Mohon tunggu...
Virna
Virna Mohon Tunggu... Lainnya - Explorer

Menulis tema random sesuai arah isi pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Lika-Liku Kehidupan Sarjana, Bertahan atau Menghilang?

2 Maret 2024   15:38 Diperbarui: 3 Maret 2024   20:08 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by Nikolay Georgiev from Pixabay

Kuliah sarjana ditempuh dalam jangka waktu 4 tahun dengan pengorbanan yang tidak semua orang bisa bertahan sampai akhir. 

Berkesempatan menempuh pendidikan jenjang sarjana menjadi impian sebagian besar pelajar tingkat SMA/SMK sederajat pasca kelulusan tiba. Mereka akan berjuang mati-matian bahkan sejak hari pertama duduk di bangku sekolah ada yang sudah menyiapkan strategi untuk bisa bersaing saat seleksi masuk perguruan tinggi harus dihadapi. Ada yang rela mengikuti bimbel hingga larut malam, membeli aneka buku seleksi perguruan tinggi, membentuk kelompok belajar, dan sebagainya.

Ekspektasi dunia perkuliahan yang menyenangkan seperti tayangan film, lebih bebas dari jenjang sekolah, dan jalan mewujudkan masa depan yang cerah menjadi faktor pemicu semangat perjuangan pelajar.

Berbagai program studi mulai dari kedokteran, teknik, ekonomi hingga ilmu-ilmu dasar seperti kimia dan biologi selalu laris manis diserbu calon mahasiswa setiap tahunnya. Persaingan yang ketat selalu terjadi apalagi untuk jurusan-jurusan favorit.

Dinamika Kehidupan Mahasiswa

Fase hidup sebagai mahasiswa akan dimulai ketika hasil kelulusan seleksi masuk perguruan tinggi diumumkan. Saat dinyatakan lolos seleksi pastinya rasa senang dan bangga akan menggelora.

Hari-hari pertama masuk kampus akan diawali dengan serangkaian kegiatan penyambutan mahasiswa baru yang begitu menarik. Jangka waktu pelaksanaan rangkaian kegiatan pengenalan kampus yang menyenangkan seperti ini biasanya selama satu minggu di tingkat universitas dan fakultas, ada pula kegiatan di tingkat program studi.

Kegiatannya tidak sekedar datang dan pulang saja, ada serangkaian penugasan yang diberikan, tapi pastinya bisa dibawa asyik. Nyatanya kegiatan awal ini menjadi salah satu momen yang indah untuk dikenang sebelum mengenal dunia kuliah yang sesungguhnya.

Fase hidup perkuliahan yang sesungguhnya mulai dirasakan pasca minggu-minggu ceria berakhir. Rutinitas kegiatan belajar di kelas akan dijalani oleh mahasiswa. Kalau masuk sebagai mahasiswa jurusan saintek, maka rutinitas beban kelas, tugas, praktikum, laporan, kuis, dan ujian harus dilalui.

Serangkaian siklus itu akan terus terjadi selama 8 semester. Pada fase inilah, semangat mahasiswa akan mulai goyah, ada yang masih tetap 100% on fire, ada yang tinggal 50 %, ada pula yang mulai merasa salah jurusan ketika masuk kuliah.

Realita yang dihadapi tidak sesuai dengan ekspektasi awal yang diimpikan, mulai dari sistem pembelajaran hingga pergaulan yang berbeda jauh dari jaman sekolah. Jika di jenjang sekolah guru akan menjelaskan satu bab bisa dalam 2-4 kali pertemuan, berbeda dengan kuliah yang setiap pertemuannya akan membahas habis satu bab dengan materi yang super padat.

Menjadi mahasiswa harus aktif mencari sumber belajar sendiri dan mendalami materi yang ada, berbeda dengan siswa yang selalu aktif dibimbing guru. Idealisme mahasiswa yang awalnya memiliki target nilai dan IPK yang tinggi perlahan akan bergeser. Fenomena mahasiswa yang tiba-tiba menghilang tanpa kabar atau pindah jurusan sering terjadi pada tahun-tahun pertama hingga kedua kuliah.

Kehidupan Kuliah Apakah Hanya Akademik Saja?

Jelas tidak, ada banyak pilihan kegiatan yang bisa diikuti kok. Hanya saja kampus tidak mewajibkan mahasiswa untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Jadi, tergantung dari mahasiswanya memiliki minat untuk mengembangkan diri di akademik saja atau di luar akademik juga.

Tersedia berbagai pilihan kegiatan mulai dari kerohanian, olahraga, sosial, himpunan mahasiswa, hingga kelompok ilmiah. Kegiatan non-akademik ini banyak menjadi pelarian bagi mahasiswa yang stres dengan beban perkuliahan.

Bertemu orang-orang yang memiliki minat yang sama bisa menjadi obat dari kepenatan rutinitas sekaligus mendapatkan bekal pengembangan skill yang baik untuk ke depannya.

Umumnya, mahasiswa akan aktif berorganisasi di tahun pertama hingga kedua. Di tahun ketiga, mahasiswa akan memiliki beban lebih untuk menjalani kerja praktik dan kegiatan pengabdian, walaupun ada pula yang masih aktif menduduki jabatan di organisasi.

Ketika Skripsi Menyapa Mahasiswa Tingkat Akhir

Bisa melewati dan bertahan di tahun pertama hingga ketiga kuliah menjadi hal yang patut disyukuri. Namun, perjuangan belumlah usai.

Memasuki tahun keempat, mahasiswa harus berhadapan dengan tugas yang umum disebut menjadi momok menakutkan bagi mahasiswa tingkat akhir yaitu skripsi. Kalau saat masih tahun pertama hingga ketiga, tugas dan laporan untuk setiap mahasiswa sama, tidak untuk skripsi ini. Topik yang diangkat untuk setiap mahasiswa haruslah berbeda satu sama lainnya.

Individualisme juga akan terkesan terjadi pada saat pengerjaan tugas akhir ini karena setiap orang akan fokus pada topik yang ia kerjakan. Konflik antarmahasiswa bisa saja terjadi karena antre saat penggunaan alat penelitian di laboratorium.

Saat sampai di status mahasiswa akhir, prioritas kegiatan setiap orang akan berbeda. Sebagian akan ada yang ambisius mengejar target kelulusan, ada pula yang masih fokus mencari pengalaman sebanyak-banyaknya mumpung masih berstatus mahasiswa.

Lalu, apakah benar skripsi semenyeramkan apa kata orang?

Bisa iya, bisa juga tidak tergantung mahasiswa yang menjalaninya.

Kalau menurut perspektif saya, skripsi tidak seseram itu, seperti tugas lainnya pasti bisa selesai di waktu yang tepat. Terkadang yang menjadi beban bukanlah skripsinya, melainkan ekspektasi diri dan lingkungan sekitar kita yang kurang mendukung.

Oleh sebab itu, yang perlu diperbaiki adalah pola pikir kita sendiri.

Kalau orangnya santai, tidak mudah terpengaruh dengan lingkungan, maka skripsi akan menjadi biasa saja dan menjadi teman yang asyik untuk dijalani.

Berbeda cerita kalau yang menjalani skripsi tipe orangnya Fear of Missing Out (FOMO), maka skripsi menjadi beban yang begitu berat. Setiap proses yang dijalani akan berpatokan dengan proses orang lain sehingga akan merasa stres ketika merasa lebih lambat dari yang lain.

Padahal faktanya setiap topik skripsi memiliki tingkat kesulitannya masing-masing yang tidak bisa dibandingkan. Kunci penyelesaian skripsi ialah berpikir realistis, bukan idealis. Perjuangan kuliah memang tidak mudah apalagi di fase penyelesaian skripsi. Namun, kehidupan pasca-kampus akan lebih memerlukan kesabaran dan perjuangan, apalagi untuk generasi perintis.

Kuliah tidak menjamin kesuksesan seseorang, tetapi memperbesar peluang untuk hidup dengan standar yang lebih baik. Faktanya, dunia ini memang keras dan kita perlu bekal yang cukup untuk bisa bertahan dan berdiri di atas kaki sendiri.

Buat yang mau melangkah ke bangku perkuliahan gak perlu jadi ciut ya setelah baca info di atas. Indah kok prosesnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun