Tiba-tiba, boneka yang tadinya diam di sudut bergerak sendiri, kepalanya berputar perlahan ke arah mereka. Mata boneka itu kini bersinar merah. Lampu senter Tyo tiba-tiba padam, meninggalkan mereka dalam kegelapan pekat.
Jeritan pecah di ruang bawah tanah saat mereka mencoba berlari ke arah tangga. Namun, pintu ruang bawah tanah kini tertutup rapat. Dari balik kegelapan, terdengar suara tawa kecil yang menggema di seluruh ruangan.
"Selamat datang di rumahku," suara itu terdengar, dingin dan menusuk. Cahaya lampu senter Andre yang sempat menyala memperlihatkan sosok gadis kecil dari foto di ruang tamu berdiri di depan mereka, dengan tatapan kosong dan senyum menyeramkan. Gaunnya berlumuran darah.
Satu per satu, lampu senter mereka padam. Teriakan terakhir terdengar sebelum semuanya tenggelam dalam keheningan.
Keesokan harinya, penduduk desa menemukan mobil para mahasiswa itu masih terparkir di luar vila. Namun, tidak ada jejak mereka. Ketika seorang penduduk nekat masuk ke vila, ia hanya menemukan lantai ruang tamu yang kini berlumuran darah segar, seolah-olah baru saja terjadi pembantaian.
Sejak saat itu, tidak ada yang berani mendekati Vila Araya lagi. Hanya suara tawa kecil dan bayangan samar di jendela yang sesekali terlihat, seakan memberi tahu bahwa vila itu kini memiliki penghuni baru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H