Flight attendant ke kokpit dengan membawa kopi saat pesawat mendekati landasan pacu sehingga memgira pesawat sudah berada sejajar dengan landasan pacu diarahkan oleh menara pengawas sebelumnya.

3. Komunikasi Radio yang tidak penting serta Pengumuman kepada penumpang. Pada satu laporan menyebutkan bahwa kapten pilot melakukan hubungan komunikasi radio dengan pusat pemeliharaan pesawat maskapai untuk mengadukan beberapa gangguan pada pesawat, secara bersamaan semua komunikasi pesawat  dengan menara pengawas di tangani oleh co pilot/first officer sehingga menyebabkan beberapa point penting seperti tahapan mendarat yang diarahkan oleh menara pengawas terlewatkan oleh first officer yang overload dengan komunikasi selagi kapten pilot berkomunikasi dengan pemeliharaan maskapai.

4. Sightseeing, kegiatan ini mungkin direkomendasikan saat didarat tapi dibawah ketinggian 10,000 feet dilarang dilakukan oleh kru pesawat. Pada satu laporan menyebutkan bahwa pilot terfokus pada pemandangan pada sebuah pesawat khusus yang berada di sebelah kanan pesawatnya hingga luput pada saat akan melakukan pendaratan (missed approach).


Dari semua laporan laporan yang masuk ke ASRS ini dapat disimpulkan bahwa pelanggaran pelanggaran ini mengakibatkan resiko pada pengoperasian pesawat yaitu 48% adalah penyimpangan ketinggian, 14% adalah penyimpangan arah, 14% adalah pelanggaran di landasan pacu, 8% adalah pelanggaran takeoff dan landing tanpa clearance, 2% berupa tabrakan diudara dan 14% adalah pelanggaran lainnya.


Namun aturan yang berlaku untuk kru dan flight attendant ini adakalanya membingungkan khususnya pada flight attendant yang tidak melaporkan keadaan dimana pintu pesawat di kabin penumpang terlepas ketika lepas landas karena sterile cokpit rule masih berlaku pada ketinggian dibawah 10,000 feet.


Sehingga beberapa maskapai di dunia kini lebih menekankan kepada flight attendant untuk melaporkan segala bentuk keadaan emergency walau pesawat masih dalam sterile cokpit rule seperti maskapai Japan Airlines yang pada panduan bagi flight attendant untuk dapat berkomunikasi dengan pilot bila terjadi kondsi atau keadaan yang membahayakan seperti asap dikabin, getaran dan suara yang tidak biasa, kebocoran baham bakar serta kebakaran.


Kehadiran Cockpit Voice Recorder adalah salah satu media yang berguna dalam menentukan apakah ada pelanggaran terhadap sterile cockpit rule ini dengan melihat beberapa fakta dan hasil investigasi kecelakaan pesawat yang merekam adanya aktivitas di kokpit yang tidak berhubungan dengan pengoperasian pesawat.

Di sisi lain ketika tidak ada rekaman pada VCR akan menimbulkan pertanyaan karena di luar kebiasaan demikian juga ketika VCR tidak dapat ditemukan atau sudah dalam keadaan tak bisa di olah data rekamannya. Hal hal yang diuar kebiasaan pada penerbangan juga akan menimbulkan pertanyaan terutama bila hal tersebut menjadi salah satu kunci dari bahan investigasi kecelakaan pesawat.

Pada dasarnya aturan ini memang diterapkan untuk memastikan para pilot untuk fokus pada tugasnya terutama pada beberapa kondisi dalam penerbangan seperti pada fase takeoff dan landing serta flight attendant untuk lebih memahami implementasi nya khususnya pada keadaan emergency, namun manusia adalah pelaku pelanggaran aturan yang juga dibuat oleh manusia meskipun aturan tersebut pada dasarnya diterapkan untuk mengutamakan keselamatan penerbangan.

Oleh karena itu pilot tidak dapat dilihat dari keahlian terbangnya saja melainkan juga kedisiplinan nya terhadap segala aturan dan panduan yang sudah ditetapan baik oleh badan atau otoritas penerbangan dunia dan negara setempat serta maskapai tempat mereka bekerja.

Referensi :

Satu Dua Tiga Empat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun