Membeli secondhand juga bisa membutuhkan biaya tambahan bila kita ingin mengubah desain sesuai dengan selera kita dan biayanya bisa sama dengan harga belinya walau masih berada dibawah biaya untuk pembangunan kapal pinisi baru.
Akan tetapi potensi pemasukan dari kapal wisata ini tidaklah bisa dipandang sebelah mata, sebagai contoh ada sebuah kapal pinisi yang mematok harga hingga ribuan dollar per orang untuk satu malamnya dengan memberikan batasan minimum 2 malam (berpatokan malam bukan hari).
Jika kita memiliki kapal pinisi dengan 7 buah kabin dengan diisi oleh dua orang per kabinnya maka kita akan memiliki 14 orang tamu dan bila kita mematok dengan harga termurah sekalipun misalnya $500 atau sekitar Rp, 7,5 juta  per malam/orang maka kita mendapatkan pemasukan Rp. 105 juta untuk satu malamnya.
Biaya operasi lainnya seperti bahan bakar solar, air bersih, serta makanan dan minuman untuk para tamu masih sangat banyak menyisakan margin keuntungan dari pelayaran dengan minimum satu malam pun jika kita mengoperasikan dari Gili di Utara ke Mandalika.
Biaya yang dikeluarkan oleh tamu yang ingin menyaksikan balap motor atau hanya ingin merasakan sensasi berlayar dengan konsep liveaboarding pun akan termasuk wisata berupa island hopping ke sekumpulan GIli di daerah Sekotong dekat Mandalika.
Keadaan air laut disana cenderung tenang setiap waktu karena dikelilingi oleh perbukitan sehingga bila kita tidur di kapal tidak akan merasakan goyangan-goyangan yang bisa membuat mabuk laut.
Beberapa Gili disana sangat menakjubkan untuk melakukan island hopping dengan berbagai jenis kegiatan seperti di Gili Asahan ada Ecolodge yang berbasis menyatu dengan alam serta bagi penggemar yoga bisa melakukannya kegiatannya disana, menyelam dan snorkeling bisa dilakukan di hampir semua Gili yang ada disana seperti di Gili Layar yang terdapat spot snorkeling yang cukup indah.
Harga yang dikeluarkan oleh tamu mungkin akan membuat kita bertanya apakah akan ada peminatnya, sebenarnya dalam wisata bukanlah harga yang dilihat akan tetapi pengalaman yang didapat dari wisata itu sendiri bagi semua individu yang memiliki berbagai pilihan dan preferensi  yang berbeda pula sehingga akan selalu ada potensi untuk mendapatkan tamu.
Sebagai penyedia layanan terutama wisata, kita akan selalu dituntut memberikan pelayanan dalam bentuk yang nyata seperti menyediakaan fasilitas saja melainkan juga yang tidak terlihat dan hanya bisa dirasakan oleh individu masing masing yaitu berupa pengalaman yang akan meninggalkan kesan yang mendalam.
Dan juga ketika tingkat ketersediaan akomodasi dan transportasi di sekitar sirkuit mencapai puncaknya dengan dengan menyisakan banyak wisatawan yang belum terakomodasi maka pilihan dengan jalur kapal wisata maka akan terjawab pertanyaan tersebut.
Sebagai akhir penulis ingin mengajak para investor lokal untuk mulai melirik bisnis pada kapal wisata ini karena saat ini dapat dikatakan hampir semua kapal wisata yang beroperasi di Indonesia Tengah dan Timur dioperasikan oleh warga luar Indonesia.