Sirkuit Pertamina Mandalika sudah diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia dan telah siap menjadi penyelenggara balap motor berkelas dunia.
Keberadaan sirkuit ini jelas akan membawa dampak positif di bidang ekonomi utamanya pada masyarakat sekitar tak terkecuali dari potensi pariwisata.
Mulai dari penyediaan akomodasi, restoran, caf, toko cinderamata hingga transportasi yang menjadi pelengkap dan pendukung dari sirkuit tidak saja tersedia untuk para peserta balap, officials dan pihak pihak yang berhubungan dengan kegiatan balap tapi juga para penggemar balap motor yang ingin menyaksikan langsung.
Infrastruktur seperti jalan menuju ke Mandalika dari pusat kota Mataram memang sudah dibangun sesuai dengan antisipasi keadaan yang akan terjadi saat balapan diadakan akan tetapi bisa saja terjadi kemungkinan-kemungkinan yang terjadi disaat antusias masyarakat bercampur dengan antusias penggemar balap motor sehingga kepadatan jalan hingga ketersediaan akomodasi bisa mencapai titik puncak kapasitasnya.
Salah satu akses menuju ke Mandalika dari pusat kota Mataram atau Bandara adalah melalui laut dengan menggunakan kapal akan tetapi sepertinya pelayanan kapal wisata dari Utara ke Selatan di Lombok belumlah tersedia banyak.
Kapal wisata yang penulis maksud disini adalah kapal yang dapat memberikan sensasi berlayar serta dengan konsep liveaboarding atau menginap di kapal dengan tersedianya kabin-kabin dengan desain serta fasilitas seperti pada hotel-hotel berkelas pada umumnya.
Kapal layar berjenis Catamaran dan Kapal Layar Motor (KLM) Pinisi adalah contoh kapal yang dapat memberikan layanan tersebut dan saat tingkat ketersediaan transportasi dan akomodasi di Mandalika mencapai puncaknya, kapal-kapal ini bisa menjadi pilihan utama pada kondisi tersebut.
Kapal Pinisi adalah kapal yang terbuat dari kayu dengan memiliki dua tiang atau mast.
Memiliki dan mengoperasikan kapal wisata dengan konsep liveaboarding memang membutuhkan modal yang tidak sedikit, sebagai contoh kapal Catamaran bisa memiliki price tag ratusan juta mendekati milyar Rupiah bila memasukan biaya masuk atau impor barang.
Sedangkan untuk kapal layar motor pinisi bisa didapat dengan dua cara yaitu dengan membeli secondhand atau membangunnya yang pasti akan membutuhkan waktu yang tidak sebentar, untuk harga secondhand bisa berkisar antar Rp.5-12 milyar sedangkan membangun bisa mencapai hingga Rp. 15-20 milyar tergantung desain dan jumlah kabin yang kita inginkan.
Membeli secondhand juga bisa membutuhkan biaya tambahan bila kita ingin mengubah desain sesuai dengan selera kita dan biayanya bisa sama dengan harga belinya walau masih berada dibawah biaya untuk pembangunan kapal pinisi baru.
Akan tetapi potensi pemasukan dari kapal wisata ini tidaklah bisa dipandang sebelah mata, sebagai contoh ada sebuah kapal pinisi yang mematok harga hingga ribuan dollar per orang untuk satu malamnya dengan memberikan batasan minimum 2 malam (berpatokan malam bukan hari).
Jika kita memiliki kapal pinisi dengan 7 buah kabin dengan diisi oleh dua orang per kabinnya maka kita akan memiliki 14 orang tamu dan bila kita mematok dengan harga termurah sekalipun misalnya $500 atau sekitar Rp, 7,5 juta  per malam/orang maka kita mendapatkan pemasukan Rp. 105 juta untuk satu malamnya.
Biaya operasi lainnya seperti bahan bakar solar, air bersih, serta makanan dan minuman untuk para tamu masih sangat banyak menyisakan margin keuntungan dari pelayaran dengan minimum satu malam pun jika kita mengoperasikan dari Gili di Utara ke Mandalika.
Biaya yang dikeluarkan oleh tamu yang ingin menyaksikan balap motor atau hanya ingin merasakan sensasi berlayar dengan konsep liveaboarding pun akan termasuk wisata berupa island hopping ke sekumpulan GIli di daerah Sekotong dekat Mandalika.
Keadaan air laut disana cenderung tenang setiap waktu karena dikelilingi oleh perbukitan sehingga bila kita tidur di kapal tidak akan merasakan goyangan-goyangan yang bisa membuat mabuk laut.
Beberapa Gili disana sangat menakjubkan untuk melakukan island hopping dengan berbagai jenis kegiatan seperti di Gili Asahan ada Ecolodge yang berbasis menyatu dengan alam serta bagi penggemar yoga bisa melakukannya kegiatannya disana, menyelam dan snorkeling bisa dilakukan di hampir semua Gili yang ada disana seperti di Gili Layar yang terdapat spot snorkeling yang cukup indah.
Harga yang dikeluarkan oleh tamu mungkin akan membuat kita bertanya apakah akan ada peminatnya, sebenarnya dalam wisata bukanlah harga yang dilihat akan tetapi pengalaman yang didapat dari wisata itu sendiri bagi semua individu yang memiliki berbagai pilihan dan preferensi  yang berbeda pula sehingga akan selalu ada potensi untuk mendapatkan tamu.
Sebagai penyedia layanan terutama wisata, kita akan selalu dituntut memberikan pelayanan dalam bentuk yang nyata seperti menyediakaan fasilitas saja melainkan juga yang tidak terlihat dan hanya bisa dirasakan oleh individu masing masing yaitu berupa pengalaman yang akan meninggalkan kesan yang mendalam.
Dan juga ketika tingkat ketersediaan akomodasi dan transportasi di sekitar sirkuit mencapai puncaknya dengan dengan menyisakan banyak wisatawan yang belum terakomodasi maka pilihan dengan jalur kapal wisata maka akan terjawab pertanyaan tersebut.
Sebagai akhir penulis ingin mengajak para investor lokal untuk mulai melirik bisnis pada kapal wisata ini karena saat ini dapat dikatakan hampir semua kapal wisata yang beroperasi di Indonesia Tengah dan Timur dioperasikan oleh warga luar Indonesia.
Sungguh disayangkan bila kapal pinisi yang merupakan warisan dari para nenek moyang kita sendiri bisa diubah menjadi istana apung yang dapat memberikan kenyamanan dan pengalaman berbeda bagi wisatawan tidak dikelola oleh kita sendiri sebagai penerus dari hasil karya nenek moyang kita.
Ada yang tertarik ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H