Mohon tunggu...
Virni YasmaVara
Virni YasmaVara Mohon Tunggu... Lainnya - Warga sipil

Perempuan muda yang ingin membawa kedua orang tuanya ke tanah suci Mekkah dan Madinah. Dan meraih mimpi-mimpi kecilnya.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Continued Stories: The Winds of War Sounded In The New Era | Chapter 4

18 Oktober 2024   01:00 Diperbarui: 18 Oktober 2024   01:02 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Pict, Credit by: https://id.pngtree.com;Pembuat: |Hak Cipta 2017-2023|sv.bagoum.com|pinterest.com|Pxfuel|Mocipay| ; Editor Kedua:Fara Yasmar

Bab 4

Mendengar itu mereka bertiga pun saling pandang kemudian saling menunjukkan senyum menakutkan. 

"Baik, sudah diputuskan. Kita akan pergi ke tempat itu sore ini, " Sahut Daniart kemudian. Mereka bertiga pun menanggapinya dengan semangat. Sambil melanjutkan langkah mereka ke ruang kelas, tetiba saja Seila teringat sesuatu "Oh ya, karena sepertinya sore nanti akan menjadi cukup panjang. Bukankah akan lebih baik kita memesan beberapa makanan? " Bola mata yang cantik itu. Seolah terlihat semakin bulat sinambi memutarnya ke arah Tiara dan Daniart. 

Menepuk tengah kepalanya, Tiara mengangguk dan mengatakan, "Baik, kenapa harus bingung soal itu. Ketika kita memiliki aset paling berharga dari restoran bintang lima di Kota ini, " Memasukkan kedua tangan ke dalam saku rok nya, ia pun melanjutkan, "Bukankah begitu Daniart," Senyum kejam pun mengakhiri kalimatnya. 

Mendengar itu Daniart hanya menghela nafas besar. Lain hal dengan Seila, tawanya bahkan pecah kala mendengar itu. Setelah berjalan cukup lama, akhirnya mereka sampai di ruang kelas I-V, memakan waktu cukup lama karena ruang kelas ini ada di sudut halaman sekolah. 

Tak lama setelah mereka bertiga duduk di meja masing-masing, dan meletakkan ransel. Guru pengajar pun memasuki kelas. Sungguh kabar yang buruk, di tengah fenomena pagi ini. Mereka bahkan mendapatkan mata pelajaran sejarah di pagi hari. Dengan guru pengajar Pak Santoso, yang sangat senang menjelaskan materi dengan panjang kali lebar kali tinggi. Membuat Daniart hanya menguap dan berakhir tenggelam dalam lautan mimpinya. Lain hal dengan Tiara, anak ini selalu terlihat bersemangat kala berada di mata pelajaran sejarah, namun tidak dengan pagi ini. Tatapan nya begitu serius, bahkan terlalu serius sehingga lalat yang mengitarinya pun yakin tidak ada satu pun materi yang masuk ke dalam otaknya. Melihat tingkah mereka berdua Seila hanya bisa menghembuskan nafas berat sinambi menggelengkan kepala. Namun itu tak berlangsung lama, di tengah-tengah materi yang disampaikan Pak Santoso. Beliau pun mulai mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Akhirnya hal itu pun tiba, pertunjukan dimulai. Saat itu Pak Santoso menangkap basah Daniart yang sedang merajut mimpi-mimpi indahnya di atas meja. Sedikit mengendorkan kacamata yang bertengger di hidungnya, Pak Santoso pun mulai berteriak. "Daniart!!!–" Mendengar itu membuat Daniart tersentak dari tidur nyamannya, "–Pergi keluar kelas dan Cari Master Konseling. Jangan kembali ke kelas sebelum kamu dapatkan tanda tangan dari Master Konseling! " Perintah Pak Santoso tegas pada Daniart. Menegakkan kembali kacamata yang bertengger di hidungnya, kemudian ia menyambung kalimat nya, "Ada lagi yang ingin sepertinya? " Berdehem sejenak kemudian Pak Santoso pun melanjutkan, "Baiklah anak-anak kita lanjutkan materi pagi ini, "

____

Di luar kelas, terlihat bocah berkulit putih dengan sepasang bola mata hitam bercorak almond eyes. Di tambah dengan seragam berantakan, serta rambut yang acak-acakan. Tak heran rasanya siswa laki-laki ini sangat menarik perhatian dimana pun ia melangkah. Tak sedikit pula orang yang sejenak menghentikan rutinitasnya kala ia melangkah lebih dekat. Berbanding terbalik dengan antusiasme para penonton di sekitarnya. Menghiraukan setiap mata yang menatapnya, dengan malas ia terus melangkah enggan menuju ruang Konseling. Tak lama kemudian, siswa itu akhirnya sampai di depan pintu ruang Konseling. Mengangkat tangan kanannya hendak mengetuk pintu, siswa itu pun mengurungkan niatnya. Menelan ludah, kemudian ia menarik nafas panjang lalu menghembuskannya. Mengumpulkan niat, akhirnya ia memberanikan diri untuk mengetuk pintu itu. 

Tok-Tok. 

Dari dalam ruangan terdengar sebuah suara Wanita yang cukup berat dan tegas namun juga cukup lembut, "Masuk! " Mendengar perintah itu siswa itupun mulai membuka pintu, dengan menelan ludah ia melangkah masuk. Mendongakkan kepalanya, sepasang mata almond itu mendapati seorang Wanita yang tak lagi muda, namun tubuhnya masih sebagus remaja. 

Berdiri tepat di depan pintu Ruangan dengan menyilangkan kedua tangan di depan, ditambah balutan blazer cokelat gelap. Membuat Wanita itu terlihat lebih memukau. 

Menatap tajam ke arah nya, sepasang mata upturned Wanita itu kian terlihat dalam dan dalam namun juga begitu tajam. Melangkah semakin dekat, dengan suara serak Wanita itu pun berbisik tepat di samping telinganya. "Jadi, apa yang membawa Tuan Muda Daniart ke ruangan ini? " Menjauh kembali dari Daniart. Senyuman penuh seringai jahat pun memenuhinya wajahnya. 

Menaikkan salah satu alisnya, Wanita itu pun kembali bertanya, "Oh, jadi Tuan Muda tidak mau menjawab? " Sinambi memainkan rambutnya yang bergaya Bob Layer itu, sang Wanita pun kembali melangkah mendekat. Lain hal dengan Daniart yang tidak berkutik dari tempatnya. Terus melangkah pelan, wanita itu seakan tak tau kapan waktunya berhenti. Hingga akhirnya Daniart pun buka suara. "Berikan itu! " Frasa ini berhasil membuat kedua manusia di ruangan itu membelalakkan mata. Menutup mulutnya dengan tangan kanan, wanita itu terkejut dengan apa yang dia dengar. Melepas kembali tangan kanannya, wanita itu malah membalas Daniart dengan senyuman termanisnya. 'Mati aku! ' Daniart hanya bisa menyesali kalimat belum lengkap yang terlepas dari mulutnya. Melihat Daniart yang mulai khawatir, wanita itu pun buka suara, "Tidak ku sangka, Tuan Muda sudah dewasa, " Tawa kecil mengakhiri kalimatnya. 

Membuang nafas besar Daniart pun melanjutkan maksutnya, "Miss Viona, maksutku adalah berikan aku tanda tanganmu hari ini. Karena aku benar-benar membutuhkan nya, " Mendapatkan kembali ketenangannya, Daniart pun mulai melangkah masuk lebih dalam ke ruangan konseling melewati wanita itu. Dan bahkan duduk di kursi tamu Konseling. Mengambil secarik formulir bimbingan konseling di atas meja, kemudian ia menyerahkan nya ke Wanita itu yang dipanggilnya Miss Viona. "Aku tidak membawa bolpoin,"

Melihat tingkah pria muda di depannya ini membuat Viona terawa kecil. Meraih secarik kertas dari tangan Daniart, ia pun berbicara, "Sepertinya hari ini Anda berhasil menang melawan saya Tuan Muda, " Menuliskan sesuatu diatasnya lalu menorehkan tanda tangan. Viona pun mengembalikan formulir itu pada Daniart. 

Melihat secarik kertas dengan tulisan tangan Viona di atasnya membuat Daniart tersenyum puas. "Baiklah aku akan pergi. Jaga dirimu dengan baik. Terima kasih" Ucap Daniart setelah menerima formulir itu dari Viona. Mendengar itu Viona tersenyum lebih bahagia, "Biarkan saya mengantar Tuan Muda, –" Melangkah ke pintu keluar Viona pun membukakan pintu, "–Lewat sini Tuan Muda, "

Beranjak dari tempat duduknya, dengan malas Daniart pun berjalan meninggalkan ruangan itu dan kembali ke ruang kelasnya. Di sisi lain, Viona setelah menutup pintu ruang Konseling pun mulai memutar nomor di ponselnya, lalu ia menelpon seseorang. Dalam perasaan senangnya ia menyebutkan, " ... Tuan, sepertinya Tuan Muda semakin dekat dengan kesiapan sebagai pemutar kemudi Kota ini berikutnya, "

Di tempat lain, Daniart sedang berjalan di lorong sekolah menuju kembali ke ruang kelasnya. Namun di tengah jalan ia berpapasan dengan seorang siswa laki-laki yang entah mengapa, saat berpapasan dengan nya, Daniart merasakan suatu perasaan yang aneh. Hal itu membuatnya teringat kembali dengan Miss Viona, menggelengkan kepala, Daniart berusaha membuang ingatan nya tentang Miss Viona. 'Lagian kenapa juga ayah memperkerjakan orangnya sepertinya sih, ' Batinnya. Membuang pikirannya tentang Miss Viona sinambi berjalan Daniart kembali teringat dengan anak laki-laki tadi yang baru saja berpapasan dengannya, 'Siapa dia? Rasanya aku cukup asing dengan wajah itu... 

Bersambung

__________

Terima kasih Sudah Membaca. 

Salam Literasi, 

Penulis, 

Virni Yasma V. 

____________

Bab Sebelumnya bisa dibaca di Sini:

Bab 1 : https://www.kompasiana.com/virni96526/6449e7df08a8b569ff1dad12/continued-stories-the-winds-of-war-sounded-in-the-new-era

Bab 2: 

https://www.kompasiana.com/virni96526/646621485479c367421bb612/continued-stories-the-winds-of-war-sounded-in-the-new-era-bab-2

Bab 3:

https://www.kompasiana.com/virni96526/66e316b5c925c450e068e7c2/the-winds-of-war-sounded-in-the-new-era-bab-3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun