Mohon tunggu...
Moch Tivian Ifni
Moch Tivian Ifni Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writers and socio entrepreneur

Tingkatkan literasi untuk anak indonesia lebih cerdas karena indonesia minim literasi

Selanjutnya

Tutup

Diary

Kopiku Berbeda

29 Juli 2024   13:43 Diperbarui: 29 Juli 2024   14:00 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kreasi Pemuda Image (Dokpri)

Fajar kala pagi, duduk menikmati secangkir kopi, diam sejenak memburu rejeki yang telah pergi. Bukan diam!, hanya sejenak merintih pahitnya ini. 

"Tuhan, akankah kau sediakn rejekiku hari ini".

Nasib penganggur, pengagum kopi yang biasanya hanya duduk manis berjam-jam dengan pikiran dan hati kalut akan diri. Namun senyum merka kebahagiaan masih bisa tersungging di bibir.

Aneh, tapi ini kenyataannya. Secangkir kopi pahit mengalahkan pahitnya hidup, mengimajinasikan ketenangan yang diharapkan diri, bekerja layak dengan hasil cukup untuk hidup ini.

Bukan tak memiliki kemampuan diri, hanya kesempatan yang sudah di kebiri. Teradili oleh globalisasi yang menuntun kolusi dan nepotisme di negeri ini. 

Tetap berdiri dengan secangkir kopi di pagi hari, berfikir akan rejeki yang tak kunjung menghampiri. Konflik hati yang sering terjadi di masyarakat sekarang ini, membudaya bahkan ke pelosok negeri.

Tertutup mata penguasa negeri, rakus akan kekayaan pribadi. Hingga tak pernah adil bagi kemakmuran negeri. Timah kau akali, beras kau gagahi, dan gula kau curangi. Berharap kopi ini tak pernah kau racuni.

Secangkir kopi pahit yang jadi obat diri, hati, dan pikiran kaum sepertiku, pengagum kopi nan penganggur ini. Tapi berbeda, kopiku sekarang tak ada sedikitpun rasa pahit menghampiri.

"Kopi apa ini?".

Batinku bertanya setelah menyeruput kopi di piring kecil. Kopi yang terasa manis, apa ini karena aku sedang menunggu harap?. Harapan kebanyakan orang penganggur yang akan mengikuti test kerja, berhasil lolos dengan nilai tinggi. Hingga bisa diterima karena kompetensi murni.

RKP image (Dokpri)
RKP image (Dokpri)
Bukan sogokkan, bukan pula kerabat tapi kemampuan diri yang sudah teruji untuk dapat bekerja sepenuh hati. 

"Oh Tuhan, bantulah hambamu ini!".

Doa pertolongan yang ku panjatkan sembari duduk manis menikmati kopi yang berbeda ini. Mungkinkah terkabul!?, sebab pertanda rasa kopi ini, penuh harapan dan keyakinan manis, jika masih ada kejujuran di negeri ini.

Tak ada jawaban pasti yang ku dengar dari Tuhan, hanya ku yakin Tuhan tak pernah ingkar janji. Tinggal rencana harap terlantun dalam doa, bersiap dengan kesiapan hati dan diri. Kesiapan menerima kenyataan takdir tak sesuai ekspektasi.

Ku seruput kopi terakhir ini, sebelum ku pergi menguji diri. Semangat yang ku rasakan sekarang, semanis kopi yang berbeda ini. Pakaian rapi, celana kain warna hitam dengan ikat pinggang melingkar indah, membuatku lebih percaya diri. 

Jalanku vian (Dokpri)
Jalanku vian (Dokpri)
Tak lupa, ku bayar dulu kopi manisku, lalu ku kendarai motor bebek tua warisan mbah buyutku. Jalan penuh panas matahari serasa bahan bakar antusiasku untuk bisa berhasil kali ini.

Kopiku yang berbeda dari biasanya adalah tanda dari Tuhanku yang memberikan jalan hikmah hidup yang berbeda hari ini. Hikmah kesabaran luar biasa dari segala ketidakadilan yang ku terima sebagai seorang penganggur.

Allah SWT maha besar dan bijak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun