3. Komunikasi Radio yang tidak penting serta Pengumuman kepada penumpang. Pada satu laporan menyebutkan bahwa kapten pilot melakukan hubungan komunikasi radio dengan pusat pemeliharaan pesawat maskapai untuk mengadukan beberapa gangguan pada pesawat, secara bersamaan semua komunikasi pesawat  dengan menara pengawas di tangani oleh co pilot/first officer sehingga menyebabkan beberapa point penting seperti tahapan mendarat yang diarahkan oleh menara pengawas terlewatkan oleh first officer yang overload dengan komunikasi selagi kapten pilot berkomunikasi dengan pemeliharaan maskapai.
4. Sightseeing, kegiatan ini mungkin direkomendasikan saat didarat tapi dibawah ketinggian 10,000 feet dilarang dilakukan oleh kru pesawat. Pada satu laporan menyebutkan bahwa pilot terfokus pada pemandangan pada sebuah pesawat khusus yang berada di sebelah kanan pesawatnya hingga luput pada saat akan melakukan pendaratan (missed approach).
Dari semua laporan laporan yang masuk ke ASRS ini dapat disimpulkan bahwa pelanggaran pelanggaran ini mengakibatkan resiko pada pengoperasian pesawat yaitu 48% adalah penyimpangan ketinggian, 14% adalah penyimpangan arah, 14% adalah pelanggaran di landasan pacu, 8% adalah pelanggaran takeoff dan landing tanpa clearance, 2% berupa tabrakan diudara dan 14% adalah pelanggaran lainnya.
Namun aturan yang berlaku untuk kru dan flight attendant ini adakalanya membingungkan khususnya pada flight attendant yang tidak melaporkan keadaan dimana pintu pesawat di kabin penumpang terlepas ketika lepas landas karena sterile cokpit rule masih berlaku pada ketinggian dibawah 10,000 feet.
Sehingga beberapa maskapai di dunia kini lebih menekankan kepada flight attendant untuk melaporkan segala bentuk keadaan emergency walau pesawat masih dalam sterile cokpit rule seperti maskapai Japan Airlines yang pada panduan bagi flight attendant untuk dapat berkomunikasi dengan pilot bila terjadi kondsi atau keadaan yang membahayakan seperti asap dikabin, getaran dan suara yang tidak biasa, kebocoran baham bakar serta kebakaran.
Kehadiran Cockpit Voice Recorder adalah salah satu media yang berguna dalam menentukan apakah ada pelanggaran terhadap sterile cockpit rule ini dengan melihat beberapa fakta dan hasil investigasi kecelakaan pesawat yang merekam adanya aktivitas di kokpit yang tidak berhubungan dengan pengoperasian pesawat.
Di sisi lain ketika tidak ada rekaman pada VCR akan menimbulkan pertanyaan karena di luar kebiasaan demikian juga ketika VCR tidak dapat ditemukan atau sudah dalam keadaan tak bisa di olah data rekamannya. Hal hal yang diuar kebiasaan pada penerbangan juga akan menimbulkan pertanyaan terutama bila hal tersebut menjadi salah satu kunci dari bahan investigasi kecelakaan pesawat.
Pada dasarnya aturan ini memang diterapkan untuk memastikan para pilot untuk fokus pada tugasnya terutama pada beberapa kondisi dalam penerbangan seperti pada fase takeoff dan landing serta flight attendant untuk lebih memahami implementasi nya khususnya pada keadaan emergency, namun manusia adalah pelaku pelanggaran aturan yang juga dibuat oleh manusia meskipun aturan tersebut pada dasarnya diterapkan untuk mengutamakan keselamatan penerbangan.
Oleh karena itu pilot tidak dapat dilihat dari keahlian terbangnya saja melainkan juga kedisiplinan nya terhadap segala aturan dan panduan yang sudah ditetapan baik oleh badan atau otoritas penerbangan dunia dan negara setempat serta maskapai tempat mereka bekerja.
Referensi :