Mohon tunggu...
Mauraqsha
Mauraqsha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Staff Biasa di Aviasi.com

Penggemar Aviasi namun terjun di Pariwisata, berlayar pilihan pertama untuk liburan, homestay dan farmstay piihan pertama untuk penginapan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cengkraman Burung Garuda

31 Januari 2022   19:14 Diperbarui: 31 Januari 2022   19:15 3001
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita pasti sudah menyadari kekuatan kelima sila dari Pancasila yang ada pada dada burung Garuda tapi kita sepertinya belum menyadari betul kata Bhineka Tunggal Ika yang berada pada cengkraman kedua kaki burung Garuda, paling tidak oleh beberapa orang yang coba menggoyahkannya.

Ya, menggoyahkannya melalui ucapan ucapannya di depan publik di media online dan offlline, kaki garuda pun terluka namun kekuatan cengkramannya tidak.

Bila pada kalangannya sendiri atau dalam percakapan diantara teman atau sahabat mungkin bisa dianggap sebagai guyonan belaka, walau seharusnya tidak dilakukan, namun bila sudah terdengar oleh seluruh publik akan menjadi hal yang serius.

Bhineka Tunggal Ika bermakna Berbeda beda tapi satu mempresentasikan identitas kita sebagai bangsa yang terdiri dari beragam suku, agama, ras dan antar golongan, sehingga sangat tepat apa yang dilakukan oleh para pendiri Bangsa ini menempatkan tulisan Bhinrka Tunggal Ika pada cengkraman Garuda yang merupakan Lambang dari Negara kita.

Kokoh, kuat dan tak dapat lepas

Keberagaman tersebut juga menggambarkan kekayaan kita dengan budaya dan tradisi.

Banyak pihak luar atau negara lain yang takjub dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika tersebut ,  namun kaki burung Garuda terkadang di tusuk tusuk oleh anggota masyarakat kita sendiri yang memang belum memahami makna dari semboyan tersebut serta belum tahu kekuatan cengkraman burung Garuda.

Ucapan ucapan yang ada kalanya di lontarkan oleh beberapa orang ini sebenarnya bukan hanya sekadar sensitif saja tapi membuat sesak dada burung Garuda tempat Pancasila berada, utamanya karena ada yang menekannya utamanya sila pertama, sila kedua dan sila ketiga.

Dilain sisi, keberagaman tidak hanya berarti kekayaan atas tradisi dan kebudayaan tapi juga menggambarkan kompleksitas, namun kompleksitas sepertinya hanya terlihat justru pada pasca Kemerdekaan bukan pada masa perjuangan, ironis.

Keberagaman pada masa perjuangan merebut Kemerdekaan dahulu justru dijadikan senjata utama dan mematikan (Ultimate weapon) para pejuang kita yang bersatu untuk satu tujuan yaitu Merdeka serta hanya satu kepentingan yaitu menjadi negara yang berdaulat, mengatur hidupnya sendiri dalam keberagaman.

Para pejuang Kemerdekaan Republik Indonesia terdiri dari keberagaman, tumpahan darah mereka tetap satu warna, merah, hanya untuk satu tujuan, Merdeka.
Perjuangan dahulu memang berbeda dengan perjuangan kini namun tujuan yang sudah tercapai sebagai negara Merdeka tidak seharusnya di obrak abrik oleh ucapan ucapan yang tidak pernah terdengar dikalangan para pejuang kita dahulu.

Jika perjuangan kita sama dengan mereka dulu, apakah kita semua memiliki semangat persatuan dan keberanian untuk berada di medan pertempuran ?

Seharusnya jawabannya iya, dan tidak ada waktu untuk melontarkan ucapan ucapan yang tidak dipikirkan matang matang dampaknya 

Mempertahankan keutuhan Negara bukan hanya tugas militer saja tapi seluruh komponen Bangsa, yaitu kita semua ini yang hidup dalam keberagaman.

Kepentingan yang dahulu hanya satu kini menjadi banyak, sehingga keberagaman tidak hanya pada tradisi dan budaya, namun apakah hanya dengan untuk kepentingan, kita menjadi lupa akan tugas dan kewajiban kita untuk menjaga keutuhan Bangsa kita ?
Keberagaman kepentingan  menggambarkan kematangan kita dalam menjalankan demokrasi , tapi kematangan itu seharusnya juga pada semua individu sebagai komponen Bangsa.

Sehingga seharusnya perjalanan bamgsa kita yang harmonis selama ini dalam keberagaman kita menjadi dasar kuat pula dalam menghadapi keberagaman kepentingan.

Usia Negara kita semakin bertambah, demikian juga kekuatan Pancasila serta cengkraman burung Garuda yang sudah terbukti kokoh, kuat dan tak terlepaskan, tapi tidak seluruhnya terlihat pada kematangan beberapa dari kita untuk memaknai itu semua.

Dari ujung Sumatera hingga Papua, itulah Indonesia yang ber warna warni dengan adat, suku, tradisi dan kebudayaan.

Tidak setuju dan mengeluarkan pendapat merupakan hak setiap orang tapi jangan membuat sesak dada burung Garuda dan menusuk kaki burung Garuda yang mencengkram kuat keberagaman kita agar tetap menyatu.

Sebelum berucap, sadarlah keberadaan kita semua, bukan hanya diri sendiri, sebelum kita justru di cengkram kaki Garuda dan dibawa terbang menuju kantor yang memproses hukum atas ucapan kita sendiri.

Jangan membuat burung Garuda mengincar kita dan berucap 'Hei Kamu' bukannya ' Negara membutuhkanmu'.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun