Pesawat tempur dari sejarahnya memang selalu menjadi bagian terpenting terutama dalam konteks pertempuran, mulai dari Perang Dunia 1 hingga perang Gurun.
Penerapan teknologi pada pesawat tempur bisa dilihat dari klasifikasi dari generasi pada perkembangan pesawat tempur itu sendiri, mulai dari generasi pertama pada beberapa tahun setelah Perang Dunia 2 (antara tahun 1950-1959) hingga generasi terkini yaitu generasi kelima yang dimulai dari sekitar tahun 1990 an.
Penerapan teknologi pada pesawat tempur ini memang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan kapabilitas pesawat tersebut namun kedua hal tersebut baru akan teruji pada arena pertempuran (war theater).
Dan melalui keterlibatannya dalam peperangan utamanya peperangan udara melawan pesawat tempur lawan akan memberikan data aktual yang dikenal dengan Loss Exchange Ratio atau umum dikenal dengan Kill Ratio.
Kill Ratio mempresentasikan kondisi atau keadaan kekuatan sebuah pihak (negara) Â untuk melemahkan kekuatan lawan melalui penyerangan penyerangan, sehingga pada akhirnya didapatkan data yang dapat dijadikan dasar pembuktian atas kemampuan dari setiap persenjataan (pesawat, tank, alteri, kapal perang) pada kekuatan pihak atau negara.
Walau demikian, kill ratio juga dilakukan melalui simulasi pertempuran udara untuk memberikan gambaran saja khususnya pesawat tempur yang baru di produksi atau yang belum pernah terlibat pada arena pertempuran seperti pada pesawat Lockheed Martin F-22 dan F-35, serta Sukhoi SU-57.
Angkatan Udara dan laut Amerika menggunakan kill ratio sebagai salah satu dasar pada setiap kebutuhan mereka untuk meningkatkan kekuatannya.
Pada perang Korea, kill ratio Amerika adalah 5.6 :1 dalam artian setiap 5.6 pesawat musuh yang dilumpuhkan hanya terdapat 1 pesawat Amerika yang menjadi korban pertempuran (tertembak).
Rasio ini mempresentasikan kekuatan dari seluruh pesawat Amerika yang terlibat, namun ketika dilihat dari masing masing pesawat maka pesawat tempur besutan North American Aviation yaitu F-86 Sabre membuktikan kehebatannya sebagai pesawat tempur dengan rasio 10:1 yang berarti pada setiap 10 pesawat musuh yang ditembak hanya satu pesawat F-86 Sabre yang tertembak selama terlibat pada peperangan tersebut.
Pada perang Vietnam rasio ini turun drastis pada 3.8: 1 pada Angkatan Udara Amerika dan 4.8:1 untuk pesawat pada Angkatan Laut Amerika.
Perbandingan kill ratio pada kedua peperangannya tidak hanya memberikan gambaran akan kebutuhan akan sebuah pesawat tempur yang lebih mutakhir namun juga kemampuan penerbangnya.
Penggunaan pesawat yang sama pada arena pertempuran berbeda menjadi pertimbangan untuk melatih penerbangnya pada setiap medan pertempuran, hal ini dilakukan oleh Angkatan Laut Amerika dengan mendirikan Top Gun misalnya.