Ku tau dingin ini cukup menusuk dan menyakitikuÂ
Namun harapku, dingin ini dapat menjadi penyembuh dari luka bakar di hati dan jiwa ini, ~V.Yasma Vara
Baiklah terima kasih karena telah membaca puisi enggak jelas itu, Tapi beneran loh yang tadi adalah puisi spesial dari penulis yang dibuat secara spontan untuk Kalian, beneranT_T♡
Oke, salam pembukanya sudah dulu sampai sini ya. Berikut di bawah ini adalah Bab ke-3 dari cerbung action magic dari penulis, Selamat membaca Sahabat Kompasiana!
Bab 3
"Tiara! Tiara!" panggil Seila berulangkali pada sahabatnya itu. "Ah Ya?" jawab Tiara pendek kala kembali dari alam bawah sadarnya. "Please, kita bahas masalahmu nanti. Cepat turun dulu dari bus dan--"Seila terdiam sebentar mata mereka pun bertatap sejenak sebelum berteriak bersama, "Daniart!!" mendengar teriakan dua bocah itu Daniart tersentak dan bangun seketika dari tamasya mimpinya. Ia berdiri dan memijat kedua ujung matanya, Daniart mulai sadar jika itu adalah suara dua sahabatnya. Melirik ke arah samping kirinya, Daniart hanya bisa menghembuskan nafas besar. "Lanjutkan mimpimu jika ingin bertemu dengan Miss Viona!" gerutu Seila."Ck, Jangankan bertemu, mendengarnya aja udah enggan," Menyebet tas ransel hitamnya di kursi penumpang. Daniart pun berjalan melewati dua gadis itu begitu saja menuju pintu keluar bus. "Oi, Kalian berdua! Kalian ingin turun atau di situ saja ? Terserah sih kalau mau bertemu Miss Viona ," menghembuskan nafas lelah, Seila dan Tiara sudah tidak kaget lagi dan dengan tingkah sahabat nokturnal mereka satu itu.Â
Menuruni Bus, mereka pun bejalan bersama menuju ruang kelas . Sepanjang lorong menuju kelas Seila mencoba menceritakan segala hal yang terjadi pagi ini tentang teman mereka, Tiara. Dengan semangat Seila juga menceritakan bagaimana Tiara jatuh menimpa asisten sopir saat itu. Mendengar itu Daniart hanya tersenyum sinis. Tapi di sisi lain Tiara hanya mengatakan frasa singkat dalam hati, 'Sungguh Memuakkan'
"Apa Kau yakin asisten itu tidak apa?" tanya Daniart yang akhirnya buka suara kepada Seila. "Tentu saja, apa aku terlihat seperti pembohong ?" jawab Seila santai. Mendengar itu Tiara hanya berkata lirih, "Itu memang dirimu, payah!"
Mendengar itu Daniart pun mulai semangat mengikuti perbincangan , "Oh, tentu saja aku bertanya. Batu saja bisa hancur sehalus debu begitu terkena pukulan Tiara. Bagaimana dengan manusia, hmmm..." hening sesaat kemudian kedua bola mata Daniart dan Seila saling memandang. Dan tawa mereka berdua pun mengakhiri perbincangan. Menggelengkan kepala Tiara hanya bisa menepuk tengah kepalanya saat menghadapi dua sahabatnya ini.
Merasakan sesuatu yang tak biasa, Tetiba saja Tiara menghentikan langkahnya. Hal itu membuat Seila dan Daniart berpandang sejenak sebelum bertanya pada Tiara, "Ada apa Tiara?" Mengarahkan pandangan pada sahabatnya Seila, Tiara hanya terdiam. Kemudian ia kembali menunduk sebelum akhirnya membuka suara. "Sepertinya ini lebih buruk dari dugaanku --" mendongak kembali melihat Seila lalu Daniart, ia pun melanjutkan, "-- Teman-teman ulurkan tangan kalian,"
Mendengar itu, sontak Seila pun mulai mengulurkan tangan kanannya begitu pula Daniart yang turut mengulurkan tangan kirinya. "Felt it! " Sontak seketika setelah Tiara mengatakan frasa itu, Daniart tetiba saja merinding dan Seila pun mulai berkeringat. Melihat itu Tiara kembali membuka mulut kemudian mengatakan ''Leave it", suasana pun kembali normal. Dengan bimbang Seila melihat ke kanan kemari, kemudian matanya pun tertuju pada Tiara berharap mendapatkan petunjuk. Melihat itu, Tiara pun buka suara, "Itulah yang ingin ku tunjukkan. Menurutku ini sangat berkaitan dengan kejadian yang membuatku terlambat pagi tadi,". Mendengar itu Seila pun menanggapinya, "Oh Tidak Tiara, ini adalah perasaan terburuk yang pernah Kau tunjukkan pada kami,"
Sedang Daniart yang sejauh ini hanya diam mendengar obrolan itu, mulai mengajukan pertanyaan, "Oke, lantas bagaimana denganmu Tiara? Apa langkahmu untuk hal ini? Memang benar apa yang dikatakan Seila barusan, ini jauh lebih buruk dari hal lainnya,"