Sebelum Pandemi liburan sudah menjadi kebutuhan, sehingga liburan menjadi satu hal yang harus masuk dalam pengelolaan uang.
Pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh semakin terjangkaunya harga tiket pesawat tidak lagi menempatkan liburan di tempat paling akhir pada daftar pengeluaran.
Pandemi datang dan menghentikan mobilitas sejenak hingga perlahan mengaktifkan kembali mobilitas, begitu pun liburan terkena imbas yang sama.
Tdak hanya menghentikan mobilitas tapi juga aliran kas setiap individu, banyak perusahaan yang mengurangi atau merumahkan sementara dan bahkan menghentikan kontrak kerjanya.
Bagi pemilik bisnis, keadaan yang dihadapi para klien dan pelanggannya juga terimbas pada laporan keuangan mereka.
Ini karena semua individu harus merevisi anggaran, menghilangkan beberapa pos pengeluaran serta tak jarang dari mereka menempatkan liburan kembali di tempat akhir.
Liburan menjadi pilihan bukan lagi kebutuhan bagi beberapa orang namun untuk beberapa yang lain justru liburan menjadi tidak saja kebutuhan tapi kebutuhan mendesak yang dapat diartikan sebagai prioritas.
Rasa jenuh, bosan dan lainnya memang bagian dari rutinitas tapi selama Pandemi hal hal tersebut tidak bisa diatasi dan diantisipasi seperti pada rutinitas pre pandemi.
Ya, pembatasan mobilitas membuat mereka keluar dari rutinitas sebagai prioritas, tapi bukan rutinitas pre pandemi, tapi rutinitas pandemi, walau pembatasan disini dilihat sebagai hal preventif agar penyebaran virus tak meluas.
Keadaan para holiday maker kini terbagi dua yaitu yang menjadikan liburan sebagai pilihan dan yang menjadikannya sebagai kebutuhan mendesak.
Pengaktifan pariwisata dengan dibukanya kembali destinasi wisata bisa menjadi jawaban yang ditunggu tunggu oleh para holiday maker.
Bagi yang menjadikan liburan sebagai kebutuhan mendesak, ini kabar baik tapi bagi yang menjadikannya sebagai pilihan bisa jadi melihat ini hanya sebagai salah satu isi dari acara berita di televisi.
Pengaktifan pariwisata memang akan menggerakan perekonomian utamanya mereka yang berada pada industri tersebut seperti pekerja di hotel, restaurant, dan lainnya serta para pemiliknya, di lain sisi para klien dan pelanggan mereka tidak sama lagi dalam segi jumlah seperti pre pandemi, tidak semua menjadikan liburan sebagai kebutuhan.
Dengan perkataan lain industri pariwisata, bukan kehilangan, tapi kekurangan dari jumlah klien atau pelanggan mereka untuk sementara waktu ini.
Dari jumlah aktual akan sulit mengetahui jumlah pasti tapi dari sisi pendapatan para pelaku industri pariwisata akan dirasakan.
Pengaktifan pariwisata merupakan hal yang sangat positif sebagai langkah untuk memulihkan perekonomian namun dengan jumlah holiday maker yang terbelah dua saat ini akan mempengaruhi laju kecepatan dari pemulihan tersebut.
Bagi holiday maker yang kini menjadikan liburan  sebagai pilihan perlu menunggu beberapa waktu lagi untuk me reset kembali pos pos anggarannya, bisa menunggu hingga pandemi usai atau menunggu hingga jumlah pendapatannya kembali seperti pre pandemi.
Mereka ini adalah juga klien atau pelanggan para pelaku pariwisata, paling tidak pada pre pandemi, namun kini untuk sementara bukan lagi, dari sisi pendapatan pelaku industri pariwisata ini dapat akan berdampak pada sisi pendapatan.
Pada sisi lain kata aman dan keselamatan kini tidak bisa selamanya menjadi hal yang absolut, hal yang menegaskan keadaan, hal yang dapat meyakinkan bukan karena tergantikan maknanya tapi lebih karena pertimbangan yang diciptakan oleh Pandemi.
Hal ini juga bisa membuat holiday maker yang  sudah ingin berlibur tidak segera berlibur, mungkin ada dari beberapa dari mereka yang sudah, namun bagi beberapa, jumlah kasus Covid 19 masih merupakan acuan utama diatas kebutuhan mendesak.
Satu hal yang pasti Pandemi mengubah perspektif baik oleh holiday maker, pelaku industri dan pemegang kebijakan.
Keselamatan dan keamanan kini tidak hanya bisa menjadi hal yang menjamin keadaan tapi juga suatu hal yang menjadi pertaruhan untuk mendapatkan kepercayaan dari utamanya para holiday maker untuk tetap mendorong roda pariwisata atau bahkan rehat kembali.
Kerumunan yang dahulu sebagai bukti dari berhasilnya pariwisata dalam menggerakan roda perekonomian mungkin masih bisa dijadikan bukti, namun dilain sisi menjadi sesuatu yang memerlukan perhatian khusus dan bahkan proteksi untuk seluruh insan tak terkecuali holiday maker dan penduduk sekitar.
Peraturan dan pembatasan dapat ditegakan namun eforia liburan terutama bagi yang telah menjadikannya sebagai prioritas dapat tak terbendungkan dan mengabaikan apa yang sudah ditegakan.
Pariwisata merupakan industri yang menggerakan roda perekononian, untuk dapat terus berputar dan bergerak maju memerlukan dorongan dari semua para holiday maker, semakin bertambah jumlahnya semakin cepat laju kecepatannya.
Namun kini beberapa pendorong roda tersebut justru sedang rehat dan membutuhkan dorongan juga untuk tidak hanya bertahan tapi juga bergerak maju.
Perlahan tapi pasti namun saat ini Pandemi masih mengaburkan kepastian , setidaknya kepastian waktu bagi Pandemi untuk berakhir, kita semua hanya bisa berusaha semaksimal kita.
Mudah mudah an Pandemi akan mengakhiri ini semua, memulihkan perekonomian di segala sektor, industri dan pastinya semua anggota masyarakat, dengan demikian akan mengembalikan semua holiday maker dan menjadikan liburan sebagai kebutuhan lagi.
Maju terus Pariwisata Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H