Pada setiap kecelakaan peswat terbang khususnya penerbangan komersial akan selalu menjadi perhatian dunia terutama ketika adanya jumlah korban yang meninggal (casualties) yang diakibatkan dari kecelakaan tersebut.
Kecelakaan pesawat B-737 89P dengan registasi B-1791 dengan nomor penerbangan MU5735 dari maskapai China Eastern Yunnan Airlines merupakan kecelakaan yang fatal dengan menewaskan semua kru dan penumpangnya, dan jika melihat dari tiga digit nya yaitu 89P menandakan pesawat ini berjenis B-737 800 yang dipresentasikan dengan angka 8 sedangkan 9P adalah kode customer untuk customer China Eastern Airlines, sistem kode ini  diterapkan oleh Boeing dalam mengenali setiap produknya (referensi 2).
Beberapa analisis pun bermunculan namun itu semua juga jangan dipandang sebagai hal yang negatif atau hal yang tidak menunjukan empati karena pada dasarnya semua itu dilakukan sebagai bentuk keprihatinan dari beberapa pihak dan individu yang sangat menaruh perhatian pada dunia penerbangan.
Analisis bukan hasil investigasi tetapi bisa menjadi salah satu bahan bagi pihak yang melakukan investigasi kecelakaan tersebut, sebagai contoh pada insiden pesawat Airbus A-380 milik Qantas dimana pihak investigator menjadikan analisis dari pabrik mesin Rolls Royce sebagai salah satu bahan dari investigasi nya.
Kita semua sudah menyadari penuh bahwa investigasi kecelakaan pesawat adalah domain dari pihak yang berwenang untuk melakukan investigasi tersebut dengan tetap mengacu pada aturan dan panduan yang telah ditetapkan oleh Badan Aviasi Sipil Dunia atai ICAO sebagai badan dunia yang sejak awal perkembangan penerbangan sipil komersial telah menetapkan berbagai aturan dan panduan tersebut untuk selalu memastikan kesealamatan sebagai hal yang utama.
Definisi Kecelakaan Penerbangan
Badan Aviasi Sipil Dunia atau ICAO mendefinisikan aviation accident sebagai berikut : 'an occurrence associated with the operation of an aircraft, which takes place from the time any person boards the aircraft with the intention of flight until all such persons have disembarked, and in which a) a person is fatally or seriously injured, b) the aircraft sustains significant damage or structural failure, or c) the aircraft goes missing or becomes completely inaccessible' (annex 13 dari Konvensi Chicago 1948).
Sedangkan untuk melakukan investigasi kecelakaan dan insiden pesawat terbang sipi diatur pada article no. 37 pada annex 13 tersebut dalam bentuk panduan standar bagi sebuah negara yang memiliki kewenangan untuk melakukan kewenangan yang dalam hal ini adalah negara dimana lokasi kecelakaan tersebut terjadi  bukan dengan melihat negara asal operator dan pemilik pesawat tersebut.
Pada industri aviasi, keselamatan memang selalu yang utama mulai dari pendesainan, produksi, pengoperasian hingga pemeliharaan pesawat terbang, namun pesawat tidak hanya sebuah kesatuan sistem yang hanya terdiri dari instrumen saja tapi juga ada kehadiran manusia sebagai kesatuan sistem tersebut.
Oleh karena itu kecelakaan pesawat dapat dikatakan sebagai chain of events sebuah rangkaian dari keadaan keadaan yang terjadi pada pesawat mulai dari desain, pengoperasian dan pemeliharaan hingga kehidupan pribadi dari manusia yang berhubungan dengan pesawat tersebut yaitu pilot, teknisi dan mekanik.
Sebuah keadaan dapat membawa dampak pada keadaan lainnya dan berlanjut sehingga masing masing keadaan akan menjadi faktor yang saling berkontribusi dari sebuah kecelakaan.
Investigasi akan membutuhkan masukan dari banyak pihak seperti pabrik pesawat dan mesin pesawat, maskapai dan lainnya serta dilakukan oleh Komite Keselamatan Penerbangan dari negara tempat kecelakaan terjadi, investigasi tidak mencari siapa yang bersalah melainkan untuk menghindari kecelakaan yang dikontribusi oleh hal yang serupa.
Oleh sebab itu pula Investigasi kecelakaan pesawat terbang merupakan proses yang memakan waktu yang tidak sebentar karena akan melibatkan banyak proses analisis pada semua faktor yang  berhubungan dengan keeadaan keadaan pesawat tersebut sebelum kecelakaan, mulai dari proses keberangkatan pesawat sebelum keberangkatan, analisis Flight Data Recorder dan Cockpit Voice Recorder hingga data pemeiharaan pesawat dari waktu ke waktu sebelum kecelakaan.
Dari setiap investigasi akan menghasilkan rekomendasi yang memerlukan tindakan segera  dari pabrik pesawat, operator dan pusat pemeliharaan pesawat sehingga hal serupa tidak akan terjadi lagi.
Selain itu pula investigasi dilakukan pada setiap kecelakaan dan insiden yang sesuai dengan panduan standar yang ditetaplkan oleh ICAO mulai dari sayap menabrak tiang lampu apron bandara hingga kecelakaan fatal, hal ini untuk memastikan keutamaan dari keselamatan harus tetap diterapkan baik oleh pabrik, operator hingga pusat pemeliharaan pesawat.
Sebagai contoh adalah ketika pesawat Airbus A-380 yang dioperasikan oleh Qantas bernomor penerbangan QF-32 mengalami insiden di udara pada 4 Nopember 2010 dan setelah investigasi selesai pihak komite keselamatan penerbangan Australia atau ATSB mengeluarkan hasil investigasi nya berupa rekomendasi kepada semua operator A-380 dengan mesin Trent 900 yang kemudian dilanjutkan dengan Emergency airworthiness directive oleh Badan Penerbangan Eropa atau EASA.Â
Emergency airworthiness directive (EAD) Â adalah panduan yang diterbitkan ketika ditemukan kondisi yang tidak aman dan memerlukan tindakan segera oleh para operator dan pengguna pesawat terbang.
Pada hasil investigasinya ATSB menemukan masalah pada mesin Trent 900 sedangkan Airbus A-380 tidak hanya menggunakan mesin Trent 900 tapi lainnya juga seperti mesin Rolls Royce sehingga rekemondasi diberikan kepada pengguna A-380 dengan mesin Trent 900 agar hal serupa terjadi lagi khususnya pada pesawat yang menggunakan mesin yang sama.
Untuk mencapai zero accident pada industri aviasi adalah sebuah tantangan yang tidak ringan dan membuat para pelakunya terus melakukan segala langkah  dan tindakan tanpa henti, namun kita harus selalu menyadari bahwa kehendak Yang Kuasa (Acts of God)  adalah tanda kekuasaan Sang Pencipta Bumi dan Langit atas segala hal yang ada semua ini, kita tidak bisa memastikan dengan zero accident tapi kita tidak bisa berhenti berusaha untuk meminimalkan resiko dari sebuah kecelakaan dan insiden.
Para pelaku industri aviasi sudah melakukan itu dengan menetapkan segala aturan, panduan, rekomendasi dan lainya yang dikeluarkan oleh Badan Otoritas Penerbangan dunia serta lainnya yaitu ICAO, FAA dan EASA, Â para pabrik pesawat pun sudah memainkan perannya dengan memproduksi pesawat dengan tingkat keselamatan yang semakin tinggi pula.
Penerapan teknologi terkini sudah dilakukan oleh pabrik pesawat untuk dapat beroperasi pada segala kondisi bahkan ketika pesawat mengalami masalah pada salah satu mesin nya dengan penerapan sertifikat ETOPS (Extended-Range Twin-Engine Performance Standards) untuk pesawat bermesin dua dan bahkan pesawat dapat tetap gliding di udara ketika semua mesin mati.
Pada tanggal 24 Agustus 2001 pesawat Airbus A-330 243 milik maskapai Air Transat mengalami mati mesin pada kedua mesinnya ditengah tengah Samudera Atlantik dalam penerbangan dari Toronto Kanada ke Lisbon Portugal namun pilot berhasil mendaratkan pesawat di Azores Portugal dengan gliding tanpa mesin sejauh 121 km.
Hal ini menandakan bahwa pesawat terbang sudah diproduksi dengan tingkat keselamatan yang tinggi sebagai perwujudan dari komitmen semua pelaku industri aviasi untuk selalu mengutamakan keselamatan penerbangan.
Akan tetapi seperti yang penulis sudah sebutkan sebelumnya bahwa pesawat terbang merupakan kesatuan sistem yang didalamnya tidak hanya seperangkat instrumen belaka tapi juga ada unsur manusia serta kehendak Yang Maha Kuasa, kecelakaan bisa terjadi dan dengan faktor diluar dari pengoperasian pesawat tersebut.
Kita pasti masih mengingat kecelakaan pesawat BAC Concorde yang mengalami kebakaran pada salah satu mesinnya pada fase lepas landas pada 25 Juli 2000 yang menewaskan seluruh awak dan penumpangnya.
Investigasi yang dilakukan oleh badan keselamatan penerbangan Perancis yaitu Bureau of Enquiry and Analysis for Civil Aviation Safety (BEA) menyebutkan salah satu penyebab dari kebakaran mesin Concorde ketika itu adalah serpihan metal yang terjatuh di landasan pacu yang mengenai ban pesawat dan kemudian menyebabkan kebocoran pada tanki bahan bakar nya. Serpihan tembaga tersebut adalah milik pesawat DC-10 yang  lepas landas sebelum pesawat Concorde.
Sebagai rangkuman, Segala kemungkinan bisa terjadi dengan banyak faktor penyebabnya, kecelakaan pesawat ataupun lainnya adalah kejadian yang kita semua tidak inginkan terjadi, segala usaha kita sudah lakukan untuk memastikan keselamatan akan tetapi kita tak bisa melawan kehendak Sang Maha Kuasa serta dengan doa dan berharap agar kecelakaan serupa tidak terjadi lagi.
Turut berduka cita atas kecelakaan Boeing B-737 89P semoga arwah kru dan penumpang diterima di sisi Tuhan Yang Maha Kuasa.
Referensi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI