Beberapa waktu ini dan setelah adanya kerjasama antara Indonesia dengan Singapore pada penyesuaian (re-alignment) FIR Singapore, kata kedaulatan menjadi kata yang sering terdengar disamping kata kata lain seperti martabat dan lainnya.
Kedaulatan yang dimaksud pada kerjasama ini lebih khusus merujuk kepada kedaulatan Udara atau Air Sovereignty, bukan kedaulatan Negara, karena pada kedaulatan udara memiliki arti bahwa kewenangan sebuah Negara untuk mengatur dan menerapkan hukum aviasi pada wilayah udaranya.
Kedaulatan Negara mencakup kewenangan Negara untuk mengatur dan menerapkan hukum pada keseluruhan wilayahnya baik itu darat, laut dan udara, namun karena penyesuaian ini mengenai wilayah udara maka kita membicarakan kedaulatan udara sebagai bagian dari kedaulatan Negara.
Nah apakah kita sudah menjadi Negara yang berdaulat atas wilayah udara kita ?.
Jawabanya  sudah karena kita sudah menerapkan hukum melalui Undang Undang No.1 tahun 2009 Tentang Penerbangan serta Peraturan Pemerintah no.4 tahun 2018 yang juga dihormati oleh Negara Negara lain.
Nah jika kita ingn membicarakan kedaulatan Negara dari sisi mempertahankan Negara atau lebih tepatnya pada pertempuran (warfare), lebih tepatnya jika kita merujuk istilah Air Superiority, (Keunggulan Udara ) dan Supremasi Udara (Air Supremacy) bukan Air Sovereignty saja.
Air Superiority atau Supremasi udara adalah dua dari beberapa tingkatan yang mengacu pada kemampuan sebuah pihak atau Negara menguasai ruang udara di atas medan pertempuran.
Air Superiority atau Superioritas udara adalah kemampuan sebuah negara untuk mengontrol dan menggelar operasi udara nya diatas medan pertempuran (battlefield).
Sedangkan Air Supremacy atau Supremasi udara aalah kemampuan Negara untuk dapat mengontrol ruang udara d wilayah udaranya sendri dan juga ruang udara di medan pertempuran dimana Negara tersebut terlbat peperangan dengan Negara lain.
Dengan perkataan lain bahwa untuk mencapai tingkat air supremacy maka kekuatan udara harus terlebih dahulu menguasai ruang udara di atas medan pertempuran atau merebut air superiority pihak lawan atas ruang udaranya.
Sebagai contoh pada perang Gurun dimana Irak mulanya menguasai ruang udaranya atau air superiority sedangkan pihak Sekutu menguasai ruang udara wilayah dari pangkalan pangkalannya yang ada di beberapa Negara di Timur Tengah saat itu.
 Saat perang dimulai, Irak justru tidak lagi menguasai ruang udara, dengan perkataan lain bahwa piihak sekutu sudah mengambil alih ruang udaranya, sehingga pihak sekutu memiliki air supremacy, meningkat dari air superiority didaerahnya sebelumnya.
Dalam hal ini tingkatan kekuatan udara Irak berangsur angsur menurun dari air superiority menjadi air denial dan kemudian menjadi air incapability sebagai tingkatan yang terendah setelah semua kekuatan udaranya di eliminasi oleh pihak sekutu.
Air superiority bersifat tactical dalam artian bahwa pergerakan kekuatan kita dapat bergerak bebas tanpa ada gangguan di medan pertempuran sedangkan air supremacy bersifat strategic dalam artian bahwa pergerakan pasukan kita dari pangkalan pangkalan kita menuju medan pertempuran yang bisa berlainan teritori, bisa bebas tanpa gangguan, pergerakan disini seperti pengangkutan alat berat seperti persenjataan alteri dan tank dengan pesawat.
Ruang udara di atas medan pertempuran yang dimaksud disini adalah batas terjauh dari luas area dimana seluruh pasukan kita diterjunkan atau dikenal dengan istilah Forward Edge of the Battle Area (FEBA).
Air Supremacy dicapai ketika hanya pesawat kekuatan kita yang mengangkasa di langit, berbeda pada air superiority yang hanya bersifat lokal, untuk itu air supremacy dibutuhkan mencari dan memancing semua kekuatan udara lawan baik yang masih berada di pangkalan pangkalan udara lawan untuk mengangkasa dan terlibat pada pertempuran udara dan di eliminasi hingga akhirnya semua kekuatan udara lawan tidak lagi ada.
Pesawat pesawat dengan kemampuan pada pertempuran akan sangat memainkan peranan dalam pencapaian tingkatan teratas, tidak hanya pesawat tempur saja tapi juga melibatkan pesawat angkut, pesawat dengan kemampuan close air support seperti A-10 Thunderbolt serta pesawat dengan kemampuan jamming secara elektronik untuk mengganggu komunikasi pihak lawan.
Dalam peperangan, kekuatan yang meliputi kekuatan udara, darat dan laut akan memberikan gambaran kepada setiap panglima perangnya baik kekuatannya sendiri maupun kekuatan lawan sehingga panglima perang dapat menyusun strategi berdasarkan data data tersebut.
Dengan mengutip kamus peperangan Sun Tzu yaitu Art of War disebutkan bahwa The opportunity to secure ourselves against defeat lies in our own hands, but the opportunity of defeating the enemy is provided by the enemy himself.
Usaha untuk mempertahankan diri terletak pada kekuatan kita sendiri, akan tetapi kemampuan untuk dapat mengalahkan lawan terletak pada lawan itu sendiri (yang sudah diketahui sebelumnya).
Oleh karena itu pada umumnya sebelum terlibat peperangan, pesawat pesawat intai banyak di terbangkan untuk memetakan kekuatan lawan untuk mempermudah dimulainya peperangan,
ReferensiÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H