Pada perjalanan industri pariwiasata telah banyak terjadi perubahan perubahan pada ketiga pelakunya yaitu wisatawan, pelaku usaha wisata dan masyarakat lokal, perubahan perubahan tersebut bukanlah yang mendasar dan mengubah pariwisata secara total melainkan berupa pergeseran dalam cara ketiga komponen tersebut dalam melakukan aktivitas nya.
Pergeseran yang terjadi pada sisi wisatawan adalah pada cara mereka memaknai sebuah perjalanan dan berlibur, beberapa dari mereka tidak ingin lagi liburan mereka terjadwal seperti pada itinerary -- mereka ingin membiarkan langkah mereka yang menjadi itinerary nya, bahkan tersesat (lost) bila perlu.
Penyebutan tourist yang umumnya melakukan liburan berdasarkan itinerary serta dengan adakalnya ditemani oleh banyak orang  yang mereka tidak kenal (grup) membuat beberapa dari mereka bergeser menjadi traveler.
Maka muncul lah  istilah yang mungkin beberapa dari kita sudah pernah mendengarnya  ' I am not a Tourist, I am a Traveler'.
Apa yang menyebabkan dari pergeseran ini ? selain dari yang diatas, perbedaan pada keduanya berdasar pada cara masing masing induvidu nya dalam memaknai perjalanan atau liburan mereka bisa menjadi penyebab pergeseran ini.
Jika kita menggunakan definisi dari kata dasar dari kedua kata ini, mungkin kita bisa mendapat bayangan walau sedikit, Â kata dasar dari tourist adalah tour yang berarti melalukan perjalanan ke sebuah tempat untuk kesenagan (pleasure) sedangkan kata dasar traveler adalah travel yang berarti melalukan perjalanan dari point A ke point B.
Dari kedua definisi memang menyatakan bahwa tourist dan traveler sama sama melakukan perjalanan, akan tetapi pada travel hanya mendefinisikan proses dari sebuah perjalanan sedangkan pada tourist ada terdapat kata tempat sebagai tanda akhir dari perjalanan yang diikuti kegiatan mereka setelah tiba yaitu untuk kesenangan atau liburan.
Perjalanan keduanya pun tidak selalu mengacu pada perjalanan dari tempat asal mereka ke tujuan karena perjalanan juga dilakukan ketika berada di destinasi wisata seperti misalnya perjalanan dari hotel di Kuta Bali ke Nusa Penida.
Atas dasar itu pula beberapa orang tidak ingin diatur perjalanannya selama berada di tempat tujuan, mereka ingin mengeksplor dengan cara mereka sendiri tanpa harus menyapa driver kendaraan travel untuk mampir ke sebuah spot wisata.
Pada sebuah website terdapat kalimat yang menarik yaitu ' Being comfortable in uncomfortable place' Â atau merasa nyaman di tempat yang tidak nyaman, ini bukan hal yang negatif tapi justru positif dan mungkin justru menjadi salah satu dasar dari pergeseran ini.
Kita umumnya akan banyak komplain berada di tempat yang asing dengan dikelilingi oleh orang orang yang asing pula bagi kita, tapi bila kita memang memiliki keingintahuan yang lebih terhadap tempat yang asing itu maka bukan mustahil kita bisa menemukan hal hal yang menarik.
Menyusuri sungai, turun ke sawah, nongkrong di warung kopi serta berinteraksi dengan penduduk lokal akan mengubah orang asing menjadi teman, iya rasa ingin menjadi bagian dari tempat yang mereka kunjungi itulah yang bisa pula menyebabkan pergeseran tersebut.
Mereka para traveler mungkin tidak menyebut tujuan perjalanan mereka dengan destinasi wisata seperti yang disebut oleh turis namun dengan hanya menyebutnya sebagai tempat-tempat yang baru yang jumlah nya tidak hanya satu.
Mereka para traveler bisa menginap di hotel berkelas sama dengan turis tapi mereka juga bisa menginap di rumah penduduk dan homestay ataupun farmstay, mereka disana bukan untuk liburan melainkan melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain dalam waktu yang bisa lama dari turis serta dengan kebebesan memilih  yang tidak dimiliki oleh turis dengan itinerary nya.
Sebuah website bernama TheTravel menggambarkan perbedaan antara tourist dan traveler dengan ilustrasi dimana turis menempatkan pemandangan sebagai latar belakang pada foto selfie mereka sedangkan traveler justru menjadikan pemandangan sebagai objek utamanya pada foto mereka tanpa wajah mereka sebagai foreground sekalipun.
Disini kita bisa melihat cara yang berbeda dari keduanya dalam memaknai keberadaan mereka masing masing di sebuah tempat ataupun destinasi wisata.
Perbedaan lainnya terletak pada cara keduanya untuk mencapai tujuan dimana turis bisa menggunakan pesawat untuk perjalanan antar kota antar pulau misalnya, sedangkan traveler akan menggunakan bis atau kereta api dan mungkin sepeda motor serta kapal feri antar pulau.
Kecepatan untuk mencapai tujuan memang akan membuat kita bisa tinggal lebih lama tujuan terlebih jika waktu liburan kita tidak panjang, namun jika wakttu liburan kita panjang mengapa tidak memilih darat dan lautan sebagai pemandangan selama dalam perjalanan.
Banyak pemandangan dan hal hal menarik selama perjalanan darat dan laut, tidak hanya pemandangannya saja tapi juga orang orang yang kita temui.
Nah bagaimana, ingin menjadi yang mana ? jika ingin menjadi traveler, kita harus lebih dahulu menjadi turis karena kita sudah mengetahui dan mengalami betapa bisa merepotkannya membuat rencana liburan mulai dari proses pemesanan tiket, penginapan, tur, kendaraan dan lainnya selain itu keberadaan di sebuah tempat asing dengan keterbatasan fasilitas mungkin bisa membuat beberapa dari kita justru tidak nyaman dan akan membuat liburan kita tidak menyenangkan.
Namun jika kita merupakan jiwa petualang maka bisa langsung menjadi traveler, karena semua turis adalah traveler tapi tidak semua traveler itu turis.
Referensi :Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H